Wednesday, October 5, 2022

MINI RISET ANTONIUS GULTOM Studi Komparatif Aliran Filsafat Pendidikan Barat Dalam Perspektif Pendidikan di Indonesia


Studi Komparatif

Aliran Filsafat Pendidikan Barat

Dalam Perspektif Pendidikan di Indonesia

Oleh : Antonius Gultom, S.Pd.,MM


ABSTRAK

Antonius Gultom dan Teguh Parluhutan, Studi Komparatif Aliran Filsafat Pendidikan Barat dalam Perspektif Pendidikan di Indonesia.

Pengaruh perkembangan zaman didalam dunia pendidikan dibawa oleh aliran filsafat pendidikan Barat. Pendidikan di Indonesia berusaha untuk mendapatkan tujuan pendidikan yang mampu memfilter perkembangan pendidikan dari dunia Barat dan memanfaatkannya serta tidak kehilangan dasar pendidikan di Indonesia.  Pancasila sebagai Landasan Filsafat Sistem Pendidikan Nasional Bangsa Indonesia memiliki filsafat umum atau filsafat Negara ialah pancasila sebagai falsafah Negara, Pancasila patut menjadi jiwa bangsa Indonesia, menjadi semangat dalam berkarya pada  segala bidang. Pasal 2 UU-RI No. 2 Tahun 1989 menetapkan bahwa pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Tujuan penulisan ini adalah 1). Untuk mengetahui Aliran-aliran filsafat pendidikan Barat dan untuk mengetahui aliran filsafat pendidikan di Indonesia; 2). Untuk mengetahui perbandingan antara aliran filsafat pendidikan Barat dan aliran filsafat pendidikan di Indonesia.

Penelitian ini merupakan penelitian pustaka atau library research. Penelitian kepustakaan adalah penelitian yang dilaksanakan dengan menggunakan literatur (kepustakaan), baik berupa buku, catatan atau laporan-laporan hasil penelitian dari peneliti terdahulu. Metode penelitian kualitatif disebut juga sebagai metode interpretative karena data hasil penelitian lebih berkenaan dengan interpretasi terhadap data yang ditemukan di lapangan. Perbandingan hasil penelitian dengan telaah pustaka yang ada, dan menarik kesimpulan.

Hasil penelitian pembahasan ini meliputi tentang perbandingan antara aliran filsafat pendidikan Barat dengan aliran filsafat pendidikan di Indonesia yang kemudian berangkat dari perspektif pendidikan di Indonesia, Hasil analisis tersebut adalah betapa pentingnya memajukan masyarakat Indonesia dalam pendidikan yang bernuansa Negara Kesatuan Republik Indonesia pada era globalisasi yang semakin merajalela seperti dizaman modern ini yang kaya akan perkembangan teknologi yang berkembang pesat dan cepat. Atas dasar problematika tersebut, maka pemikiran dari aliran-aliran filsafat pendidikan Barat dan aliran-aliran filsafat pendidikan di Indonesia perlu dikembangkan untuk menuju tujuan pendidikan Indonesia yang seutuhnya, yang telah dipengaruhi oleh pendidikan Barat adalah aliran filsafat pendidikan Indonesia yaitu: Rekonstruksi Sosial.

Kata kunci:   Aliran filsafat pendidikan Barat dan Aliran filsafat pendidikan di Indonesia.


DAFTAR ISI

 

ABSTRAK ............................................................................................................. i

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

 

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A.        Latar Belakang Masalah ................................................................... 1

B.        Rumusan Masalah ............................................................................. 5

C.       Tujuan dan Kegunaan Penulisan  ..................................................... 5

D.       Manfaat Penulisan ............................................................................. 5

E.        Ruang Lingkup Penulisan .................................................................. 6

F.        Telaah Pustaka .................................................................................. 6

 

BAB II KAJIAN TEORI...................................................................................... 8

A.        Filsafat  .............................................................................................. 8

B.        Pendidikan  ........................................................................................ 9

C.       Filsafat Pendidikan ......................................................................... 10

D.       Pengertian dan Ruang Lingkup Pendidikan Indonesia ................... 11

1.    Pengertian Pendidikan Indonesia ............................................ 11

2.    Ruang Lingkup Pendidikan Indonesia ...................................... 14

E.        Hakekad Pendidikan Indonesia ....................................................... 14

F.        Dasar-Dasar Pendidikan Indonesia ................................................ 15

G.       Konsep Pendidikan Indonesia ......................................................... 20

H.       Aliran Filsafat Pendidikan Barat .................................................... 20

I.          Aliran Filsafat Pendidikan Indonesia ............................................. 21

J.         Ciri-Ciri Filsafat Pendidikan Indonesia ......................................... 30

 

BAB III METODE RISET ................................................................................ 32

A.        Jenis Riset ........................................................................................ 32

B.        Sumber-Sumber Data ...................................................................... 32

C.       Metode Pengumpulan Data ............................................................. 33

D.       Metode Analisis Data ...................................................................... 33

 

BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................. 34

A.        Kajian dari aliran-aliran filsafat pendidikan barat bila

dibandingkan dengan aliran-aliran filsafat pendidikan

Indonesia ......................................................................................... 34

B.        Persamaan dan perbedaan aliran filsafat pendidikan Barat

dengan aliran filsafat pendidikan Indonesia ................................... 42

 

BAB V PENUTUP ............................................................................................. 46

A.        Kesimpulan ...................................................................................... 46

B.        Saran ................................................................................................ 47

 

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 48


KATA PENGANTAR 

Puji syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat, karunia terutama kesempatan yang diberikan-Nya, sehingga saya sebagai penyusun “Mini Riset (MR)” ini dapat menyelesaikannya dengan baik. Tanpa adanya kesempatan, mustahil penyusun dapat menyelesaikan “Mini Riset (MR)” ini secara tuntas. Mini Riset (MR)” merupakan Tugas Mandiri yang merupakan keharusan dalam mengikuti dan menyelesaikan mata kuliah “Filsafat Manajemen Pendidikan”.  

Selama proses penulisan “Mini Riset (MR)” ini, saya penyusun memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Untuk itu dari hati yang paling dalam saya penyusun menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulisan ini terutama kepada bapak Dr. Irsan Rangkuti, M.Pd.,M.Si, dan Dr. Yasaratodo Wau, M.Pd, sebagai Dosen yang mengampu mata kuliah ini.

Segala kritikan dan masukan dari semua pihak, akan menjadi pengalaman yang sangat berharga bagi saya penyusun demi kesempurnaan “Mini Riset (MR)” ini.

Medan. 24 Mei 2018

Antonius Gultom 


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.                 Latar Belakang Masalah

Pendidikan berkenaan dengan fungsi luas dari pemeliharaan dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat, terutama membawa masyarakat yang masih baru bagi penuaian kewajiban dan tanggung jawab didalam masyarakat. Oleh karena itu pendidikan merupakan proses yang lebih luas dari pada sekedar berlangsung disekolah saja. Pendidikan merupakan aktivitas sosial yang esensial dan krusial bagi masyarakat yang semakin kompleks. Dengan kata lain, pendidikan tidak hanya dilaksanakan oleh para siswa dan mahasiswa berseragam dan beralmamater, juga bukan hanya kegiatan yang dilaksanakan para Guru dan Dosen. Tetapi lebih dari itu, pendidikan mencangkup segala aktvitas hidup dan kehidupan manusia dimana saja dan kapan saja.

Pendidikan di Indonesia adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya. Karena itu, pendidikan di Indonesia menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam keadaan damai maupun perang, dan menyiapkannya untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya (Yusuf al-Qardhawi, 2010:157).

Sejalan dengan itu, pendidikan pada hakikatnya adalah suatu proses manusia atau peserta didik secara sadar, manusiawi yang terus-menerus agar dapat hidup dan berkembang sebagai manusia yang sadar akan kemanusiannya. Demikian pula kesadaran serta kemampuan melaksanakan tugas dan fungsi kehidupan yang diembannya dengan penuh tanggung jawab. Pendidikan memegang kedudukan sentral dalam proses pembangunan dan kemajuan dalam menghadapi tantangan masa depan. Perubahan yang sangat mendalam dan pesat mengharuskan manusia belajar hidup dengan perubahan terus-menerus dengan ketidakpastian dan dengan unpredictability (ketidakmampuan untuk memperhitungkan apa yang akan terjadi). Persoalan yang dihadapi oleh manusia dan kemanusiaan tersebut tak luput juga melibatkan persoalan pendidikan di dalamnya, yaitu sejauh mana pendidikan mampu mengantisipasi dan mengatasi persoalan itu.

Persoalan-persoalan yang dihadapi dunia pendidikan tersebut digambarkan oleh John Vaizey dengan menyatakan bahwa setiap orang yang pernah menghadiri konfrensi internasional di tahun-tahun terakhir ini pasti merasa terkejut akan banyaknya persoalan pendidikan yang memenuhi agenda.

Makin lama makin jelas bahwa organisasi-organisasi internasional itu mencerminkan apa yang terjadi di semua negara di dunia. Hampir tidak ada satu negara pun dewasa ini, di mana pendidikan tidak merupakan topik utama yang diperdebatkan (Muis Sad Iman, 2004:2-3).

Bangsa Indonesia dewasa ini dihadapkan pada ragam persoalan internal dan eksternal yang ditimbulkan oleh berbagai macam perubahan termasuk bidang pendidikan, padahal menurut Hasan Langgulung pendidikan tidak hanya sekedar pemindahan (transmission) nilai-nilai kebudayaan dari suatu generasi kegenerasi berikutnya, akan tetapi juga ada proses transformasi sebagai penuntun umat manusia dalam menjalani kehidupan dan sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradaban umat manusia (Hasan Langgulung, 2008:61).

Tanpa pendidikan, maka diyakini manusia sekarang tidak berbeda dengan generasi manusia masa lampau (Hujair Syaukani, 2007:211). Pendidikan adalah pemberi corak hitam putihnya perjalanan hidup seseorang. Kedudukan ini secara tidak langsung telah menempatkan pendidikan sebagai kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dengan hidup dan kehidupan umat manusia. Dalam hal ini John Dewey berpendapat bahwa pendidikan sebagai salah satu kebutuhan hidup (a necessity of life), salah satu fungsi sosial (a social function), sebagai pembimbing (as direction) dan sebagai sarana pertumbuhan (as meansgrowth) yang mempersiapkan dan membukakan serta membentuk disiplin melalui transmisi yang baik dalam bentuk formal, informal dan non formal (Zuhairini, 2011:1).

Masalah yang berkaitan dengan pendidikan memang mencakup permasalahan yang sangat luas, seluas masalah hidup dan peri kehidupan umat manusia dan telah menjadi objek studi berbagai macam cabang ilmu pengetahuan kemanusiaan (Tadjab, 2014:10).

Manusia dibekali dengan akal, kalbu dan anggota tubuh yang lain untuk meraih ilmu pengetahuan. Manusia dilarang mengikuti sesuatu tanpa ada pengetahuan tentangnya.

Lebih jauh Lodge mengatakan bahwa pendidikan proses hidup dan kehidupan umat manusia itu berjalan serempak dan tak dapat terpisahkan satu sama yang lain (life is education and education is life). Pemikiran dan kajian tentang pendidikan tersebut dilakukan oleh para ahli dalam berbagai sudut ditinjau dari disiplin ilmu seperti ilmu agama, filsafat, sosiologi, ekonomi, politik, sejarah dan antropologi. Dari sudut itulah yang menyebabkan lahirnya cabang ilmu pengetahuan kependidikan yang berpangkal dari sudut tinjauannya yaitu pendidikan agama, filsafat pendidikan, sosiologi pendidikan, sejarah pendidikan, ekonomi pendidikan dan politik pendidikan.

Pada kenyataannya pendidikan merupakan bagian tidak terpisahkan di kehidupan manusia di dunia yang sudah menjadi salah satu tradisi umat manusia, sehingga tidak begitu mengherankan jika dari dulu sampai sekarang pendidikan menjadi tinjauan yang serius dengan manusia dan sangat diperhatikan. Pendidikan merupakan salah satu bentuk usaha manusia dalam rangka mempertahankan kelangsungan eksistensi kehidupan budaya untuk menyiapkan generasi penerus agar dapat bersosialisasi dan beradaptasi dalam budaya yang ada (Imron Rossidy dan Bustanul Amari, 2007:79).

Upaya untuk memperbaiki kondisi kependidikan itu tampaknya perlu dilacak pada akar permasalahannya yang bertumpu pada pemikiran filosofis. Diketahui bahwa secara umum filsafat berupaya menjelaskan inti atau hakekat dari segala sesuatu yang ada dan karenanya ia menjadi induk segala ilmu.

