BAB III
PROSEDUR
PENGEMBANGAN EVALUASI
PEMBELAJARAN
A. Perencanaan evaluasi
Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam
kegiatan evaluasi adalah membuat perencanaan. Perencanaan ini penting karena
akan mempengaruhi langkah-langkah selanjutnya, bahkan mempengaruhi keefektifan
prosedur evaluasi secara menyeluruh.
Ada tiga kegunaan dari perencanaan evaluasi, yaitu :
1. Evaluation plan helps you
to determine whether or not you have stated your objective in behavioral terms.
If the conditions, behavior or standards or objective have been stated
ambiguosly, you will have difficulty designing a test to measure student
achievement.
2.
Evaluation plan early in the design process is that you will be prepared to
collect the information you need when it is available.
3.
Evaluation plan is that it provides sufficient time for test design. To design
a good test requires careful preparation, and the quality of a test usually
improves if it can be designed in a leisurely fashion.
Implikasinya adalah
perencanaan evaluasi harus dirumuskan secara jelas dan spesifik, terurai dan
komprehensif, sehingga perencanaan tersebut bermakna dalam menentukan
langkah-langkah selanjutnya. Berdasarkan perencanaan evaluasi yang matang
inilah, Anda dapat menetapkan tujuan-tujuan tingkah laku (behavioral
objective) atau indikator yang akan dicapai, dapat mempersiapkan
pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan serta dapat menggunakan waktu
yang tepat.
Jika di dalam evaluasi itu
jelas-jelas akan menggunakan tes, maka ada baiknya kita simak pendapat Norman
E.Gronlund (1985) tentang langkah-langkah yang harus ditempuh dalam perencanaan
suatu tes sebagai berikut :
1. Menentukan tujuan tes (detrermine
the purpose of the test).
2.
Mengidentifikasi hasil belajar yang akan diukur melalui tes (identify the
learning outcomes to be measured by the test).
3. Merumuskan
hasil belajar dalam bentuk perilaku yang spesifik dan dapat diamati (define
the learning outcomes in the terms of specific, observable behavior).
4. Menyusun
garis besar materi pelajaran yang akan diukur melalui tes (outline the
subject matter to be measurred by the test).
5. Menyiapkan
suatu tabel yang spesifik atau kisi-kisi (prepare a table of specifications).
6. Menggunakan
tabel spesifik sebagai dasar untuk persiapan tes (use the table of
specifications as basis for preparing test.
Berdasarkan
uraian di atas, maka dalam perencanaan evaluasi, ada beberapa hal yang harus
Anda perhatikan, seperti : tujuan, kisi-kisi, menulis soal, uji-coba dan
analisis soal, revisi dan merakit soal.
1. Menentukan Tujuan Evaluasi
Dalam melaksanakan evaluasi, Anda tentu mempunyai
maksud atau tujuan tertentu. Tujuan evaluasi jangan terlalu umum, karena tidak
dapat menuntun Anda dalam menyusun soal. Misalnya, tujuan evaluasi adalah untuk
mengetahui tingkat pencapaian suatu program pembelajaran atau untuk mengetahui
tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang disampaikan.
Tujuan evaluasi dapat juga dirumuskan untuk mengetahui kesulitan belajar
peserta didik dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain, tujuan evaluasi
harus dirumuskan sesuai dengan jenis evaluasi yang akan dilakukan, seperti
formatif, sumatif, diagnostik, penempatan atau seleksi. Dalam penilaian hasil
belajar, tujuan harus memperhatikan domain hasil belajar yaitu kognitif,
afektif dan psikomotorik.
2. Menyusun Kisi-kisi
Penyusunan
kisi-kisi dimaksudkan agar materi evaluasi betul-betul representatif dan
relevan dengan materi pelajaran yang sudah diberikan oleh guru kepada peserta
didik. Jika materi evaluasi tidak relevan dengan materi pelajaran yang telah
diberikan, maka akan berakibat hasil evaluasi itu kurang baik. Begitu juga jika
materi evaluasi terlalu banyak dibandingkan dengan materi pelajaran, maka akan
berakibat sama. Untuk melihat apakah materi evaluasi relevan dengan materi
pelajaran atau apakah materi evaluasi terlalu banyak atau kurang, Anda harus
menyusun kisi-kisi (lay-out atau blue-print atau table of
specifications).
Kisi-kisi
adalah format pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item untuk berbagai
topik atau pokok bahasan berdasarkan jenjang kemampuan tertentu. Fungsi
kisi-kisi adalah sebagai pedoman untuk menulis soal atau merakit soal menjadi
perangkat tes. Jika Anda memiliki kisi-kisi yang baik, maka Anda akan
memperoleh perangkat soal yang relatif sama sekalipun penulis soalnya berbeda. Kisi-kisi soal adalah sebuah tabel yang memuat perincian
materi dan tingkah laku beserta imbangan atau proporsi yang dihendaki
oleh penilai atau guru. Dalam kisi-kisi akan
dicantumkan bahan pengajaran yang hendak diukur, jenis kompetensi
yang akan diukur, jumlah soal, bentuk soal, taraf kesukaran maupun waktu yang cocok untuk melakukan ujian.
a.