Dapat diutarakan dengan jelas bahwa sistem filsafat menurut Plato dan tokoh-tokoh yang lain dapat dijadikan sebagai dasar terbentuknya suatu filsafat pendidikan. Disisi lain, cabang-cabang sistem filsafat mendasari berbagai pemikiran mengenai pendidikan. Pendidikan dalam konteks upaya merekonstruksi suatu peradaban merupakan salah satu kebutuhan asasi yang dibutuhkan oleh setiap manusia dan kewajiban yang harus diemban oleh Negara agar dapat membentuk masyarakat yang memiliki pemahaman dan kemampuan untuk menjalankan fungsi-fungsi kehidupan selaras serta mampu mengembangkan kehidupannya menjadi lebih baik dari setiap masa ke masa berikutnya.

Sejarah filsafat sangat kaya dengan ide-ide mengenai pendidikan. Ide-ide yang tercetus pada masa lampau dan hanya berlaku pada masa lampau juga. Tetapi ada kalanya ide-ide atau gagasan-gagasan itu masih bisa dipergunakan sebagai pegangan di masa sekarang. Sudah tentu ada gagasan yang tercetus di masa sekarang dan menjadi pegangan pada waktu yang ini pula. Contoh yang bisa diambil misalnya metafisika. Karena tinjauannya yang mendalam mengenai hal-hal dibalik dunia fisik, memberikan dasar-dasar pemikiran cita-cita pendidikan. Epistimologi memberikan landasan pemikiran mengenai kurikulum, aksiologi mengenai masalah nilai dan kesusilaan, sedangkan logika memberikan landasan pikiran mengenai pengembangan pendidikan kecerdasan (Imam Barnadib, 2006:5-6).

Karena itulah kedudukan filsafat sangat berhubungan dengan ilmu-ilmu yang lain. Jika dikatakan bahwa filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu yang ada dan sebagai suatu ilmu yang menyelidiki hakekat pengetahuan manusia maka seluruh ilmu lain harus mempunyai hubungan struktural dan fungsional dalam filsafat. Apabila filsafat diletakkan dalam tanggung jawab bagi pengembangan berpikir kritis dalam membangun kepribadian kreatif agar mampu mempertanggungjawabkan disiplin ilmu yang dikuasai dalam masyarakat, maka arti dan sistem filsafat merupakan sesuatu yang perlu ditelaah dan dimengerti (Abdul Munir Mulkhan, 2003:22).

Filsafat dapat juga dijadikan sebagai pandangan hidup. Jika filsafat itu dijadikan sebagai pandangan hidup oleh suatu masyarakat atau bangsa maka mereka akan berusaha untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan yang nyata. Dari sinilah filsafat sebagai pandangan hidup difungsikan sebagai tolak ukur bagi nilai-nilai tentang kebenaran yang harus dicapai. Peranan filsafat yang mendasari berbagai aspek pendidikan ini sudah tentu merupakan sumbangan utama bagi pembinaan pendidikan. Teori-teori yang tersusun karenanya dapat disebut sebagai pendidikan yang berlandaskan pada filsafat.

Memasuki abad XXI di millennium ketiga ini yang digambarkan oleh banyak ahli dan pakar untuk jauh ke depan diprediksi sebagai Era-Postmodernisme yang inti pokok alur pemikirannya adalah menentang segala hal yang berbau kemutlakan dan baku, menolak dan menghindari suatu sistematika uraian atau pemecahan masalah yang sederhana dan sistematis, serta memanfaatkan nilai-nilai yang berasal dari berbagai aneka ragam sumber (Amin Abdullah, 2005:96-97).

Terlepas dari suka atau tidak, kita semua akan memasuki era dan rancah arus pemikiran spektakuler yang telah merasuk ke dalam sendi-sendi kehidupan manusia di bidang sosial, ekonomi, budaya, politik, dan lain-lain sebagai dampak dan pengaruh globalisasi. Sebagaimana halnya dengan globalisasi tersebut, arus pemikiran postmodernisme juga sekaligus membawa sisi-sisi positif dan negatifnya. Masalahnya sekarang adalah apakah bangsa Indonesia akan terciprat dan tenggelam dalam arus negatifnya, menjadi korban, ataukah sebaliknya akan menjadi pengendali dan pengambil manfaat yang sebesar-besarnya. Dalam hal ini, tugas dan peranan pendidikan adalah amat sulit dan kompleks. Walaupun demikian, langkah-langkah tersebut harus ditunaikan dengan secara maksimal. Pada satu sisi, pendidikan harus mampu mempersiapkan sumber daya manusia seperti yang dikriteriakan di atas, yakni memiliki kualifikasi, berwawasan luas dan profesional di bidangnya masing-masing. Namun pada sisi yang lain, pendidikan juga harus mampu membenahi diri secara internal (ke dalam). Misalnya institusi kelembagaan, manajemen modern, kompetensi dan sebagainya.

Hal tersebut di atas, merupakan harapan-harapan yang ingin dicapai dengan pendidikan menghadapi civil society sebagai sebuah gambaran masyarakat yang memiliki tingkat peradaban dan kemajuan yang amat maju disegala bidang. Pada saat yang demikian itu pula, maka pendidikan di Indonesia berada pada posisi terdepan dan amat strategis, yakni memberikan sumbangsih pendidikan yang bermuatan dan bernuansa etik, moral, mental-spritualitas keagamaan bagi bangsa kita. Manusia mengalami faktor perkembangan dalam hal tantangan, problematika, sudut pandang, zaman dan keadaan alam yang berbeda-beda.

Demikian juga jawaban manusia atas pertanyaan tentang hakekat kenyataan atau dunia berbeda-beda pula. Sehubungan dengan itu, terjadinya aliran filsafat pun bisa disebabkan oleh satu, dua atau beberapa hal.

Diantaranya adalah sebagai berikut:

1)  Perbedaan antara filosof satu dengan filosof yang lain tentang pengalaman, kejadian, renungan, keyakinan, kepercayaan, pengertian dan persepsi tentang alam, benda, dan Tuhan.

2)   Perbedaan antara filosof satu dengan filosof yang lain tentang pengalaman, pendidikan, lingkungan zaman dan pandangan hidup.

3)    Perbedaan antara filosof satu dengan filosof yang lain tentang aspirasi, minat dan kegiatan manusia.

4)   Perbedaan antara filosof satu dengan filosof yang lain tentang faktor alam dan problematika yang dihadapai.

5)        Perbedaan antara filosof satu dengan filosof yang lain tentang perkembangan sejarah atau zaman.

6)        Perbedaan antara filosof satu dengan filosof yang lain tentang lingkungan (pengaruh alam sekitar).

7) Perkembangan teknologi dan ilmu pun membawa pengaruh terhadap perubahan, perkembangan masyarakat dan kebudayaannya termasuk dalam hal pendidikan. Hal itulah yang bisa menyebabkan timbulnya aliran filsafat. Khususnya aliran filsafat pendidikan yang membawa isu-isu pendidikan sesuai dengan tuntutan kebudayaan masyarakat modern yang sedang berubah (Oong Komar, 2006:126-127).

Pembahasan tentang aliran filsafat pendidikan memberikan kontribusi yang berarti bagi dunia pendidikan. Sebagai seorang yang berakal, tentu akan mengetahui bahwa pendidikan dan pengajaran itu memiliki semangat dan jiwa sebagaimana makhluk bernyawa, ia memiliki roh dan hati. Sesungguhnya semangat dan jiwa sistem pendidikan tiada lain hanyalah bayangan gambar dari kepribadian penyusunnya. Itulah yang memberikan kepada sistem pengajaran itu suatu kepribadian yang khusus, semangat dan hati itu sendiri.

Berlainan dengan pendidikan yang diinginkan di Indonesia, maka sistem pengajaran yang diinginkan oleh bangsa Barat berbeda pula. Ia mengandung semangat dan hati tersendiri. Dimana penyusun dan pemikiran tampak dengan jelas, bahwa buah pikiran yang dihasilkan oleh bangsa-bangsa Barat serta keseluruhan dari hasil pemikiran mereka. Bila bangsa Indonesia yang begitu memperhatikan berbagai aspek dalam dunia pendidikan, menganut suatu sistem pengajaran yang berlandaskan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI.

Berangkat dari kerangka berfikir di atas, penulis tertarik untuk mengkaji masalah Perbandingan Aliran Filsafat Pendidikan Barat dalam Perspektif Pendidikan Indonesia untuk dikaji dan dianalisis. Penulis juga berusaha untuk mengkomparasikan (membandingkan) Aliran Filsafat Pendidikan Barat dan Aliran Filsafat Pendidikan Indonesia. Oleh karena itu, penulis memilih judul "Studi Komparatif Alirans Filsafat Pendidikan Barat dan Aliran Filsafat Pendidikan Indonesia", dengan harapan karya tulis ini bisa memberikan sumbangan wawasan bagi kita semua.

B.                Rumusan Masalah

Sehubungan dengan topik bahasan yang dipilih oleh penulis, maka rumusan masalah yang diambil dalam pembahasan ini adalah:

1.    Bagaimana inti kajian dari aliran-aliran filsafat pendidikan Barat bila dibandingkan dengan aliran-aliran filsafat pendidikan Indonesia?.

2.   Apa persamaan dan perbedaan aliran filsafat pendidikan Barat dengan aliran filsafat pendidikan Indonesia?

 

C.                Tujuan dan Kegunaan Penulisan

Sesuai dengan latar belakang, rumusan masalah yang ada, maka tujuan penulisan ini yaitu :

1.        Untuk mengetahui macam-macam Aliran filsafat pendidikan Barat dan untuk mengetahui macam-macam aliran filsafat pendidikan Idonesia.

2.        Untuk mengetahui perbandingan antara aliran filsafat pendidikan Barat dan aliran filsafat pendidikan Indonesia?

 

D.                Manfaat Penulisan

Pembahasan ini diharapkan mampu memberikan manfaat kepada:

1.   Penulis khususnya, menjadi sarana belajar dalam penyusunan suatu karya yang rasional dan mampu menambah wawasan ilmu pengetahuan sebagai bekal untuk kehidupan dimasa yang akan datang.

2.   Kampus Universitas Negeri Medan, Program Studi Manajemen Pendidikan S-3 merupakan pemenuhan tugas yang telah menjadi kewajiban bagi setiap mahasiswa.

3.      Pendidik di lembaga-lembaga pendidikan (khususnya Universitas Negeri Medan), semoga dapat memberikan manfaat sebagai sarana untuk memperluas wacana dan cakrawala keilmuannya.

4.        Pembaca, diharapkan tulisan ini dapat digunakan untuk menambah pengetahuan.

E.                Ruang Lingkup Penulisan

Untuk memudahkan pembahasan ini, maka penulis membatasi ruang lingkup pembahasan yang mana sasarannya lebih ditekankan pada pemikiran  (Perbandingan Aliran Filsafat Pendidikan Barat dan Aliran Filsafat Pendidikan Indonesia).

F.                Telaah Pustaka

Berdasarkan topik bahasan penulis yaitu "Perbandingan Aliran Filsafat Pendidikan Barat dan Aliran Filsafat Pendidikan Indonesia" maka penulis lebih banyak mengacu khusus kepada buku-buku filsafat pendidikan Indonesia dan filsafat pendidikan Barat, dan filsafat umum, buku-buku yang bernuansa pemikiran ataupun dari rujukan yang penulis dapatkan.

Sebatas pengamatan penulis, penulis menemukan temuan terdahulu yang berhubungan dengan topik bahasan penulis yaitu studi komparatif aliran filsafat pendidikan Barat dalam perspektif Indonesia, kemudian penulis mempunyai beberapa rujukan, diantaranya:

1.     Dalam jurnal yang berjudul’’ Pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi tentang Pendidikan Indonesia’’ yang disusun oleh Zaenal Arifin menyimpulkan bahwa pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi yang menghendaki adanya reformulasi terhadap kurikulum pendidikan Indonesia yang tercermin dalam dua belas langkah proses menuju ilmu pengetahuan, setidaknya ada tiga poin penting yang secara filosofis penting dikemukakan dalam hubungannya dengan tawaran untuk memperbaiki kualitas kurikulum pendidikan Indonesia. Pertama, keharusan menguasai khasanah ilmu klasik yang selama ini lebih dikenal dengan religious science. Kedua, keniscayaan untuk mencermati khasanah intelektual Barat modern dengan cara menguasai dan menelaah secara kritis melalui  prespektif bangsa. Ketiga, berdasarkan komunitas yang ada sangat penting mengakomodasi kedua khasanah itu untuk dilakukan sebuah sintesa kreatif, sehingga komunitas tersebut menampilkan bentuk disiplin pengajaran yang utuh, terpadu dan tidak dikotomis di bawah nilai-nilai pendidikan. Perbedaan yang mendasar dengan penulis yaitu penulis lebih mengutamakan perbandingan terhadap aliran filsafat pendidikan Barat dengan filsafat pendidikan Indonesia serta mencari kelemahan dalam dalam keduanya untuk dcarikan penyelesaiannya yaitu dengan tujuan terlaksananya pendidikan Indonesia yang dalam era-globalisasi ini telah dikuasai oleh pendidikan Barat. Dari bahsan diatas, penulis hanya mengambil sebuah pemikiran yang menghendaki adanya reformulasi terhadap kurikulum pendidikan Indonesia yang ada kaitannya dengan terlaksananya tujuan pendidikan Indonesia dewasa ini.

2.       Mini riset yang disusun oleh Aa Dany Khan berjudul “Filsafat Pendidikan menurut K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923) {Relevansinya Bagi Solusi Problem Pendidikan Dewasa Ini}” yang diupload pada tanggal 05 Mei 2018 dalam blognya memaparkan tentang relevansi pemikiran K.H. Ahmad Dahlan mengenai filsafat pendidikan saat ini sehingga bisa menjadi pijakan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan pendidikan yang telah terjadi. Penelitian Dany tersebut belum mengupas tentang hal yang lebih khusus yaitu filsafat pendidikan sebagaimana yang akan penulis. Aa Dany Khan baru menggali filsafat pendidikan dan problematika pendidikan. Sementara perbedaan yang mendasar dengan penulis yaitu penulis lebih mengutamakan perbandingan terhadap aliran filsafat pendidikan Barat dengan filsafat pendidikan Indonesia serta mencari kelemahan dalam keduanya untuk dicarikan penyelesaiannya yaitu dengan tujuan mengembangkan mutu pendidikan Indonesia yang dalam era-globalisasi ini telah dikuasai oleh pendidikan Barat.

3.        Disertasi berjudul Konsep Pendidikan Dari Perspektif Psikologi Humanistik Abaraham Maslow oleh Sulaeman Utama, tahun 2002 mengomparasikan antara konsep pendidikan dan konsep psikologi humanistik Abraham Maslow. Dengan kata lain, penelitian ini berupaya melihat konsep pendidikan dari kaca mata teori Abraham Maslow mengenai psikologi humanistik.

Tulisan ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Suleman. Perbedaan ini terletak pada pokok permasalahan yang dibahas. Tulisan ini murni untuk mengupas tentang dimensi filosofis antara aliran-aliran filsafat pendidikan Barat dan Aliran-aliran filsafat pendidikan Indonesia, kemudian penulis melihat kelemahan dari kedua aliran ini setelah dikomparatifkan dan penulis mendapati persamaan dan perbedaaan yang nantinya akan mendukung tujuan pendidikan Indonesia melalui filsafat pendidikan yang telah terkontaminasi dengan filsafat pendidikan Barat yang semakin berkembang pada era-modern ini.

 


BAB II

KAJIAN TEORI

A.                Filsafat

Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno, philos artinya cinta dan sophia artinya kearifan atau kebijakan. Filsafat berarti cinta yang mendalam terhadap kearifan atau kebijakan. Dan dapat pula diartikan sebagai sikap atau pandangan seseorang yang memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan. Menurut Harold Titus, dalam arti sempit filasafat diartikan sebagai sains yang berkaitan dengan metodologi, dan dalam arti luas filsafat mencoba mengintegrasikan pengetahuan manusia yang berbeda-beda dan menjadikan suatu pandangan yang komprehensif tentang alam semesta, hidup, dan makna hidup. Jadi, filsafat memiliki karakteristik spekulatif, radikal, sistematis, komprehensif, dan universal.

Butler mengemukakan beberapa persoalan yang dibahas dalam filsafat, yaitu:

1)     Metafisika adalah cabang filsafat yang mempersoalkan tentang hakikat yang tersimpul di belakang dunia fenomena, membahas ontologi, teologi, kosmologi, dan antropologi.

2)    Epistemologi ialah cabang filsafat yang membahas atau mengkaji asal, struktur, metode, serta keabsahan pengetahuan.

3)      Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari nilai, yaitu etika dan estetika.

Filsafat, falsafah atau fhilosophia secara harfiah berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran. Maksudnya, setiap orang yang berfilsafah akan menjadi bijaksana. Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut philosopher, yang didalam bahasa Arab disebut failasuf.

Pendapat Sidi Gazalba yang mengartikan filsafat adalah berfikir secara mendalam, sistematik, radikal, dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti atau hakikat mengenai segala yang ada (Sidi Gazalba, 2007:15).

Dari pengertian tersebut ada lima unsur yang mendalami sebuah pemikiran filsafat, yaitu:

1)    Filsafat itu sebuah ilmu pengetahuan yang mengandalkan penggunaan akal (rasio) sebagai sumbernya. Akal digunakan sebagai sumber filsafat, karena filsafat merupakan kegiatan dan proses berfikir.

2)     Tujuan filsafat adalah mencari kebenaran atau hakikat segala sesuatu yang ada.

3)    Objek material filsafat adalah segala sesuatu yang ada. Segala sesuatu yang ada mencakup “ada yang tampak” dan “ada yang tidak tampak”.  Ada yang tampak adalah dunia empiris dan ada yang tidak tampak adalah alam metafisika. Sebagian pakar filsafat membagi objek material filsafat dalam tiga bagian, yaitu yang ada dalam kenyataan, yang ada dalam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan. Adapun objek formal filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal dan objektif tentang yang ada, untuk dapat diketahui hakikatnya (Lasiyo dan Yuono, 2005:6).

4)    Metode yang digunakan dalam berfikir filsafat adalah mendalam, sistematik, radikal, dan universal. Mendalam artinya bukan hanya sekedar berfikir, tetapi bersikap sungguh-sungguh dan tidak berhenti sebelum yang difikirkan dapat dipecahkan. Sistematik artinya menggunakan aturan-aturan tertentu yang secara khusus digunakan dalam logika. Radikal berarti menukik hingga intinya atau akar persoalannya. Universal maksudnya adalah bahwa filsafat tidak dikhususkan untuk kelompok atau wilayah tertentu, tetapi menembus batas-batas etnis, geografis, kultural dan sosial.

5)   Oleh karena itu filsafat menggunakan akal sebagai sumbernya, maka keberhasilan yang dihasilkannya dapat diukur melalui kelogisannya. Paradigma ini dapat diterima semua kalangan selama argumentasi yang dikemukakanya itu benar. Kebenaran ini akan dibantah oleh kebenaran lain yang mempunyai argumentasi yang logis pula. Jadi kebenaran filsafat bersifat tentatif dan relatif.

Dengan kelima unsur diatas, tampak bahwa filsafat merupakan sebuah ilmu pengetahuan, karena memenuhi beberapa syarat ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, banyak ahli yang menyebutkan filsafat sebagai ilmu (science). Dalam kaitan ini, Syaifuddin Anshari bahkan menyebut filsafat sebagai “ilmu istimewa”, karena filsafat mencoba menjawab persoalan-persoalan yang tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa.

 

B.                 Pendidikan

Kata pendidikan berasal dari kata didik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (Dinas P & K, 2003:204).

Pendidikan menurut Ngalim Porwanto yaitu segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan (Ngalim Purwanto, 2007:10).

Dalam kajian dan pemikiran pendidikan terlebih dahulu perlu diketahui dua istilah yang hampir sama bentuknya dan sering dipergunakan dalam dunia pendidikan yaitu paedagogie dan paedagogiek. Paedagogie berarti “pendidikan” sedangkan paedagogiek berarti “ilmu pendidikan”. Paedagogiek atau ilmu pendidikan adalah yang menyelidiki, merenungkan tentang gejala-gejala perbuatan mendidik. Istilah ini berasal dari kata “paedagogia” (yunani) yang berarti pergaulan dengan anak-anak. Sedangkan yang sering digunakan istilah paedagogos adalah seorang pelayan (bujang) pada zaman yunani kuno yang pekerjaannya mengantar dan menjemput anak-anak ke dan dari sekolah. Pedagogos berasal dari kata paedos (anak) dan agoge (saya membimbing, mempimpin)

Perkataan paedagogos yang pada mulanya berarti pelayan kemudian berubah menjadi pekerjaan yang mulia. Karena pengertian paedagoog (dari paedagogos) berarti seorang yang tugasnya, membimbing anak didalam pertumbuhanya kearah berdiri sendiri dan bertanggung jawab.

Dalam pengertian yang sederhana dan umum makna pendidikan adalah sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi bawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada didalam masyarakat dan kebudayaan. Pengertian pendidikan menurut tersebut dapat disimpulkan:

1)        Pendidikan adalah proses pencarian pengetahuan yang dilakukan oleh umat manusia sejak ia dilahirkan (kandungan) sampai dengan meninggal dunia (Jalaluddin, 2001:147).

2)        Pendidikan adalah mempersiapkan dan menumbuhkan beberapa aspek (badan, akal, rohani) pada anak didik atau individu manusia yang prosesnya berlangsung secara terus menerus sejak ia lahir sampai ia meninggal dunia dan di arahkan agar ia menjadi manusia yang berdaya guna dan berhasil guna untuk dirinya dan orang lain (Abu Tauhied, 2010:13).

Berdasarkan beberapa pengertian pendidikan yang telah diuraikan diatas maka terdapat beberapa ciri atau unsur umum dalam pendidikan yang dapat disimpulkan sebagai berikut:

1)        Pendidikan mengandung tujuan yang ingin dicapai, yaitu individu yang kemampuan-kemampuan dirinya berkembang sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidupnya sebagai seorang individu, maupun sebagai warga Negara atau warga masyarakat.

2)        Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan perlu melakukan usaha yang disengaja dan terencana untuk memilih isi (bahan materi), strategi kegiatan, dan tekhnik penilaian yang sesuai.

3)        Kegiatan tersebut dapat diberikan dilingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat berupa pendidikan jalur sekolah (formal), dan pendidikan jalur luar sekolah (informal dan nonformal).

Pendidikan pada hakikatnya akan mencangkup kegiatan mendidik, mengajar dan melatih. Kegiatan tersebut kita laksanakan sebagai suatu usaha untuk mentransformasikan nilai-nilai maka dalam pelaksanaanya, ketiga kegiatan tersebut harus berjalan secara terpadu dan berkelanjutan serasi dengan perkembangan peserta didik dan lingkungan hidupnya. Nilai-nilai yang ditransformasikan mencakup nilai-nilai religi, nilai-nilai akhlak, nilai-nilai kebudayaan, nilai-nilai sains dan teknologi, nilai-nilai seni dan keterampilan.

Nilai-nilai yang ditransformasikan tersebut dalam rangka mempertahankan, mengembangkan, bahkan kalau perlu mengubah kebudayaan yang dimiliki masyarakat. Maka disini akan terlihat bahwa pendididan akan berlangsung dalam kehidupan.

 

C.                Filsafat pendidikan

Menurut Al-Syaibany, filsafat pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan, dan memadukan proses pendidikan (Umar Muhammad Al Toumy Al Syaibani, 2007:19).

Dalam pandangan Jhon Dewey filsafat pendidikan merupakan aplikasi suatu analisis filosof terhadap pendidikan termasuk dalam problematika dalam pendidikan.

Dalam hubungan ini Al-Syaibani menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya sebagai bagian dari kehidupan masyarakat dan kehidupan alam sekitarnya dan pengalaman kemanusiaan merupakan faktor yang integral. Oleh karena itu di simpulkan bahwa filsafat pendidikan adalah sebagai sarana bagi manusia untuk dapat memecahkan berbagai problematika kehidupan yang dihadapinya.

Filsafat pendidikan juga bisa didefinisikan sebagai kaidah filosof dalam bidang pendidikan yang menggambarkan aspek-aspek pelaksanaan falsafah umum dalam upaya memecahkan persoalan-persoalan pendidikan secara peraktis, pendidikan adalah sebagai proses pembentukan kemampuan dasar yang fudamental.

Filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan untuk mencapainya. Dengan demikian, ada baiknya kita melihat beberapa konsep mengenai pengertian pendidikan itu sendiri, baik yang menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional) menuju tabiat manusia.

Dari uraian di atas dapat kita tarik suatu pengertian bahwa filsafat pendidikan sebagai ilmu pengetahuan normatif dalam bidang pendidikan merumuskan kaidah-kaidah norma-norma dan atau ukuran tingkah laku perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan oleh manusia dalam hidup dan kehidupannya.

Menurut Jhon Dewey. Menurut Imam Barnadib filsafat pendidikan merupakan ilmu uang pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidilkan, filsafat pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar yang fudamental, jika dilihat dari fungsinya secara peraktis yang menyangkut: daya pikir (intelektual) maupun daya rasa (emosi), Artinya, pendidikan adalah bimbingan ecara sadar dari pendidik terhadap perkembangan jasmani dan ruhani anak didikmenuju terbentuknya manusia yang memiliki yang utama dan ideal.