Jenis perilaku yang diukur
Dalam
menentukan perilaku yang akan diukur, penulis soal dapat mengambil atau
memperhatikan jenis perilaku yang telah dikembangkan oleh Benjamin S. Bloom (Taksonomi
Bloom). Ranah kognitif yang dikembangkan Benjamin S. Bloom
adalah: (1) Ingatan di antaranya seperti: menyebutkan, menentukan, menunjukkan,
mengingat kembali, mendefinisikan; (2) Pemahaman di antaranya seperti: membedakan, mengubah, memberi
contoh, memperkirakan, mengambil kesimpulan; (3) Penerapan di antaranya
seperti: menggunakan, menerapkan; (4) Analisis di antaranya seperti:
membandingkan, mengklasifikasikan, mengkategorikan, menganalisis; (5) Sintesis
antaranya seperti: menghubungkan, mengembangkan, mengorganisasikan, menyusun;
(6) Evaluasi di antaranya seperti: menafsirkan, menilai, memutuskan. (atau lebih
lengkapnya lihat kembali Taksonomi Bloom yang terdiri dari C1 sampai
C6).
b.
Penentuan perilaku yang akan diukur
Setelah
kegiatan penentuan materi yang akan ditanyakan selesai dikerjakan, maka
kegiatan berikutnya adalah menentukan secara tepat perilaku yang akan diukur. Perilaku yang
akan diukur, pada Kurikulum 2013 tergantung
pada tuntutan kompetensi, baik standar kompetensi maupun kompetensi dasarnya.
Setiap kompetensi di dalam kurikulum memiliki tingkat keluasan dan kedalaman
kemampuan yang berbeda. Semakin tinggi kemampuan/perilaku yang diukur sesuai
dengan target kompetensi, maka semakin sulit soal dan semakin sulit pula
menyusunnya. Dalam Standar Isi, perilaku yang akan diukur dapat dilihat pada
"perilaku yang terdapat pada rumusan kompetensi dasar atau pada standar
kompetensi". Bila ingin mengukur perilaku yang lebih tinggi, guru dapat
mendaftar terlebih dahulu semua perilaku yang dapat diukur, mulai dari perilaku
yang sangat sederhana/mudah sampai dengan perilaku yang paling sulit/tinggi,
berdasarkan rumusan kompetensinya (baik standar kompetensi maupun kompetensi dasar). Dari susunan perilaku itu, dipilih satu perilaku yang
tepat diujikan kepada peserta didik, yaitu perilaku yang sesuai dengan
kemampuan peserta didik di kelas.
c.
Penentuan dan Penyebaran soal
Sebelum menyusun kisi-kisi dan butir
soal perlu ditentukan jumlah soal setiap kompetensi dasar dan penyebaran
soalnya. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh penilaian akhir semester
berikut ini.
Contoh penyebaran butir soal untuk
penilaian akhir semester
No |
Kompetensi Dasar |
Materi |
Jumlah soal
tes tulis |
Jumlah soal Praktik |
|
PG |
Uraian |
||||
1 |
1.1
............ |
........... |
6 |
-- |
-- |
2 |
1.2
............ |
........... |
3 |
1 |
-- |
3 |
1.3
............ |
........... |
4 |
-- |
1 |
4 |
2.1
............ |
........... |
5 |
1 |
-- |
5 |
2.2
............ |
........... |
8 |
1 |
-- |
6 |
3.1
............ |
........... |
6 |
-- |
1 |
Jumlah soal |
x |
x |
X |
- Fungsi Kisi-Kisi
1 Sebagai pedoman
penulisan soal
2 Sebagai pedoman perakitan soal
- Syarat Kisi-Kisi
1 Mewakili isi kurikulum
2 Singkat dan jelas
3 Soal dapat disusun sesuai
dengan bentuk soal.
- Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam
Menyusun Kisi-Kisi Soal
1.
Pengambilan sampel
2.
Tipe tes yang digunakan
3.
Aspek yang diuji
4.
Format butir soal
5.
Jumlah butir soal
6.
Distribusi tingkat kesukaran
- Komponen Kisi-Kisi
1 Identitas
2 SK/KD
3 Materi Pembelajaran
4 Indikator Soal
5 Bentuk Tes
6 Tingkat Kesukaran dan kunci jawaban
Format penulisan
Kisi-Kisi Soal
No |
KI |
KD |
Indikator |
Materi (Pokok
Bahasan/Sub P.B) |
Soal |
Bentuk Soal |
Aspek
Kognitif yang diukur (C1-C6) |
Kunci Jawaban |
TK |
Jumlah Soal |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Dalam
konteks penilaian hasil belajar, kisi-kisi disusun berdasarkan silabus setiap
mata pelajaran. Jadi, Anda harus melakukan analisis silabus terlebih dahulu.
Perhatikan langkah-langkah berikut ini : 1).Analisis Silabus 2). Menyususn
Kisi-kisi 3). Membuat Soal 4).Menyusun Lembar Jawaban 5).Membuat Kunci Jawaban
6). Menyusun Pedoman Penskoran
Dalam
praktiknya, seringkali guru di sekolah membuat soal langsung dari buku sumber.