 

D.                Pengertian dan Ruang Lingkup Pendidikan Indonesia

1.        Pengertian Pendidikan Indonesia

Ilmu pendidikan adalah ilmu yang membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan persoalan pendidikan atau ilmu yang mempersoalkan pendidikan dan kegiatan pendidikan. Istilah education dalam bahasa inggris yang berasal dari bahasa latin educare yang artinya memasukkan sesuatu, barang kali bermaksud memasukkan ilmu ke kepala orang .

Kata pendidikan sering kali diartikan dalam kehidupan sehari-hari dengan lembaga pendidikan dan adakalah diartikan dengan hasil pendidikan. Menurut Dictionary of education ; Pendidikan diartikan, proses sosial yang di mana orang-orang atau anak dipengaruhi dengan lingkungan yang (sengaja) dipilih dan dikendalikan (misalnya oleh guru di sekolah) sehingga mereka memperolah kemampuan-kemampuan sosial dan perkembangan individu yang optimal. Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara , mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.

Secara garis besar metode pengajaran dapat diklarifikasikan menjadi dua bagian, yakni:

1)        Metode Mengajar Konvensional.

Yaitu metode mangajar yang lazim dipakai oleh guru atau sering disebut metode tradisional. Berikut ini beberapa metode mengajar konvensional, antara lain:

a.        Metode ceramah, tehnik penyampaian pesan pengajaran yang sudah lazim dipakai oleh para guru disekolah. Ceramah diartikan sebagai suatu cara penyampaian bahan secara lisan oleh guru di muka kelas.

b.        Metode diskusi, suatu cara mempelajari materi pelajaran dengan memperdebatkan masalah yang timbul dan saling mengadu argumentasi secara rasional dan objektif.

c.         Metode Tanya jawab, penyampaian pesan penganjaran dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan siswa memberikan jawaban, atau sebaliknya siswa diberi kesempatan bertanya dan guru yang menjawab pertanyaan.

d.        Metode demontrasi dan eksperimen, salah satu tehnik mengajar yang dilakukan oleh seorang guru atau orang lain yang dengan sengaja diminta atau siswa sediri yang ditunjuk untuk memperlihatkan kepada kelas tentang suatu proses cara melakukan sesuatu.

e.         Metode resitasi, metode ini biasa disebut pekerjaan rumah, kerena siswa diberi tugas-tugas secara khusus di luar jam pelajaran.

f.          Metode kerja kelompok, metode kerja kelompok dilakukan atas dasar pandangan bahwa anak didik merupakan suatu kesatuan yang dapat dikelompokkan sesuai dengan kemampuan dan minatnya untuk mencapai suatu tujuan penganjaran tertentu dengan sistem gotong royong.

g.        Metode karya wisata,  metode pengajaran yang dilakuakn dengan mengajak para siswa ke luar kelas untuk mengunjungi suatu peristiwa atau tempat yang ada kaitannya dengan pokok bahasan.

h.        Metode sistem regu, sistem beregu ini merupakan gagasan baru yang berkembang sebagai sakah satu minofasi metode mengajar dan juga dikenal dengan team teaching.

i.          Metode Drill, metode drill atau disebut latihan dimaksudkan untuk memperoleh ketangkasan atau ketrampilan latihan terhadap apa yang dipelajari, kerena dengan melakukannya secara praktis suatu pengetahuan dapat disempurnakan dan disiap-siagakan.

2)        Metode Mengajar Inkonvensional.

Yaitu suatu tehnik mengajar yang baru berkembang dan belum lazim digunakan secara umum, seperti metode mengajar dengan modul, pengjaran berprogram, pengajaran unit, dll.

Guru adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pendidikan dan kedewasaan seorang anak. Jadi seorang yang disebut pendidik itu kerena adanya peranan dan tanggung jawabnya dalam mendidik seorang anak. Selanjutnya siapakah pendidik itu? Menurut Langeveld yang termasuk faktor pendidik itu adalah, pertama, orang tua. Kedua, orang dewasa yang lain yang bertanggung jawab terhadap kedewasaan seorang anak.

Murid (anak didik) adalah anak atau orang yang belum dewasa atau belum memperoleh kedewasaan atau seseorang yang masih menjadi tanggung jawab seorang pendidik tertentu (masih mempunyai ketergantungan) kepada guru (pendidik) kerena sangat memerlukan bantuan pendidiknya untuk dapat menyelenggarakan dan melanjutkan hidupnya baik secara jasmani maupun rohani.

Karakter anak didik:

a.        Seseorang yang belum dewasa atau belum memperoleh kedewasaan ; ia masih menjadi tanggung jawab seorang pendidik tertentu.

b.        Anak yang sedang berkembang; sejak lahir sampai meninggal anak mengalami perkembangan. Kerena itu pendidik harus membantu anak baik perkembangan jiwanya, pengetahuannya, dan penguasaan diriterhadap lingkungan sosialnya.

c.         Dapat dididik dan harus dididik. Anak hakikatnya adalah “animal education” yaitu makhluk yang dapat dididik, kerena anak mempunyai bakat dan disposisi-disposisi yang memunghkinkan pendidikan (Prof. DR. sutari Imam Burnadib, 1987)

Alat dan sarana pendidikan merupakan salah satu faktor pendidikan yang sengaja diadakan dan digunakan untuk pencapaian tujuan pendidikan. Menurut Sutari Imam Barnadib yang dimaksud faktor adalah segala sesuatu yang secara langsung membantu terlaksanakannya pendidikan.

Faktor alat tersebut menurut wujudnya dapat dibagi menjadi:

a.        Berupa benda-benda yang diperlukan dalam pelaksanaan pendidikan, seperti alat-alat yang ada di dalam rumah, alat perlengkapan sekolah, dll. Ini sering disebut “sarana pendidikan”. Benda yang difungsikan untuk menbantu pelaksanaan disebut sarana pendidikan, khusus di sekolah, seperti: bangunan sekolah, ruang belajar, meja kursi belajar, dll.

b.        Bukan merupakan benda tetapi berupa perbuatan pendidik yang digunakan untuk pencapaian pendidikan. Faktor yang kedua ini yang di sebut “alat pendidikan”. Perbuatan pendidik, dapat berupa tindakan atau situasi, seperti: pengajaran ,nasihat, teladan, tata tertib, disiplin. dll.

 

2.        Ruang Lingkup Pendidikan Indonesia

Sedangkan ruang lingkup ilmu pendidikan itu adalah imu yang membicarakan bagaimana cara atau tehnik menyajikan bahan pelajaran terhadap siswa agar tercapai suatu tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efesien. Bila mana dikaitkan dengan pengajaran yang harus disampaikan kepada siswa di sekolah atau madrasah, maka batasannya terletak pada metode atau tehnik apakah yang lebih cocok digunakan dalam penyampaian materi agama tersebut, dan prinsip-prinsip pengajaran yang bagaimanakan yang seharusnya diterapkan oleh seorang guru dalam kegiatan belajar dan mengajar, hal tersebut tentu berkaitan erat dengan metodik khusus dan umum. Di samping memperhatikan prinsip-prinsip umum yang berlaku dalam pengajaran agama secara umum, juga faktor-faktor seperti: tingkatan sekolah, karakteristik siswa, latar belakang sosial dan pendidikan anak sangat perlu dipertimbangkan.

Dari beberapa rumusan tersebut diatas terlihat penekanan pendidikan Indonesi pada bimbingan dan pengajaran yang mengandung konotasi otoritatif pihak pelaksana pendidikan (guru). Dengan bimbingan sesuai, maka anak didik mempunyai ruang yang cukup luas untuk mengaktualisasikan segala potensi yang dimilikinya. Pendidik lebih berfungsi sebagai fasilitator, atau penunjuk jalan kearah penggalian potensi anak didik. Dengan demikian, guru bukanlah segala-galanya, sehingga tidak menganggap anak didik sebagai manusia kosong yang perlu diisi.

Dengan kerangka dasar ini, maka guru menghormati anak didik yang memiliki berbagai potensi. Sehingga dapat dihindari apa yang disebut dengan “ banking system” dalam pendidikan yang banyak dikritik dewasa ini.

 

E.                Hakikat Pendidikan Indonesia

Dunia ini penuh dengan intrik. Semua permasalahan bermunculan dan seakan saling berketerkaitan satu sama lain. Pendidikan menjadi salah satu unsur yang paling sering mendapatkan kecaman, menjadi kambing hitam dibalik semua kerusuhan yang ada. Lantas apakah hakikat pendidikan sebenarnya? Mengacu pada keadaan pendidikan Indonesia yang semakin lama terpuruk dalam jurang kegagalan. Ditilik lebih dalam lagi, sistem pendidikan Indonesia menunjukkan kualitas yang jauh dari harapan. Pelaku pendidikan, objek pendidikan dan perantara pendidikan perlu dibenahi lebih dalam agar mencapai tujuan pendidikan yang didamba. Mengapa harus ada pendidikan? Dengan adanya pendidikan, kita mampu menciptakan generasi bangsa yang siap dan tangguh dalam menjalankan pemerintahan di setiap aspek untuk mencapai kemakmuran.

“…. tujuan pendidikan yang sebenarnya, siswa diharapkan memahami dan mampu mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari dan dijadikan bekal untuk mengarungi masa depan. ….”

Oleh sebab itulah, hakikat pendidikan sangat dibutuhkan untuk mencetak generasi bangsa yang diinginkan. Sekolah merupakan lembaga formal yang dijadikan sebagai fasilitas untuk mewadahi para generasi bangsa dalam mengenal dan belajar tentang hakikat ilmu. Berangkat dari tujuan tersebut, dapat diperoleh suatu pandangan bahwa sekolah merupakan harapan dari masyarakat untuk bisa mewujudkan generasi emas bangsa. Akan tetapi sampai sejauh ini, lembaga sekolah formal masih belum bisa memenuhi harapan.

Dunia pendidikan memang semakin terpuruk dengan ketidakjelasan birokrasi, fasilitas dan penanganan pendidikan yang ada. Jika tidak, bagaimana datangnya angka putus sekolah sebanyak 12 juta siswa di tahun 2007. Fakta tersebut merupakan suatu hal ironi dimana lembaga legislatif seperti DPR dan MPR yang harusnya menjadi panutan masyarakat memberikan bantuan selayaknya pada kekeringan dana di dunia pendidikan, tidak menuntut dibangunnya gedung baru yang seharusnya bisa dialokasikan untuk membantu siswa putus sekolah. Fakta tersebut memang miris namun itu adalah fakta yang terjadi di lingkungan kenegaraan saat ini.

Kembali ke persoalan hakikat pendidikan yang sebenarnya. Kemunculan UAN (Ujian Akhir Nasional) untuk menguji kompetensi akademik kognitif tiap siswa dirasa merupakan sebuah keputusan yang jauh dari tujuan pembelajaran. Apabila dikembalikan pada tujuan pendidikan yang sebenarnya, siswa diharapkan memahami dan mampu mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari dan dijadikan bekal untuk mengarungi masa depan. Dengan keberadaan UAN, siswa bukannya dengan antusias mempelajari dan mengembangkan ilmu yang diperoleh, namun cenderung tertekan karena harus kerja rodi agar tak menanggung malu jika tidak lulus.

Bahkan segala cara digunakan agar dapat lulus dari UAN. Mencontek pun bukan menjadi masalah bahkan direkomendasikan oleh oknum guru agar sekolah tidak menanggung malu jika ada siswanya tidak lulus. Apakah itu hakikat pendidikan yang sebenarnya? Berkaca dari Freire, ia mengatakan bahwa sebenarnya hakikat pendidikan adalah membebaskan. Siswa yang merasa bebas untuk mempelajari studi yang mereka sukai akan lebih mencapai hasil yang maksimal dalam mencapai tujuan pembelajaran.

 

F.                Dasar-dasar Pendidikan Indonesia

Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang diterapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 adalah dasar negara, kepribadian, tujuan dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa, Pancasila merupakan pedoman yang menunjukkan arah, cita-cita dan tujuan bangsa. Demikian pula halnya dengan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia. Pancasila menjadi dasar sistem nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, segai termasuk dalam Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila sehingga pendidikan nasional Indonesia adalah pendidikan Pancasila.

Karena itu, Pancasila harus menjadi semua dasar kegiatan pendidikan di Indonesia. Selain berdasarkan Pancasila, pendidikan nasional juga bercita-cita untuk membentuk manusia Pancasialis, yaitu manusia indonesia yang menghayati dan mengamalkan Pancasila dan sikap perbuatan dan tingkah lakunya, baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Melalui sistem pendidikan nasional diharapkan setiap rakyat indonesia mempertahankan hidupnya, mengembangkan dirinya dan secara bersama-sama membangun masyarakatnya.

Pendidikan di Indonesia memiliki landasan ideal adalah Pancasila, landasan konstitusional ialah UUD 1945, dan landasan oprasional ialah Ketetapan MPR tentang GBHN. Adapun yang dimaksud dengan dasar di sini adalah sesuatu yang menjadi kekuatan bagi tetap tegaknya suatu bangunan atau lainnya, seperti pada rumah atau gedung, maka pondasilah yang menjadi dasarnya.Begitu pula halnya dengan pendidikan, dasar yang dimaksud adalah dasar pelaksanaannya, yang mempunyai peranan penting untuk dijadikan pegangan dalam melaksanakan pendidikan di sekolah-sekolah atau di lembaga-lembaga pendidikan lainnya.

Adapun dasar pendidikan di negara Indonesia secara yuridis formal telah dirumuskan antara lain sebagai berikut:

1)        Undang-Undang tentang Pendidikan dan Pengajaran No. 4 tahun 1950,  Nomor 2 tahun 1945, Bab III Pasal 4 Yang Berbunyi: Pendidikan dan pengajaran berdasarkan atas asas-asas yang termasuk dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar RI dan kebudayaan bangsa Indonesia.

2)        Ketetapan MPRS No. XXVII/ MPRS/ 1966 Bab II Pasal 2 yang berbunyi: Dasar pendidikan adalah falsafah negara Pancasila.

3)        Dalam GBHN tahun 1973, GBHN 1978, GBHN 1983 dan GBHN 1988 Bab IV bagian pendidikan berbunyi: Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila.

4)        Tap MPR Nomor II/MPR/1993 tentang GBHN dalam Bab IV bagian Pendidikan yang berbunyi: Pendidikan Nasional (yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

5)        Undang-undang RI No 2 Tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

6)        Undang-undang RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Dengan demikian jelaslah bahwa dasar pendidikan di Indonesia adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sesuai dengan UUSPN No. 2 tahun 1989 dan UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003.

1)        Pokok-Pokok Isi Pendidikan di Indonesia.

2)        Nilai pancasila, hendaknya dijabarkan dan menjiwai isi pendidikan dalam arti menjadi program dari berbagai jenis dan tingkat pendidikan.

3)        Keseluruhan isi pendidikan harus ditransformasikan secara simultan kepada anak didik demi terbentuknya pribadi- pribadi pancasila.

4)        Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Pelaksanaan Pendidikan

5)        Kegunaannya bagi bangsa Indonesia dan umat manusia.

Pada dasarnya, pendidikan sangat penting untuk dilakukan. Manfaat pendidikan dapat memberikan banyak kegunaan.

1)        Memberikan informasi dan pemahaman.

Manfaat pendidikan pertama adalah untuk meningkatkan serta pemahaman terhadap ilmu pengetahuan secara menyeluruh kepada setiap anggota didik. Hal ini merupakan salah satu hal yang paling penting dan merupakan tujuan serta manfaat utama dari pendidikan. Dengan adanya pendidikan, maka setiap peserta didik akan dibantu dalam memahami dan mengenal berbagai macam ilmu pengetahuan yang terus berkembang.

2)        Menciptakan generasi penerus bangsa.

Manfaat pendidikan yang kedua adalah mampu untuk menciptakan generasi penerus bangsa yang expert atau ahli dalam berbagai bidang. Hal ini berhubungan dengan tersedianya berbagai macam jenjang pendidikan dan juga penjurusan yang ada, sehingga dapat membantu melahirkan banyak sekali generasi muda ynag berguna bagi banyak orang sesuai dengan disiplin ilmu yang dipelajari.

3)        Memperdalam suatu ilmu pengetahuan.

Selain dapat membantu menciptakan generasi bangsa yang baik dan cerdas, pendidikan juga dapat bermanfaat bagi seseorang yang sedang ingin memperdalam suatu disiplin ilmu tertentu. Biasanya manfaat ini akan sangat terasa bagi mereka yang mengabdikan dirinya menjadi peneliti dari suatu disiplin ilmu, dan bertekad mengembangkan ilmu pengetahuan tersebut.

4)        Gelar pendidikan untuk karir.

Pentingnya untuk mendapatkan gelar yang nantinya berguna untuk keperluan karir di masa yang akan datang. Meskipun gelar bukanlah segalanya, namun demikian untuk mendapatkan jenjang karir yang memuaskan, gelar dari bidang atau disiplin ilmu tertentu sangatlah penting. Gelar akan menunjukkan keahlian seseorang terutama dalam bidang pekerjaan dan juga pengembangan karir individu.

5)        Membentuk pola pikir yang ilmiah.

Pola pikir antara mereka yang menempuh pendidikan dan yang tidak pernah menempuh jenjang pendidikan pastilah akan berbeda. Dunia pendidikan memungkinkan seseorang memiliki jalan dan pola pikir yang ilmiah, yaitu terstruktur dan berdasarkan fakta-fakta yang ada.

6)        Mencegah terbentuknya generasi yang “Bodoh”.

Mungkin agak sedikit kasar, namun seperti inilah kenyataannya. Dunia pendidikan sangat baik manfaatnya untuk mencegah terjadinya pembodohan. Dengan adanya pendidikan, maka individu akan semakin memahami hal apa saja yang baik dan juga benar, sehingga dapat mencegah berbagai macam tindak-tindakan bodoh, yang dapat merugikan banyak pihak. 

 

7)        Menambah pengalaman peserta didik.

Manfaat pendidikan lainnya adalah mampu untuk meningkatkan pengalaman-pengalaman bagi para individu dan juga peserta didik. Hal ini tentu saja dapat membantu seseorang untuk bekerja lebih baik lagi, sesuai dengan pengalaman yang sudah pernah mereka peroleh di bangku pendidikan.

8)        Mencapai aktualisasi Diri

Aktualisasi diri merupakan tingkatan tertinggi yang bisa dicapai oleh manusia, dimana dalam aktualisasi diri, seseorang sudah memiliki banyak sekali pengalaman-pengalaman dan juga sudah mampu untuk mengaktualisasikan dirinya. Dengan pendidikan, maka tingkatan aktualisasi diri ini akan tercapai pada diri individu.

9)        Mencegah terjadinya tindak kejahatan.

Dengan adanya pendidikan, maka seseorang akan memahami apa yang baik dan juga apa yang salah. Hal ini tentu saja akan berpengaruh dan juga bermanfaat untuk mencegah terjadinya tindak kejahatan.

10)    Mengajarkan fungsi sosial dalam masyarakat.

Tidak hanya mengajarkan pemahaman mengenai suatu disiplin ilmu tertentu, pendidikan juga mengajarkan mengenai interaksi sosial dalam masyarakat. Hal ini tentu saja akan membantu seseorang memahami fungsi-fungsi sosial yang harus diterapkan didalam masyarakat untuk menjadi individu yang berguna bagi bangsa dan negara.

11)    Meningkatkan produktivitas.

Dengan semakin tingginya pengalaman dan juga tingkat pendidikan dari seseorang, maka hal ini akan berpengaruh pula terhadap kondisi produktivitas dari individu itu sendiri. Menjadi individu yang produktif adalah menjadi individu yang mampu menghasilkan sesuatu, tidak hanya uang, melainkan dapat berguna bagi siapa saja yang membutuhkan.

12)    Mengoptimalkan talenta seseorang.

Setiap orang dipercaya lahir dengan beragam talenta. Kalaupun memang tidak, didalam dunia pendidikan terdapat kesempatan bagi semua orang untuk mengetahui dan juga mengembangkan talenta yang dimiliki. Dengan adanya pendidikan, maka talenta atau bakat serta minat yang dimiliki seseorang dapat berkembang secara optimal dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan orang banyak.

13)    Membentuk karakter bangsa.

Manfaat pendidikan selanjutnya adalah untuk membentuk membentuk karakter bangsa yang bermartabat juga bermoral. Sejalan dengan tujuannya, pendidikan juga harus bermanfaat untuk meningkatkan dan juga membentuk karakter dari bangsa yang bermartabat dan juga bermoral baik. Hal ini tentu saja akan sangat berpengaruh terhadap kemajuan dari negara kita.

 

14)    Memperbaiki cara berfikir individu.

Seiring dengan bertambahnya pengalaman dan juga tingkat pendidikan yang sudah ditempuh oleh individu, maka hal ini tentu saja akan sangat berpengaruh terhadap cara berfikir individu. Cara berfikir dan analisa yang dilakukan oleh seseorang akan meningkat dan akan menjadi lebih baik lagi.

15)    Meningkatkan taraf hidup manusia

Pendidikan juga bermanfaat untuk meningkatkan taraf hidup seseorang dimana mereka yang sudah pernah mengenyam pendidikan akan lebih mengerti rasa saling menghargai.

16)    Membentuk kepribadian seseorang.

Manfaat penting lainnya dari pendidikan adalah mampu untuk membentuk kepribadian seseorang. Beberapa kepribadian yang terbentuk di dalam diri seseorang memang sangat dipengaruhi oleh kualitas dan juga tingkatan pendidikan yang sudah pernah ditempuh oleh individu.

17)    Mencerdaskan anak-anak bangsa.

Manfaat berikutnya, pendidikan sangat penting untuk mencerdaskan berbagai anak-anak bangsa, terutama mereka yang sedang mengenyam pendidikan dasar, harus melalui proses pendidikan dengan baik dan benar agar terbentuk generasi bangsa yang cerdas.

18)    Menjamin terjadinya integrasi sosial

Pendidikan juga dapat meningkatkan integrasi sosial. Hal ini berhubungan dengan meningkatnya pemahaman mengenai fungsi-fungsi sosial yang ada didalam masyarakat, sehingga dengan terbentuknya integritas sosial maka akan terbentuk pula negara yang sejahtera.

19)    Meningkatkan kreativitas.

Dengan menempuh jenjang-jenjang pendidikan, maka hal ini dapat membantu seseorang untuk mengembangkan dan juga meningkatkan kreativitas. Hal ini tentu saja amat berguna bagi individu itu sendiri dan  juga pastinya berguna bagi kehidupan masyarakat luas.

20)    Menciptakan anak-anak bangsa yang cerdas.

Manfaat pendidikan yang terakhir adalah untuk menciptakan anak-anak bangsa menjadi anak yang cerdas, tidak mudah untuk dipengaruhi serta memiliki nilai-nilai moral dan integritas yang tinggi sehingga dapat memajukan dan turut serta dalam membantu pembangunan negara.

Perkembangan secara horizontal (lingkungan dan masyarakat sekelilingnya) dan perkembangan secara vertikal (demi pengembangan itu sendiri). Kegunaannya bagi pembangunan daerah dan nasional serta dalam hubungannya dengan penciptaan lapangan kerja. Lestarinya nilai-nilai luhur kepribadian bangsa Indonesia.

 

 

 

G.                Konsep Pendidikan Indonesia

Konsep bisa diartikan sebagai pokok pertama yang mendasari keseluruhan pemikiran, konsep biasanya hanya ada dalam alam pikiran, atau kadang-kadang tertulis secara singkat. Jika ditinjau dari segi filsafat, konsep adalah suatu bentuk konkretisasi dunia luar ke alam pikiran, sehingga dengan demikian manusia dapat mengenal hakekat sebagai gejala dan proses, untuk dapat melakukan generalisasi segi-segi dan sifat-sifat konsep yang hakiki. Konsep dapat juga berarti ide umum, pengertian, pemikiran, rancangan, rencana dasar.

Beberapa Konsep Pendidikan Umum di Indonesia, sistem pendidikan moderen condong mengarah pada satu sistem dehumanisasi yang ditandai oleh penajaman kajian keilmuan atau spesialisasi terlalu berlebih didalam bidang-bidang spesifik,  jadi sistem pendidikannya condong cuma mengerti manusia pada satu aspek spesifik saja, namun aspek-aspek yang lain diabaikan.

Pendidikan layaknya membuahkan beberapa lulusan yang pola pikir, gaya hidup berbentuk materialistis serta tingkah laku mekanistik, mereka jadi satu generasi yang miskin dapat nilai-nilai kemanusiaan yang hakiki, amat menghawatirkan generasi depan, mereka masuk ke didalam persaingan global halalkan semua langkah untuk meraih keberhasilan material semata.

Gambaran kecenderungan dunia pendidikan tinggi saat ini amat mementingkan pengembangan spesialisasi, sesaat pengembangan nilai-nilai kemanusiaan yang berbentuk universal hampir terabaikan, jadi anak didik butuh dibekali satu kekuatan untuk mengerti, memaknai serta mengamalkan nilai-nilai universal.