Hal ini jelas sangat keliru, karena buku sumber belum tentu sesuai dengan
silabus. Kisi-kisi ini menjadi penting dalam perencanaan evaluasi, karena
didalamnya terdapat sejumlah indikator sebagai acuan dalam menulis soal.
Format
kisi-kisi tidak ada yang baku, karena itu banyak model format yang dikembangkan
para pakar evaluasi. Namun demikian, sekedar untuk memperoleh gambaran, format
kisi-kisi dapat dibagi menjadi dua komponen pokok, yaitu komponen identitas dan
komponen matriks. Komponen identitas ditulis di bagian atas matriks, sedangkan
komponen matriks dibuat dalam bentuk kolom yang sesuai. Komponen identitas
meliputi jenis/jenjang sekolah, jurusan/program studi (bila ada), bidang
studi/mata pelajaran, tahun ajaran dan semester, kurikulum acuan, alokasi
waktu, jumlah soal keseluruhan, dan bentuk soal. Sedangkan komponen matriks
terdiri atas kompetensi dasar, materi, jumlah soal, jenjang kemampuan,
indikator, dan nomor urut soal.
3. Uji Coba dan Analisis Soal
Jika semua soal sudah disusun dengan baik, maka perlu
diujicobakan terlebih dahulu dilapangan. Tujuannya untuk melihat soal-soal mana
yang perlu diubah, diperbaiki, bahkan dibuang sama sekali, serta soal-soal mana
yang baik untuk dipergunakan selanjutnya. Soal yang baik adalah soal yang sudah
mengalami beberapa kali uji-coba dan revisi, yang didasarkan atas analisis
empiris dan rasional. Analisis empiris dimaksudkan untuk mengetahui
kelemahan-kelemahan setiap soal yang digunakan. Informasi empirik pada umumnya
menyangkut segala hal yang dapat mempengaruhi validitas soal, seperti
aspek-aspek keterbacaan soal, tingkat kesukaran soal, bentuk jawaban, daya
pembeda soal, pengaruh kultur, dan sebagainya. Sedangkan analisis rasional
dimaksudkan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan setiap soal.
Dalam melaksanakan uji-coba soal, ada beberapa hal yang
harus Anda perhatikan, antar lain : (a) ruangan tempatnya tes hendaknya
diusahakan seterang mungkin, jika perlu dibuat papan pengumuman diluar agar
orang lain tahu bahwa ada tes yang sedang berlangsung, (b) perlu disusun tata
tertib pelaksanaan tes, baik yang berkenaan dengan peserta didik itu sendiri,
guru, pengawas, maupun teknis pelaksanaan tes, (c) para pengawas tes harus
mengontrol pelaksanaan tes dengan ketat, tetapi tidak mengganggu suasana tes.
Peserta didik yang melanggar tata tertib tes dapat dikeluarkan dari ruang tes,
(d) waktu yang digunakan harus sesuai dengan banyaknya soal yang diberikan,
sehingga peserta didik dapat bekerja dengan baik, (e) peserta didik harus
benar-benar patuh mengerjakan semua petunjuk dan perintah dari penguji. Sikap
ini harus tetap dipelihara meskipun diberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mengajukan pertanyaan bila ada soal yang tidak dimengerti atau kurang
jelas. Tanggung jawab penguji dalam hal ini adalah memberikan petunjuk dengan
sikap yang bersifat lugas, jujur, adil dan jelas. Namun demikian, antara
penguji dan peserta didik hendaknya dapat menciptakan suasana yang kondusif,
dan (f) hasil uji coba hendaknya diolah, dianalisis, dan diadministrasikan
dengan baik, sehingga dapat diketahui soal-soal mana yang lemah untuk
selanjutnya dapat diperbaiki kembali.
4. Revisi dan Merakit Soal
Setelah soal diuji-coba dan dianalisis, kemudian direvisi sesuai dengan proporsi tingkat kesukaran soal dan daya pembeda. Dengan demikian, ada soal yang masih dapat diperbaiki dari segi bahasa, ada juga soal yang harus direvisi total, baik yang menyangkut pokok soal (stem) maupun alternatif jawaban (option), bahkan ada soal yang harus dibuang atau disisihkan. Berdasarkan hasil revisi soal ini, barulah Anda merakit soal menjadi suatu alat ukur yang terpadu. Semua hal yang dapat mempengaruhi validitas skor tes, seperti nomor urut soal, pengelompokkan bentuk soal, penataan soal, dan sebagainya haruslah diperhatikan
B. Pelaksanaan Evaluasi
Pelaksanaan evaluasi artinya bagaimana cara melaksanakan suatu
evaluasi sesuai dengan perencanaan evaluasi, baik menggunakan tes (tes
tertulis, tes lisan dan tes perbuatan) maupun non-tes. Dalam pelaksanaan tes
maupun non-tes tersebut akan berbeda satu dengan lainnya, sesuai dengan tujuan
dan fungsinya masing-masing. Dalam
pelaksanaan tes lisan, Anda harus memperhatikan tempat atau ruangan tes yang
akan digunakan. Tempat ini harus terang, enak dipandang dan tidak menyeramkan,
sehingga peserta didik tidak takut dan gugup. Anda harus dapat menciptakan
suasana yang kondusif dan komunikatif, tetapi bukan berarti menciptakan suasana
tes lisan menjadi suasana diskusi, debat atau ngobrol santai. Komunikatif
dimaksudkan agar Anda dapat mengarahkan jawaban peserta didik, terutama bila
jawaban itu tidak sesuai dengan apa yang kita maksudkan, sebaliknya bukan
dengan membentak-bentak peserta didik. Mengarahkan berbeda dengan membantu.