Rencana pendidikan umum di indonesia berangkat dari UU No. 20 tahun 2003 perihal sistem pendidikan nasional. Menurut tujuan pendidikan nasional, kurikulum pendidikan nasional indonesia senantiasa berisi nilai-nilai ke-Tuhanan serta kemanusiaan dengan terintegrasi.  Untuk ditingkat perguruan tinggi di sebut mata kuliah basic umum (MKDU) yakni sekelompok mata kuliah yang berikan landasan didalam pengembangan dunia spesialisnya tiap-tiap MKDU dirubah jadi MPK serta MBB ke-2 grup bidang studi ini adalah di antara wujud evaluasi mahasiswa perguruan tinggi Indonesia didalam pencapaian tujuan utama pendidikan nasional, yakni membentuk kepribadian utuh melewati sistem evaluasi dengan terintegrasi gunakan pendekatan multi atau interdisipliner. didalam rencana di Amerika dimaksud general education.

 

H.                Aliran Filsafat Pendidikan Barat

1.        Untuk mengenal perkembangan pemikiran dunia filsafat pendidikan Barat, akan diuraikan garis-garis besar aliran-aliran filsafat pendidikan Barat:

1)        Perenialisme, yaitu pemikiran pada zaman klasik

2)        Esensialisme, yaitu pendidikan lebih baik seperti pada abad pertengahan.

3)        Progresivisme, yaitu pemikiran yang baik adalah pada zaman modern.

4)        Rekontruksialisme, yaitu semua pemikiran terdahulu adalah salah, yang baik adalah yang terbaru.

2.        Berbagai literatur filsafat pendidikan seolah-oleh menemukan muara bahwa filsafat pendidikan adalah perenialisme, esensialisme, progresivisme dan rekonstruksionalisme (Oong Komar, 2006:158-159).

1)        Perenialisme

a.        Perenialisme berakar pada tradisi filosofis klasik yang dikembangkan oleh Plato, Aristoteles, Santo Thomas Aquinas.

b.        Sasaran pendidikan ialah kemampuan menguasai prinsip kenyataaan, kebenaran, dan nilai-nilai abadi dalam arti tak terikat oleh ruang dan waktu.

c.         Nilai bersifat tak berubah dan universal.

d.        Bersifat regresif (mundur) dengan memulihkan kekacauan saat ini melalui nilai zaman pertengahan (renaissance).

2)        Esensialisme

a.        Esensialisme berakar pada ungkapan realisme objektif dan idealisme objektif yang modern, yaitu alam semesta diatur oleh hukum alam sehingga tugas manusia memahami hukum alam adalah dalam rangka penyesuaian diri pengelolanya.

b.        Sasaran pendidikan adalah mengenalkan siswa pada karakter alam dan warisan budaya.

c.         Nilai (kebenaran) bersifat korespondensi/berhubungan antara gagasan dengan fakta secara objektif.

d.        Bersifat konservatif (pelestarian budaya) dengan merefleksiksn humsnisme klasik yang berkembang pada zaman renaissance.

3)        Progresivisme

a.        Progresivisme berakar pada pragmatisme.

b.        Sasaran pendidikan ialah meningkatkan kecerdasan praktis (kompetensi) dalam rangka efektivitas pemecahan masalah yang disajikan melalui pengalaman.

c.         Nilai bersifat relatif, terutama nilai duniawi, menjelajah, aktif, evolusioner, dan konsekuensi perilaku.

d.        Bersifat evolusioner dengan gaya liberalistik.

4)        Rekonstruksionisme

a.        Berakar pada perspektif (sudut pandang) sosiologi pendidikan yang digagas oleh Karl Marx dan Karl Mennheim.

b.        Sasaran pendidikan ialah menciptakan tatanan demokratis yang universal.

c.         Nilai bersifat persetujuan/komitmen yang berkaitan dengan latar belakang sosial dalam era kesejahteraan (welfare state).

d.        Bersifat revolusioner yang akan menuju kehidupan yang sejahtera pada kurun waktu tertentu.

 

I.                   Aliran Filsafat Pendidikan Indonesia

Dalam suatu Proses pembelajaran, tidak terlepas dari pendidikan. Pendidikan ialah proses pengubahan tingkah laku dan sikap seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Dalam arti sempit pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan. Dalam arti luas, pendidikan diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengn kebutuhan.

Upaya proses belajar sepanjang hayat, maka pengertian pendidikan disini adalah merupakan usaha yang berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam masyarakat.karena adanya perubahan dan kemajuan di masyarakat yang disebabkan oleh berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni yang tiada henti-hentinya.

Dengan adanya uraian diatas, maka seorang guru harus pandai dalam mendidik. Oleh karena itu, penulis mengkaji secara garis besar tentang „Aliran-aliran Filsafat yang terdapat di Indonesia“, salah satu filsafat yang akan dikaji adalah Filsafat Pendidikan. Aliran filsafat pendidikan dan penerapan yang sudah diterapkan di Indonesia.

1.        Aliran Filsafat Pendidikan Idealisme

Tokoh aliran idealisme adalah Plato (427-374 SM), murid Sokrates. Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak mengalami perubahan serta penggeseran, yang mengalami gerak tidak dikategorikan idea. Keberadaan idea tidak tampak dalam wujud lahiriah, tetapi gambaran yang asli hanya dapat dipotret oleh jiwa murni. Alam dalam pandangan idealisme adalah gambaran dari dunia idea, sebab posisinya tidak menetap. Sedangkan yang dimaksud dengan idea adalah hakikat murni dan asli.

Aliran idealisme kenyataannya sangat identik dengan alam dan lingkungan sehingga melahirkan dua macam realita.

Pertama, yang tampak yaitu apa yang dialami oleh kita selaku makhluk hidup dalam lingkungan ini seperti ada yang datang dan pergi, ada yang hidup dan ada yang demikian seterusnya. Kedua, adalah realitas sejati, yang merupakan sifat yang kekal dan sempurna (idea), gagasan dan pikiran yang utuh di dalamnya terdapat nilai-nilai yang murni dan asli, kemudian kemutlakan dan kesejatian kedudukannya lebih tinggi dari yang tampak, karena idea merupakan wujud yang hakiki.

Prinsipnya, aliran idealisme mendasari semua yang ada. Yang nyata di alam ini hanya idea, dunia idea merupakan lapangan rohani dan bentuknya tidak sama dengan alam nyata seperti yang tampak dan tergambar. Sedangkan ruangannya tidak mempunyai batas dan tumpuan yang paling akhir dari idea adalah arche yang merupakan tempat kembali kesempurnaan yang disebut dunia idea dengan Tuhan, arche, sifatnya kekal dan sedikit pun tidak mengalami perubahan.

Aliran idealisme berusaha menerangkan secara alami pikiran yang keadaannya secara metafisis yang baru berupa gerakan-gerakan rohaniah dan dimensi gerakan tersebut untuk menemukan hakikat yang mutlak dan murni pada kehidupan manusia. Demikian juga hasil adaptasi individu dengan individu lainnya. Walaupun katakanlah idealisme dipandang lebih luas dari aliran yang lain karena pada prinsipnya aliran ini dapat menjangkau hal-ihwal yang sangat pelik yang kadang-kadang tidak mungkin dapat atau diubah oleh materi.

 

2.        Aliran Filsafat Pendidikan Realisme

Menurut realisme, kualitas nilai tidak dapat ditentukan secara konseptual, melainkan tergantung dari apa atau bagaimana keadaannya bisa dihayatioleh subjek tertentu dan selanjutnya akan tergantung pula dari sikap subjek tersebut. Teori lain yang muncul dari realisme disebut determinismetis. Dikatakan bahwa semua yang ada dalam alam ini, termasuk manusia, mempunyai hubungan hingga merupakan rantai sebab akibat.

Realisme dalam berbagai bentuk menurut Kattsoff (1996:126) menarik garis pemisah yang tajam antara yang mengetahui dan yang diketahui, dan pada umumnya cenderung ke arah dualisme atau monisme materialistik.

Menurut Amos Comenius: Manusia selalu berusaha untuk mencapai tujuan hidup berupa keselamatan dan kebahagiaan hidup yang abadi dan kehidupn dunia yang sejahtera serta damai. Oleh karena itu dalam pembelajaran sangat ditekankan dengan penggunaan metode peragaan atau metode peragaan merupakan suatu keharusan dalam proses belajar mengajar, sehingga beliau dijuluki sebagai Bapak Keperagaan dalam Belajar Mengajar

Dengan demikian pandangan-pandangan realisme mengenai pendidikan mencerminkan dua jenis determinasi mutlak dan determinasi terbatas :

1)        Determinisme Mutlak, menunjukkan bahwa belajar adalah mengenal hal-hal yang tidak dapat dihalang-halangi adanya, jadi harus ada yang bersama-sama membentuk dunia ini.

2)        Determinisme Terbatas, memberikan gambaran kurangnya sifat pasif mengenai belajar. Bahwa meskipun pengenalan terhadap hal-hal yang kuantitatif didunia ini tidak berarti dimungkinkan adanya penguasaan terhadap mereka, namun kemampuan akan pengawasan diperlukan.

 

3.        Aliran Filsafat Pendidikan Materialisme

Aliran materialisme adalah suatu aliran filsafat yang berisikan tentang ajaran kebendaan, dimana benda merupakan sumber segalanya, sedangkan yang dikatakan materialistis mementingkan kebendaan menurut materialisme (Poerwadarminta, 1984:638). Materialisme, yang berpendapat bahwa kenyatan yang sebenarnya adalah alam semesta badaniah. Aliran ini tidak mengakui adanya kenyataan spiritual. Aliran materialisme memiliki dua variasi yaitu materialisme dialektik dan materialisme humanistis. Menurut Noor Syam, (1986:162-163) semuanya adalah materi, serba zat, serba benda, manusia merupakan makhluk ilmiah yang tidak punya perbedaan dengan alam semesta demikian juga wujudnya yang merupakan makrokosmos, dan tingkah laku manusia pada prosesnya sejalan dengan sifat dan gerakan peristiwa alamiah, yang terkait dengan benda dan menjadi bagian dari hukum alam.

Karl Marx, memberikan suatu pandangan bahwa kenyataan yang ada adalah dunia materi, dan didalam suatu susunan kehidupan yaitu masyarakat, pada muatannya terdapat berupa kesadaran-kesadaran yang menumbuhkan ide serta teori serta pandangan yang semuanya adalah suatu gambaran yang nyata.

 

4.        Aliran Filsafat Pendidikan Pragmatisme

Pragmatisme merupakan aliran paham dalam filsafat yang tidak bersikap mutlak (absolut) tidak doktriner tetapi relatif tergantung kepada kemampuan minusia.

Filsafat ini dipandang sebagai filsafat Amerika asli, pada hal kenyataan yang sebenarnya adalah berpangkal pada filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa sumber pengetahuan manusia adalah apa yang manusia alami. Tokoh yang terkenal filsafat ini adalah Charles Sandre Pierce (1839-1914), William James (1842-1910) dan John Dewey (1859-1952). Pragmatisme berasal dari kata ”pagma” yang berarti praktik atau aku berbuat. Pendidikan menurut pandangan pragmatisme bukan merupakan suatu proses pembentukan dari luar dan juga bukan merupakan suatu pemerkahan kekuatan-kekuatan laten dengan sendirinya (unfolding), melainkan merupakan suatu proses reorganisasi dan rekonstruksi dari pengalaman-pengalaman individu; yang berarti bahwa setiap manusia selalu belajar dari pengalamannya.

Menurut John Dewey (Sadulloh. 2003), pendidikan perlu didasarkan pada tiga pokok pemikiran, yakni:

1)        Pendidikan merupakan kebutuhan untuk hidup

2)        Pendidikan sebagai pertumbuhan

3)        Pendidikan sebagai fungsi sosial

 

5.        Aliran Filsafat Pendidikan Eksistensialisme

Eksistensialisme adalah aliran filsafat yg pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar.

Eksistensialisme adalah salah satu aliran besar dalam filsafat, khususnya tradisi filsafat Barat. Eksistensialisme mempersoalkan keber-Ada-an manusia, dan keber-Ada-an itu dihadirkan lewat kebebasan. Pertanyaan utama yang berhubungan dengan eksistensialisme adalah melulu soal kebebasan. Apakah kebebasan itu? bagaimanakah manusia yang bebas itu? dan sesuai dengan doktrin utamanya yaitu kebebasan, eksistensialisme menolak mentah-mentah bentuk determinasi terhadap kebebasan kecuali kebebasan itu sendiri. Dalam studi sekolahan filsafat eksistensialisme paling dikenal hadir lewat Jean-Paul Sartre, yang terkenal dengan diktumnya "human is condemned to be free", manusia dikutuk untuk bebas, maka dengan kebebasannya itulah kemudian manusia bertindak. Pertanyaan yang paling sering muncul sebagai derivasi kebebasan eksistensialis adalah, sejauh mana kebebasan tersebut bebas? atau "dalam istilah orde baru", apakah eksistensialisme mengenal "kebebasan yang bertanggung jawab"? Bagi eksistensialis, ketika kebebasan adalah satu-satunya universalitas manusia, maka batasan dari kebebasan dari setiap individu adalah kebebasan individu lain. Namun, menjadi eksistensialis, bukan melulu harus menjadi seorang yang lain-daripada-yang-lain, sadar bahwa keberadaan dunia merupakan sesuatu yang berada diluar kendali manusia, tetapi bukan membuat sesuatu yang unik ataupun yang baru yang menjadi esensi dari eksistensialisme. Membuat sebuah pilihan atas dasar keinginan sendiri, dan sadar akan tanggung jawabnya dimasa depan adalah inti dari eksistensialisme. Sebagai contoh, mau tidak mau kita akan terjun ke berbagai profesi seperti dokter, desainer, insinyur, pebisnis dan sebagainya, tetapi yang dipersoalkan oleh eksistensialisme adalah, apakah kita menjadi dokter atas keinginan orang tua, atau keinginan sendiri.

Filsafat ini memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Secara umum, eksistensialisme menekankan pilihan kreatif, subjektifitas pengalaman manusia dan tindakan kongkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat manusia atau realitas.

Beberapa tokoh dalam aliran ini : Jean Paul Satre, Soren Kierkegaard, Martin Buber, Martin Heidegger, Karl Jasper, Gabril Marcel, Paul Tillich.

 

Eksistensialisme:

1)        Menekankan pada individual dalam proses progresifnya dengan pemikiran yang merdeka dan otentik.

2)        Pada dasarnya perhatian dengan kehidupan sebagai apa adanya dan tidak dengan kualitas-kualitas abstraknya.

3)        Membantu individu memahami kebebasan dan tanggung jawab pribadinya. Jadi, menggunakan pendidikan sebagai jalan mendorong manusia menjadi lebih terlibat dalam kehidupan sebagaimana pula dengan komitmen tindakannya.

4)        Individu seharusnya senantiasa memperbaiki diri dalam kehidupan dunia yang terus berubah.

5)        Menekankan pendekatan “I-Thou” (Aku-Kamu) dalam proses pendidikan, baik guru maupun murid.

6)        Promosikan pendekatan langsung-mendalam (inner-directed) yang humanistik; dimana siswa bebas memilih kurikulum dan hasil pendidikannya.

 

6.        Aliran Filsafat Pendidikan Progresivisme

Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita yang umum dan bahwa manusia berkembang terus menerus dalam arah yang posisitf. Apa yang dipandang benar sekrang belum tentu benar pada masa yang akan dating. Oleh sebab itu, peserta didik bukan dipersiapkan untuk menghidupi kehidupan masa kini, melainkan mereka harus dipersiapkan menghadapi kehidupan masa dating. Permasalahan hidup masa kini tidk akan sama dengan permasalahan hidup masa yang akan dating. Pengalaman menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal; menyala. tidak pernah sampai pada yang paling ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai berkembang terus karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan dalam kehudayaan. Belajar berfungsi untuk :mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat kompleks. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

Guru pendidik harus berperan sebagai pembimbing dan fasilitator agar peserta didik terdorong dan terbantu untuk mempelajari dan memiliki pengalaman tentang hal yang penting bagi kehidupan mereka, bukan memberikan sejumlah kebenaran yang disebut abadi.

Progresivisme menekankan pada perubahan dan sesuatu yang baru. Progresivisme berpendapat bahwa tidak ada teori realita yang umum dan ini bertentangan dengan perenialisme. Pengalaman menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal, tidak pernah sampai pada yang paling extrim serta pluralistis. Menurutnya nilai berkembang terus karena adanya pengalaman -pengalaman baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan.

 

Progresivisme:

1)        Suka melihat manusia sebagai pemecah persoalan (problem-solver) yang baik.

2)        Oposisi bagi setiap upaya pencarian kebenaran absolut.

3)        Lebih tertarik kepada perilaku pragmatis yang dapat berfungsi dan berguna dalam hidup.

4)        Pendidikan dipandang sebagai suatu proses.

5)        Mencoba menyiapkan orang untuk mampu menghadapi persoalan aktual atau potensial dengan keterampilan yang memadai.

6)        Mempromosikan pendekatan sinoptik dengan menghasilkan sekolah dan masyarakat bagi humanisasi.

7)        Bercorak student-centered.

8)        Pendidik adalah motivator dalam iklim demoktratis dan menyenangkan.

9)        Bergerak sebagai eksperimentasi alamiah dan promosi perubahan yang berguna untuk pribadi atau masyarakat.

 

7.        Aliran Filsafat Pendidikan Perenialisme

Perenialisme berpendirian bahwa untuk mengembalikan keadaan kacau balau seperti sekarang ini, jalan yang harus ditempuh adalah kembali kepada prinsip-prinsip umum yang telah teruji. Menurut. perenialisme, kenyataan yang kita hadapi adalah dunia dengan segala isinya. Perenialisme berpandangan hahwa persoalan nilai adalah persoalan spiritual, sebab hakikat manusia adalah pada jiwanya. Sesuatu dinilai indah haruslah dapat dipandang baik.

Beberapa pandangan tokoh perenialisme terhadap pendidikan:

1)        Program pendidikan yang ideal harus didasarkan atas paham adanya nafsu, kemauandan akal (Plato).

2)        Perkemhangan budi merupakan titik pusat perhatian pendidikan dengan filsafat sebagai alat untuk mencapainya ( Aristoteles).

3)        Pendidikan adalah menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur agar menjadi aktif atau nyata (Thomas Aquinas).

Adapun norma fundamental pendidikan menurut J. Maritain adalah cinta kebenaran, cinta kebaikan dan keadilan, kesederhanaan dan sifat terbuka terhadap eksistensi serta cinta kerjasama.

 

Perenialisme:

1)        Berhubungan dengan perihal sesuatu yang terakhir. Cenderung menekankan seni dan sains dengan dimensi perennial yang bersifat integral dengan sejarah manusia.

2)        Pertama yang harus diajarkan adalah tentang manusia, bukan mesin atau teknik. Sehingga tegas aspek manusiawinya dalam sains dan nalar dalam setiap tindakan.

3)        Mengajarkan prinsip-prinsip dan penalaran ilmiah, bukan fakta.

4)        Mencari hukum atau ide yang terbukti bernilai bagi dunia yang kita diami.

5)        Fungsi pendidikan adalah untuk belajar hal-hal tersebut dan mencari kebenaran baru yang mungkin.

6)        Orientasi bersifat philosophically-minded. Jadi, fokus pada perkembangan personal.

Memiliki dua corak:

a.        Perennial Religius: Membimbing individu kepada kebenaran utama (doktrin, etika dan penyelamatan religius). Memakai metode trial and error untuk memperoleh pengetahuan proposisional.

b.        Perennial Sekuler: Promosikan pendekatan literari dalam belajar serta pemakaian seminar dan diskusi sebagai cara yang tepat untuk mengkaji hal-hal yang terbaik bagi dunia (Socratic method). Disini, individu dibimbing untuk membaca materi pengetahuan secara langsung dari buku-buku sumber yang asli sekaligus teks modern. Pembimbing berfungsi memformulasikan masalah yang kemudian didiskusikan dan disimpulkan oleh kelas. Sehingga, dengan iklim kritis dan demokratis yang dibangun dalam kultur ini, individu dapat mengetahui pendapatnya sendiri sekaligus menghargai perbedaan pemikiran yang ada.

 

8.        Aliran Filsafat Pendidikan Esensialisme

Esensialisme berpendapat bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela yang mengatur dunia beserta isinya dengan tiada cela pula. Esensialisme didukung oleh idealisme modern yang mempunyai pandangan yang sistematis mengenai alam semesta tempat manusia berada. Esensialisme juga didukung oleh idealisme subjektif yang berpendapat hahwa alam semesta itu pada hakikatnya adalah jiwa/spirit dan segala sesuatu yang ada ini nyata ada dalam arti spiritual. Realisme berpendapat bahwa kualitas nilai tergantung pada apa dan bagaimana keadaannya, apabila dihayati oleh subjek tertentu, dan selanjutnya tergantung pula pada subjek tersebut. Menurut idealisme, nilai akan menjadi kenyataan (ada) atau disadari oleh setiap orang apabila orang yang bersangkutan berusaha untuk mengetahui atau menyesuaikan diri dengan sesuatu yang menunjukkan nilai kepadanya dan orang itu mempunyai pengalaman emosional yang berupa pemahaman dan perasaan senang tak senang mengenai nilai tersehut. Menunut realisme, pengetahuan terbentuk berkat bersatunya stimulus dan tanggapan tententu menjadi satu kesatuan. Sedangkan menurut idealisme, pengetahuan timbul karena adanya hubungan antara dunia kecil dengan dunia besar. Esensialisme berpendapat bahwa pendidikan haruslah bertumpu pada nilai- nilai yang telah teruji keteguhan-ketangguhan, dan kekuatannya sepanjang masa.

Essensialisme adalah suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik terhadap trend-trend progreif di sekolah-sekolah. Essensialisme, berpendapat bahwa kultur kita telah memiliki suatu inti pengetahuan umum yang harus diberikan di sekolah-sekolah dalam suatu cara yang sistematik dan berdisiplin. Essensialisme menekankan pada apa yang mendukung pengetahuan dan keterampilan yang diyakini penting yang harus diketahui oleh para anggota masyarakat yang produktif.

Essensialisme, sepertihalnya perenialisme dan progresivisme bukan merupakan suatu aliran filsafat tersendiri, yang mendirikan suatu bangunan filsafat, malainkan suatu gerakan dalam pendidikan yang memprotes terhadap pendidikan progresivisme. Essensialisme mengadakan protes tersebut tidak menolak atau menentang secara keseluruhan pandangan progresivisme seperti halnya yang dilakukan perenislisme.

Dua aliran filsafat – idealisme dan realisme – yang membentuk corak essensialisme sebagai pendukung essensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing.

1)        Berkaitan dengan hal-hal esensial atau mendasar yang seharusnya manusia tahu dan menyadari sepenuhnya tentang dunia dimana mereka tinggal dan juga bagi kelangsungan hidupnya.

2)        Menekankan data fakta dengan kurikulum yang tampak bercorak vokasional.

3)        Konsentrasi studi pada materi-materi dasar tradisional seperti: membaca, menulis, sastra, bahasa asing, matematika, sejarah, sains, seni dan musik.

4)        Pola orientasinya bergerak dari skill dasar menuju skill yang bersifat semakin kompleks.

5)        Perhatian pada pendidikan yang bersifat menarik dan efisien.

6)        Yakin pada nilai pengetahuan untuk kepentingan pengetahuan itu sendiri.

7)        Disiplin mental diperlukan untuk mengkaji informasi mendasar tentang dunia yang didiami serta tertarik pada kemajuan masyarakat teknis.

 

9.        Aliran Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme

Rekonstruksionisme adalah suatu kelanjutan yang logis dari cara berpikir progresifisme dalam pendidikan. Tidak cukup kalau individu belajar hanya dari pengalaman-pengalaman kemasyarakatan di sekolah. Tujuan pendidikan adalah untuk menumbuhkan kesadaran peserta didik akan masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi manusia bukan hanya nasional, regional, akan tetapi juga ecara global.

Brameld (Sadulloh:2003) mengemukakan teori pendidikan rekonstruksionisme terdiri dari lima tesis.

Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:

1)        Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.

2)        Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.

3)        Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.

4)        Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.

5)        Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.

6)        Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik miknat pelajar.

Konstruktivisme merupakan satu pendekatan yang didapati sesuai dipraktikkan dalam pengajaran dan pembelajaran sains. Dalam pendekatan ini murid dianggap telah mempunyai idea yang tersendiri tentang sesuatu konsep yang belum dipelajari. Idea tersebut mungkin benar atau tidak.

 

Rekonstruksionisme:

1)        Promosi pemakaian problem solving tetapi tidak harus dirangkaikan dengan penyelesaian problema sosial yang signifikan.

2)        Mengkritik pola life-adjustment (perbaikan tambal-sulam) para Progresivist.

3)        Pendidikan perlu berfikir tentang tujuan-tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Untuk itu pendekatan utopia pun menjadi penting guna menstimuli pemikiran tentang dunia masa depan yang perlu diciptakan.