Mengarahkan berarti memberi pengarahan secara umum untuk mencapai tujuan,
sedangkan membantu berarti ada kecenderungan untuk memberi bunyi jawaban kepada
peserta didik, karena ada rasa simpati, kasihan, dan sebagainya.
Dalam pelaksanaan tes lisan, Anda tidak boleh membentak-bentak
peserta didik dan dilarang memberikan kata-kata yang merupakan kunci jawaban.
Ada baiknya, sebelum tes lisan dimulai, Anda menyiapkan pokok-pokok materi yang
akan ditanyakan, sehingga tidak terkecoh oleh jawaban peserta didik yang
simpang siur. Ketika peserta didik masuk dan duduk di tempat ujian, Anda
hendaknya tidak langsung memberikan pertanyaan-pertanyaan, karena yakinlah
bahwa siapapun yang menghadapi ujian atau tes lisan pasti ada perasaan gugup.
Oleh sebab itu, pada waktu mulai tes lisan (lebih kurang 2 – 3 menit), Anda
harus dapat menciptakan kondisi peserta didik agar tidak gugup, seperti
menanyakan identitas pribadi, pengalaman, kegiatan sehari-hari, dan sebagainya.
Dalam pelaksanaan tes
tertulis, Anda juga harus memperhatikan ruangan atau tempat tes itu
dilaksanakan. Ruangan dan tempat duduk peserta didik harus diatur sedemikian
rupa, sehingga gangguan suara dari luar dapat dihindari dan suasana tes dapat
berjalan lebih tertib. Anda atau panitia ujian harus menyusun tata tertib
pelaksanaan tes, baik yang menyangkut masalah waktu, tempat duduk, pengawas,
maupun jenis bidang studi yang akan diujikan. Perbandingan alokasi waktu dengan
jumlah soal harus sesuai dan proporsional. Begitu juga tempat duduk peserta
didik harus direnggangkan satu dengan lainnya untuk menghindari peserta didik
saling menyontek. Pengawas boleh berjalan-jalan, tetapi tidak boleh mengganggu
suasana ujian.
Pembagian soal hendaknya dilakukan secara terbalik agar peserta
didik tidak ada yang lebih dahulu membaca. Semua ini harus diatur sedemikian
rupa agar pelaksanaan tes tertulis dapat berjalan dengan baik, tertib dan
lancar. Pada prinsipnya ketentuan-ketentuan di atas tidak jauh berbeda dengan
pelaksanaan tes perbuatan, hanya dalam tes perbuatan terkadang diperlukan alat
bantu khusus, misalnya untuk belajar membaca Al-Qur’an diperlukan kitab suci
Al- Qur’an, untuk tes praktik sholat dibutuhkan tempat sholat (musholla), dan
sebagainya. Untuk itu, dalam pelaksanaan tes perbuatan diperlukan tempat tes
yang terbuka dan suasananya bebas.
Pelaksanaan nontes dimaksudkan untuk mengetahui sikap dan tingkah
laku peserta didik sehari-hari dengan menggunakan instrumen khusus, seperti
pedoman observasi, pedoman wawancara, skala sikap, skala minat, daftar cek, rating
scale, anecdotal records, sosiometri, home visit, dan
sebagainya. Anda dituntut tidak hanya mampu membuat dan melaksanakan tes yang
baik, tetapi juga harus dapat membuat alat-alat khusus dalam nontes dan
melaksanakannya dengan baik sesuai dengan prinsip-prinsip evaluasi.
Untuk mengetahui tingkat penguasaan kompetensi peserta didik,
selain menggunakan tes tertulis (pencil and paper test), Anda juga dapat
menggunakan tes kinerja (performance test). Di samping itu, Anda dapat
menilai hasil kerja peserta didik dengan cara memberikan tugas atau proyek dan
menganalisis semua hasil kerja dalam bentuk portofolio. Anda diharapkan tidak
hanya menilai kognitif peserta didik, tetapi juga non-kognitif, seperti
pengembangan pribadi, kreatifitas, dan keterampilan interpersonal, sehingga
dapat diperoleh gambaran yang komprehensif dan utuh.
Realitas menunjukkan bahwa
tidak ada satu teknik dan bentuk evaluasi yang dapat mengumpulkan data tentang
keefektifan pembelajaran, prestasi dan kemajuan belajar peserta didik secara
sempurna. Pengukuran tunggal tidak cukup untuk memberikan gambaran atau
informasi tentang keefektifan pembelajaran dan tingkat penguasaan kompetensi
(pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai) peserta didik. Hasil
evaluasi juga tidak mutlak dan tidak abadi, karena sistem belajar dan
pembelajaran terus berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta pengalaman belajar peserta didik. Penetapan salah satu teknik
dan bentuk evaluasi (misalnya hanya tes objektif) dapat menghambat penguasaan
kompetensi peserta didik secara utuh, sehingga tidak memberikan umpan balik
dalam rangka diagnosis atau memodifikasi pengalaman belajar. Tujuan pelaksanaan
evaluasi adalah untuk mengumpulkan data dan informasi mengenai keseluruhan
aspek kepribadian Pembelajaran dan
prestasi belajar peserta didik yang meliputi :
1. Data pribadi (personal) peserta didik, seperti nama, tempat dan
tanggal lahir, jenis kelamin, golongan darah, alamat, dan lain-lain.
2. Data tentang kesehatan peserta didik, seperti : penglihatan,
pendengaran, penyakit yang sering diderita, kondisi fisik dan sebagainya.
3. Data tentang prestasi belajar (achievement) peserta
didik di sekolah.
4. Data tentang sikap (attitude) peserta didik, seperti
sikap terhadap sesama teman sebaya, sikap terhadap kegiatan pembelajaran, sikap
terhadap guru dan kepala sekolah, sikap terhadap lingkungan sosial, dan
lain-lain.
5. Data tentang bakat (aptitude) peserta didik, seperti ada
tidaknya bakat di bidang olah raga, keterampilan mekanis, manajemen, kesenian,
keguruan, dan sebagainya.
6. Persoalan penyesuaian (adjustment), seperti kegiatan
anak dalam organisasi di sekolah, forum ilmiah, olah raga, kepanduan, dan
sebagainya.
7. Data tentang minat (intrest) peserta didik.
8. Data tentang rencana masa depan peserta didik yang dibantu oleh
guru dan orang tua sesuai dengan kesanggupan anak.
9. Data tentang latar belakang keluarga
peserta didik, seperti pekerjaan orang tua, penghasilan tetap tiap bulan, kondisi
lingkungan, hubungan peserta didik dengan orang tua dan saudara-saudaranya, dan
sebagainya.
C. Monitoring Pelaksanaan Evaluasi
Tujuan monitoring adalah untuk mencegah
hal-hal yang negatif dan meningkatkan efesiensi pelaksanaan evaluasi. Fungsi
monitoring adalah untuk melihat relevansi pelaksanaan evaluasi dengan
perencanaan dan untuk melihat hal-hal apa yang terjadi selama pelaksanaan
evaluasi. Dalam pelaksnaan penilaian hasil belajar sering terjadi peserta didik
sering menconntek jawaban temannya, peserta didik mendapat bocoran soal, ada
juga siswa yang berhalangan karena tiba-tiba sakit ketika mengerjakan soal, dan
sebagainya. Oleh karena itulah maka pentingnya monitoring pelaksanaan evaluasi.
Teknik pelaksaan monitoring dapat menggunakan beberapa teknik, seperti
observasi partisipatif, wawancara atau
studi dokumentasi.
D. Pengolahan Data
Dalam pengolahan data biasanya sering digunakan analisis
statistik. Analisis statistik digunakan jika ada data kuantitatif, yaitu
data-data yang berbentuk angka-angka, sedangkan untuk data kualitatif, yaitu
data yang berbentuk kata-kata, tidak dapat diolah dengan statistik. Jika data
kualitatif itu akan diolah dengan statistik, maka data tersebut harus diubah
terlebih dahulu menjadi data kuantitatif (kuantifikasi data). Meskipun
demikian, tidak semua data kualitatif dapat diubah menjadi data kuantitatif, sehingga
tidak mungkin diolah dengan statistik.
Ada empat langkah pokok dalam mengolah hasil evaluasi, yaitu :
1. Menskor, yaitu memberikan skor pada hasil evaluasi yang dapat
dicapai oleh peserta didik. Untuk menskor atau memberikan angka diperlukan tiga
jenis alat bantu, yaitu : kunci jawaban, kunci skoring, dan pedoman konversi.
2. Mengubah skor mentah menjadi skor standar sesuai dengan norma
tertentu.
3. Mengkonversikan skor standar ke dalam nilai, baik berupa hurup
atau angka.
4. Melakukan analisis soal (jika diperlukan) untuk mengetahui
derajat validitas dan reliabilitas soal, tingkat kesukaran soal (difficulty
index), dan daya pembeda.
Jika data sudah
diolah dengan aturan-aturan tertentu, langkah selanjutnya adalah menafsirkan
data itu, sehingga memberikan makna. Langkah penafsiran data sebenarnya tidak
dapat dilepaskan dari pengolahan data itu sendiri, karena setelah mengolah data
dengan sendirinya akan menafsirkan hasil pengolahan itu. Memberikan penafsiran
maksudnya adalah membuat pernyataan mengenai hasil pengolahan data yang
didasarkan atas kriteria tertentu yang disebut norma. Norma dapat ditetapkan
terlebih dahulu secara rasional dan sistematis sebelum kegiatan evaluasi
dilaksanakan, tetapi dapat pula dibuat berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh
dalam melaksanakan evaluasi. Sebaliknya, bila penafsiran data itu tidak
berdasarkan kriteria atau norma tertentu, maka ini termasuk kesalahan besar.
Misalnya, seorang peserta didik naik kelas. Kenaikan kelas itu kadang-kadang
tidak berdasarkan kriteria-kriteria yang disepakati, tetapi hanya berdasarkan
pertimbangan pribadi dan kemanusiaan, maka keputusan ini termasuk keputusan
yang tidak objektif dan merugikan semua pihak.
Dalam kegiatan pembelajaran, biasanya kriteria bersumber pada
tujuan setiap mata pelajaran (standar kompetensi dan kompetensi dasar).
Kompetensi ini tentu masih bersifat umum, karena itu harus dijabarkan menjadi
indikator yang dapat diukur dan dapat diamati. Jika kriteria ini sudah
dirumuskan dengan jelas, maka baru kita menafsirkan angka-angka yang sudah
diolah itu berupa kata-kata atau pernyataan. Dalam menyusun kata-kata ini
sering guru mengalami kesulitan. Kesulitan itu antara lain penyusunan kata-kata
sering melampaui batas-batas kriteria yang telah ditentukan, bahkan tidak
didukung oleh data-data yang ada. Hal ini disebabkan adanya kecenderungan pada
guru untuk menonjolkan kelebihan suatu sekolah dibandingkan dengan sekolah yang
lain. Kesulitan yang sering terjadi adalah penyusunan rumusan tafsiran atau
pernyataan yang berlebihan (overstatement) di luar batas-batas
kebenaran. Kesalahan semacam ini sebenarnya tidak hanya terjadi karena
kekurangtelitian dalam menafsirkan data saja, tetapi mungkin pula sudah muncul
pada langkah-langkah sebelumnya.
Ada dua jenis penafsiran data, yatu penafsiran kelompok dan
penafsiran individual.
1. Penafsiran kelompok adalah penafsiran yang dilakukan untuk
mengetahui karakteristik kelompok berdasarkan data hasil evaluasi, seperti
prestasi kelompok, rata-rata kelompok, sikap kelompok terhadap guru dan materi
pelajaran yang diberikan, dan distribusi nilai kelompok. Tujuan utamanya adalah
sebagai persiapan untuk melakukan penafsiran kelompok, untuk mengetahui
sifat-sifat tertentu pada suatu kelompok, dan untuk mengadakan perbandingan
antar kelompok.
2. Penafsiran individual adalah penafsiran yang hanya dilakukan
secara perorangan. Misalnya, dalam kegiatan bimbingan dan penyuluhan atau
situasi klinis lainnya. Tujuan utamanya adalah untuk melihat tingkat kesiapan
peserta didik (readiness), pertumbuhan fisik, kemajuan belajar, dan
kesulitan-kesulitan yang dihadapinya.
Dalam melakukan
penafsiran data, baik secara kelompok maupun individual, Anda harus menggunakan
norma-norma yang standar, sehingga data yang diperoleh dapat dibandingkan
dengan norma-norma tersebut. Berdasarkan penafsiran ini dapat diputuskan bahwa
peserta didik mencapai tarap kesiapan yang memadai atau tidak, ada kemajuan yang
berarti atau tidak, ada kesulitan atau tidak. Jika ingin menggambarkan
pertumbuhan peserta didik, penyebaran skor, dan perbandingan antar kelompok,
maka Anda perlu menggunakan garis (kurva), grafik, atau dalam beberapa hal
diperlukan profil, dan bukan dengan daftar angka-angka. Daftar angka-angka
biasanya digunakan untuk melukiskan posisi atau kedudukan peserta didik, baik
secara perorangan maupun kelompok.
E. Pelaporan Hasil Evaluasi
Semua hasil
evaluasi harus dilaporkan kepada berbagai pihak yang berkepentingan, seperti
orang tua/wali, atasan, pemerintah, dan peserta didik itu sendiri sebagai
akuntabilitas publik. Hal ini dimaksudkan agar proses dan hasil yang dicapai
peserta didik termasuk perkembangannya dapat diketahui oleh berbagai pihak, sehingga
orang tua/wali (misalnya) dapat menentukan sikap yang objektif dan mengambil
langkah-langkah yang pasti sebagai tindak lanjut dari laporan tersebut.
Sebaliknya, jika hasil evaluasi itu tidak dilaporkan, orang tua peserta didik
tidak dapat mengetahui kemajuan belajar yang dicapai anaknya, karena itu pula
mungkin orang tua peserta didik tidak mempunyai sikap dan rencana yang pasti
terhadap anaknya, baik dalam rangka pemilihan minat dan bakat, bimbingan maupun
untuk melanjutkan studi yang lebih tinggi.
Laporan juga penting
bagi peserta didik itu sendiri agar mereka mengetahui tingkat kemampuan yang
dimilikinya dan dapat menentukan sikap serta tindakan yang harus dilakukan
selanjutnya. Laporan kemajuan belajar peserta didik merupakan sarana komunikasi
antara siswa, peserta didik, dan orang tua dalam upaya mengembangkan dan
menjaga hubungan kerja sama yang baik diantara mereka. Untuk itu, Anda harus
memperhatikan beberapa hal sebagai berikut :
1. Konsisten dengan pelaksanaan penilaian.
2. Memuat rincian hasil belajar peserta didik berdasarkan kriteria
yang telah ditentukan dan dikaitkan dengan penilaian yang bermanfaat bagi
pengembangan peserta didik.
3. Menjamin orang tua akan informasi permasalahan peserta didik
dalam belajar.
4. Mengandung berbagai cara dan strategi komunikasi.
5. Memberikan informasi yang benar, jelas, komprehensif, dan
akurat.
Laporan kemajuan
belajar peserta didik yang selama ini dilakukan oleh pihak sekolah cenderung
hanya bersifat kuantitatif, sehingga kurang dapat dipahami maknanya. Misalnya,
seorang peserta didik mendapat nilai 5 dalam buku rapot pada suatu mata
pelajaran. Jika hanya angka yang disajikan, maka peserta didik maupun orang tua
akan sulit menafsirkan nilai tersebut, apakah nilai “kurang” tersebut berkaitan
dengan bidang pengetahuan dan pemahaman, praktik, sikap atau semuanya. Oleh
karena itu, bentuk laporan kemajuan peserta didik harus disajikan secara
sederhana, mudah dibaca dan dipahami, komunikatif, dan menampilkan profil atau
tingkat kemajuan peserta didik, sehingga peran serta masyarakat, orang tua, dan
stakeholder dalam dunia pendidikan semakin meningkat. Paling tidak,
pihak-pihak terkait dapat dengan mudah mengidentifikasi kompetensi-kompetensi
yang sudah dan belum dikuasai peserta didik serta kompetensi mana yang harus
ditingkatkan. Bagi peserta didik sendiri dapat mengetahui keunggulan dan
kelemahan dirinya serta pada aspek mana ia harus belajar lebih banyak.
Untuk sekedar gambaran, isi laporan hendaknya memuat hal-hal
seperti : profil belajar peserta didik di sekolah (akademik, fisik, sosial dan
emosional), peran serta peserta didik dalam kegiatan di sekolah (aktif, cukup,
kurang atau tidak aktif), kemajuan hasil belajar peserta didik selama kurun
waktu belajar tertentu (meningkat, biasa-biasa saja atau menurun), himbauan
terhadap orang tua. Isi laporan tersebut hendaknya mudah dipahami orang tua.
Untuk itu, Anda harus menggunakan bahasa yang komunikatif, menitikberatkan pada
proses dan hasil yang telah dicapai peserta didik, memberikan perhatian
terhadap pengembangan dan pembelajaran peserta didik, dan memberikan hasil
penilaian yang tepat dan akurat.
Dalam dokumen kurikulum berbasis kompetensi, Pusat Kurikulum
Balitbang Depdiknas (2002) menjelaskan “laporan kemajuan siswa dapat
dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu laporan prestasi dalam mata pelajaran
dan laporan pencapaian”.
1. Laporan Prestasi Mata Pelajaran
Laporan prestasi mata
pelajaran berisi informasi tentang pencapaian kompetensi dasar yang telah
ditetapkan dalam kurikulum. Pada masa lalu, prestasi belajar peserta didik
dalam setiap mata pelajaran dilaporkan dalam bentuk angka. Bagi peserta didik
dan orang tua, angka ini kurang memberi informasi tentang kompetensi dasar dan pengetahuan
apa yang telah dimiliki peserta didik, sehingga sulit menentukan jenis bantuan
apa yang harus diberikan kepada peserta didik agar mereka menguasai kompetensi
dasar yang telah ditetapkan. Laporan prestasi belajar hendaknya menyajikan
prestasi belajar peserta didik dalam menguasai kompetensi mata pelajaran
tertentu dan tingkat penguasaannya. Sebaliknya, orang tua dapat membaca catatan
guru tentang pencapaian kompetensi tertentu sebagai masukan kepada peserta
didik dan orang tua untuk membantu meningkatkan kinerjanya.
2. Laporan Pencapaian
Laporan pencapaian merupakan
laporan yang menggambarkan kualitas pribadi peserta didik sebagai internalisasi
dan kristalisasi setelah peserta didik belajar melalui berbagai kegiatan, baik
intra, ekstra maupun ko kurikuler pada kurun waktu tertentu. Dalam kurikulum
berbasis kompetensi, hasil belajar peserta didik dibandingkan antara kemampuan
sebelum dan sesudah kegiatan pembelajaran berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan dalam kurikulum. Tingkat pencapaian hasil belajar yang ditetapkan
dalam kurikulum dibagi menjadi delapan tingkatan (level) yang dirinci ke
dalam rumusan kemampuan dari yang paling dasar secara bertahap gradasinya
mencapai tingkat yang paling tinggi. Delapan tingkatan hasil belajar tidak sama
dengan tingkat kelas dalam satuan pendidikan. Tingkat pencapaian hasil belajar
peserta didik tidak selalu sama dengan peserta didik yang lain untuk setiap
mata pelajaran.
F. Penggunaan Hasil Evaluasi
Tahap akhir dari prosedur evaluasi adalah
penggunaan hasil evaluasi. Salah satu penggunaan hasil evaluasi adalah laporan.
Laporan dimaksudkan untuk memberikan feedback kepada semua pihak yang
terlibat dalam pembelajaran, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pihak-pihak yang dimaksud antara lain : peserta didik, guru, kepala sekolah,
orang tua, penilik, dan pemakai lulusan. Sedangkan penggunaan hasil evaluasi,
Remmer (1967) mengatakan ‘we discuss here the use of test results to help
students understand them selves better, explain pupil growth and development to
parents and assist the teacher in planning instruction’. Dengan demikian,
Anda dapat menggunakan hasil evaluasi untuk membantu pemahaman peserta didik
menjadi lebih baik, menjelaskan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik
kepada orang tua, dan membantu guru dalam menyusun perencanaan pembelajaran.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dikemukakan beberapa
jenis penggunaan hasil evaluasi sebagai berikut :
1. Untuk keperluan laporan pertanggungjawaban
Asumsinya adalah banyak pihak yang berkepentingan dengan hasil
evaluasi. Misalnya, orang tua perlu mengetahui kemajuan atau perkembangan hasil
belajar anaknya, sehingga dapat menentukan langkah-langkah berikutnya. Oleh
sebab itu, Anda harus membuat laporan ke berbagai pihak sebagai bentuk
akuntabilitas publik, sebagaimana telah penulis kemukakan pada uraian
sebelumnya.
2. Untuk keperluan seleksi
Asumsinya adalah setiap awal dan akhir tahun ada peserta didik
yang mau masuk sekolah dan ada peserta didik yang mau menamatkan sekolah pada
jenjang pendidikan tertentu. Hasil evaluasi dapat digunakan untuk menyeleksi,
baik ketika peserta didik mau masuk sekolah/jenjang atau jenis pendidikan
tertentu, selama mengikuti program pendidikan, pada saat mau menyelesaikan
jenjang pendidikan, maupun ketika masuk dunia kerja. Ketika peserta didik
mengikuti program pendidikan, terkadang dari pihak sekolah dan komite sekolah
membuat kelas-kelas unggulan. Untuk itu diperlukan seleksi melalui tindakan
evaluasi.
3. Untuk keperluan promosi
Asumsinya adalah pada
akhir tahun pelajaran, ada peserta didik yang naik kelas atau lulus. Bagi
peserta didik yang lulus dari jenjang pendidikan tertentu akan diberikan ijazah
atau sertifikat, sebagai bukti fisik kelulusan. Begitu juga jika peserta didik
memperoleh prestasi belajar yang baik, maka mereka akan naik ke kelas
berikutnya. Kegiatan ini semua merupakan salah satu bentuk promosi. Dengan
demikian, promosi itu diberikan setelah dilakukan kegiatan evaluasi. Jika
promosi itu untuk kenaikan kelas, maka kriteria yang digunakan adalah kriteria
kenaikan kelas, yaitu aspek ketercapaian kompetensi dasar mata pelajaran yang
telah ditetapkan dalam kurikulum. Peserta didik yang dinyatakan naik kelas
adalah peserta didik yang sudah menguasai kompetensi pada kelas tertentu dan
diprediksi mampu mengikuti program pendidikan pada kelas berikutnya.
4. Untuk keperluan diagnosis
Asumsinya adalah hasil evaluasi menunjukkan ada peserta
didik yang kurang mampu menguasai kompetensi sesuai dengan kriteria yang telah
ditetapkan. Atas dasar asumsi ini, maka Anda perlu melakukan diagnosis terhadap
peserta didik yang dianggap kurang mampu tersebut. Anda harus mencari
faktor-faktor penyebab bagi peserta didik yang kurang mampu dalam menguasai
kompetensi tertentu, sehingga dapat diberikan bimbingan atau pembelajaran
remedial. Bagi peserta didik yang mampu menguasai kompetensi lebih cepat dari
peserta didik yang lain, mereka juga berhak mendapatkan pelayanan tindak lanjut
untuk mengoptimalkan laju perkembangan mereka. Sekolah diharapkan menyediakan
alternatif program bagi mereka berupa kegiatan yang dapat memperkaya
pengetahuan dan keterampilannya di suatu bidang tertentu ataupun suatu sistem
percepatan belajar, sehingga memungkinkan mereka dapat menyelesaikan/tamat sekolah
lebih cepat. Untuk menetapkan kebijakan suatu jenis perlakuan kepada peserta
didik dan teknik pelaksanaannya perlu melibatkan peran serta masyarakat melalui
komite sekolah.
5. Untuk memprediksi masa depan peserta didik
Hasil evaluasi perlu
dianalisis oleh setiap guru mata pelajaran. Tujuannya untuk mengetahui sikap,
bakat, minat dan aspek-aspek kepribadian lainnya dari peserta didik, serta
dalam hal apa peserta didik dianggap paling menonjol sesuai dengan indikator
keunggulan. Apapun dan bagaimanapun bentuk hasil belajar peserta didik, Anda
harus menyampaikannya kepada guru bimbingan dan penyuluhan (BP) agar hasil belajar
tersebut dapat dianalisis dan dijadikan dasar untuk pengembangan peserta didik
dalam memilih jenjang pendidikan, profesi atau karir di masa yang akan datang.
No comments:
Post a Comment