4)        Pesimis terhadap pendekatan akademis, tetapi lebih fokus pada penciptaan agen perubahan melalui partisipasi langsung dalam unsur-unsur kehidupan.

5)        Pendidikan berdasar fakta bahwa belajar terbaik bagi manusia adalah terjadi dalam aktivitas hidup yang nyata bersama sesamanya.

6)        Learn by doing! (Belajar sambil bertindak).

 

J.                  Ciri-ciri Filsafat Pendidikan Idonesia

Filsafat pendidikan indonesia adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan, hal ini memiliki ciri-ciri, seperti :

1.        Kritis mempertanyakan segala sesuatu permasalahan yang dihadapi manusia.

2.        Terdalam tidak hanya sampai pada fakta-fakta yang khusus dan empiris tetapi sampai pada inti yang terdalam yaitu subtansinya bersifat universal. Kaelan(2002:13).

3.        Konseptual tidak hanya pada persepsi belaka tapi sampai pada pengertian yang bersifat konseptual.

4.        Koheren berfilsafat yang berusaha menyusun suatu bagan secara runtut, misalnya A B C D E F G, dst.

5.        Rasional sesuai dengan nalar, hubungan logis antara bagian bagan konseptual.

6.        Menyeluruh pemikiran yang tidak hanya berdasarkan pada fakta yaitu tudak sampai pada kesimpulan khusus tetapi sampai pada kisimpulan yang paling umum.

7.        Universal sampai pada kesimpulan yang paling umum bagi seluruh umat manusia dimanapun. Kapanpun dan dalam keadaan apapun.

8.        Spekulatif pengajuan dugaan-dugaan yang masuk akal (rasional) yang melampaui batas-batas akal

9.        Sistematis ada hubungan antar unsure ysng runtut tetapi rasional inlah yang dimaksud sistematis.

10.    Bebas berfikir secara bebas untuk sampai pada kakekat yang terdalam dan universal.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

METODE RISET

 

A.                Jenis Riset

Jenis tugas ini adalah kajian (riset) pustaka atau library research. Riset kepustakaan adalah riset yang dilaksanakan dengan menggunakan literatur (kepustakaan), baik berupa buku, catatan atau laporan-laporan hasil riset dari peneliti terdahulu (Iqbal Hasan, 2002:11).

Riset ini bersifat kualitatif karena uraian datanya bersifat deskriptif, lebih menekankan proses dari pada hasil, menganalisis data secara induktif dan rancangan yang bersifat sementara (Lexy J Moleong, 2006:11).

Metode riset kualitatif disebut juga sebagai metode interpretative karena data hasil riset lebih berkenaan dengan interpretasi terhadap data yang ditemukan di lapangan (Sugiyono, 2008:7-8).

Apa yang akan dimasukkan melalui deskripsi tergantung pada pertanyaan yang berusaha dijawab oleh penulis. Sering keseluruhan aktivitas dilaporkan secara detail dan mendalam karena mewakili pengalaman khusus. Deskripsi ini ditulis dalam bentuk narasi untuk melengkapi gambaran menyeluruh tentang apa yang akan terjadi dalam aktivitas atau peristiwa yang dilaporkan (Emzir, 2008:174-175).

 

B.                Sumber-Sumber Data

1.        Sumber data primer

Sumber data primer dari riset ini adalah Buku Muhaimin. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Surabaya: Pustaka Pelajar, 2003.

2.        Sumber data sekunder

Data sekunder dalam riset ini diambil dari berbagai literatur seperti buku, situs internet seperti dan segala data yang berkaitan dengan riset, sehingga dapat membantu dalam menganalisa tulisan penulis yang berjudul “Studi Komparatif Aliran Filsafat Pendidikan Barat dan Aliran Filsafat Pendidikan Indonesia”.

Secara garis besar sumber bacaan dapat dibedakan menjadi dua yaitu: sumber acuan umum dan sumber acuan khusus. Kelompok sumber acuan umum yaitu berwujud teori dan konsep, biasanya terdapat dalam buku-buku teks, ensiklopedia atau yang sejenisnya. Kelompok sumber acuan khusus yaitu berwujud teori dan konsep yang biasanya hasil-hasil penelitian terdahulu, jurnal ilmiah, buletin, penelitian maupun disertasi yang mendukung sumber acuan umum (Ida Bagoes Mantra, 2004:55).

Sumber acuan umum adalah data yang diperoleh dari buku-buku yang membahas tentang filsafat pendidikan Barat dan buku-buku yang membahas tentang filsafat pendidikan Indonesia. Sumber acuan umumnya adalah:

1)        Zuhairini. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2009.

2)        Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat, Alih Bahasa Soejono Soemargono, Yogyakarta: Medio Agustus, 1987.

3)        Singgih Iswara & Hadi Sriwiyana. Filsafat Ilmu dalam Pendidikan Tinggi, Jakarta: Cintya Press, 2010.

Kelompok sumber acuan khusus atau sumber penunjangnya adalah data-data (acuan) yang diperoleh dari buku-buku, jurnal-jurnal atau buletin-buletin yang masih relevan dengan pokok bahasan yang berkaitan dengan judul ini.

 

C.                Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode dokumentasi. Dokumentasi merupakan metode pengumpulan data dengan cara melihat dan mempelajari dengan menggunakan laporan-laporan, catatan catatan, arsip yang ada serta materi-materi yang diperoleh selama ada di bangku kuliah.

 

D.                Metode Analisis Data

Metode analisis data ini di sebut juga metode pengolahan data yang mengandung pengertian proses mengorganisasikan dan mengurutkan data dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Lexi J. Moleong, 2006:103).

Maka dalam menganalisis data, penulis menggunakan teknik analisis data deskriptik analitik. Yaitu data-data yang berkaitan dengan tema yang diteliti yang dikumpulkan, dan diklasifikasi yang kemudian dilakukan deskripsi yaitu memberikan penafsiran atau uraian tentang data yang telah terkumpul, di analisis dan ditafsirkan kemudian disimpulkan dengan metode induktif dan deduktif.

Metode induktif adalah metode pembahasan yang berangkat dari fakta fakta khusus kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum (Sutrisno Hadi, 2007:36). Sedangkan metode deduktif adalah metode pembahasan yang berangkat dari pengetahuan yang sifatnya umum kemudian ditarik kepada peristiwa khusus (Sutrisno Hadi, 2007:42).

Penelitian ini juga bersifat kausal komparatif (perbandingan), yakni dilakukan melalui lima tahap yaitu:

1)      Penentuan masalah penelitian.

2)      Penentuan kelompok yang memiliki karakteristik yang ingin diteliti.

3)      Pemilihan kelompok pembanding.

4)      Pengumpulan data

5)      Analisis data (Strauss dan Juliet Corbin, 2003:10-11).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

PEMBAHASAN

 

A.                Kajian dari aliran-aliran filsafat pendidikan barat bila dibandingkan dengan aliran-aliran filsafat pendidikan Indonesia.

Istilah “perenialisme” berasal dari kata lain latin “perenis” yang berarti    “abadi” atau “kekal”. Aliran filsafat pendidikan yang disebut perenialisme berpendapat bahwa prinsip-prinsip dasar pendidikan itu bersifat abadi atau tetap, dan tak berubah sepanjang zaman. Aliran ini mendapatkan dukungan baik dari kaum realis maupun kaum idealis yang mempertahankan pentingnya prinsip-prinsip dasar pendidikan yang berlaku mutlak mengatasi batas-batas ruang dan waktu. Bagi mereka realitas sejati itu pada dasarnya tetap tak berubah. Kodrat manusia pada hakekatnya tetap, demikian juga apa yang disebut kebenaran atau kebaikan. Apa yang disebut benar dan baik akan tetap benar dan baik entah dimana dan kapan saja. Atas dasar prinsip ini, maka pendidikan pun mesti mengacu pada prinsip-prinsip yang bersifat abadi (Tholib, 2008:99).

Dalam hal pendidikan, perenialisme memandang bahwa tujuan utama pendidikan adalah untuk membantu siswa dalam memperoleh dan merealisasikan kebenaran abadi. Aliran ini menilai bahwa kebenaran itu bersifat universal dan konstan. Maka jalan untuk mencapainya adalah melatih intelek dan disiplin mental. Tujuan pendidikan tersebut terurai dalam format kurikulum yang berpusat pada materi (Content Based, Subject-Centered) dan mengutamakan disiplin ilmu sastra, matematika, bahasa, humaniora, sejarah, dan lain-lain.

Guru dalam pandangan perenialisme,  mestilah orang yang menguasai betul terhadap disiplin ilmunya, sehingga mampu mengarahkan muridnya menuju pada kebenaran. Sedangkan sekolah berperan untuk melatih intelektual demi tercapainya kebenaran, dimana kebenaran tersebut suatu ketika akan diwariskan kepada generasi berikutnya. Oleh karena itu, sekolah harus mampu menyiapkan anak-anak dan remaja dalam menghadapi kehidupannya. Dalam hal ini, Robert M. Hutchin yang merupakan pelopor perenialis di Amerika, menyatakan: education implies teaching. Teaching implies knowledge. Knowledge is truth. The truth is everywhere the same. Hence, education should be everywhere the same (Rachman Assegaf, 2011: 194-195).

 

1.        Aliran Perenialisme

Teori dasar dalam belajar menurut perenialisme terutama:

1)        Mental discipline sebagai teori dasarPenganut perenialisme sependapat bahwa latihan rutin dan pembinaan berpikir (mental disciplin) adalah salah satu kewajiban tertinggi dari belajar, atau keutamaan dalam proes belajar (yang tertinggi).

2)        Rasionalitas dan Asas KemerdekaanAsas berfikir dan kemerdekaan harus menjadi tujan utama pendidikan. Otoritas berfikir harus disempurnakan sesempurna mungkin. Dan makna kemerdekaan pendidikan ialah membantu manusia untuk menjadi dirinya sendiri, be him-self, sebagai essential self yang membedakannya dari makhluk-makhluk lain. Fusi belajar harus diabdikan bagi tujuan ini, aktualitas sebagai makhluk rasional yang dengan itu bersifat merdeka (Mohammad Nor Syam, 2008:298).

3)        Learning to Reason (Belajar untuk berpikir)Perlu adanya penanaman pembiasaan pada diri anak sejak dini dengan kecakapan membaca, menulis, dan berhitung. Dari sini, belajar menjadi tujuan pokok sekolah menengah dan universitas

4)        Belajar sebagai persiapan hidupSekolah bukanlah merupakan situasi kehidupan yang nyata. Sekolah bagi anak merupakan peraturan-peraturan yang artificial dimana ia bersentuhan dengan hasil yang terbaik dari warisan sosial budaya.

5)        Learning through teaching (Belajar melalui pengajaran)Fungsi guru menurut perenialisme berbeda dengan esensialisme. Menurut esensialisme guru sebagai perantara antara bahan (kebudayaan, ilmu, dunia) dengan anak yang melakukan proses penyerapan (absortion). Dalam pandangan perenialisme, tugas guru bukanlah perantara antara dunia dengan jiwa anak, melainkan guru juga sebagai murid yang mengalami proses belajar sementara mengajar. Guru mengembangkan potensi-potensi self discovery, dan ia melakukan otoritas moral (moral authority) atas mudrid-muridnya karena ia seorang profesional yang memiliki kualifikasi dan superior dibandingkan murid-muridnya. Guru harus mempunyai aktualisasi yang lebih (perfect knowedge).

Atas dasar pandangan diatas dapatlah disimpulkan bahwa belajar pada hakekatnya adalah belajar untuk berfikir. Untuk itu perlu diadakan kebiasaan-kebiasaan sejak peserta didik masih muda. Belajar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu belajar karena pengajaran dan belajar karena penemuan (Abdul Khobir, 2011:66-67).

 

2.        Aliran Esensialisme

Esensialisme berawal dari suatu gerakan dalam dunia pendidikan dan tidak mengikatkan diri pada suatu aliran filsafat tertentu. ”Esensialisme” berasal dari kata latin “esential” yang berarti “hal yang pokok/hakiki”. Aliran ini merupakan reaksi terhadap progresivisme yang terlalu menekankan metode belajar melalui pemecahan masalah dan aktivitas sendiri para siswa/mahasiswa untuk mengikuti minat dan kebutuhan mereka (Ismail Tholib, 2008:109).

Esensialisme muncul pada zaman Renaissans, dengan ciri-ciri utamanya yang berbeda dengan progressivisme. Perbedaan ini terutama dalam memberikan dasar berpijak mengenai pendidikan yng penuh fleksibilitas, dimana serba terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Bagi esensialisme, pendidikan yang berpijak pada dasar pandangan itu mudah goyah dan kurang terarah. Karena itu esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, sehingga memberikan kestabilan dan arah yang jelas (Zuhairini, 2012:25).

Esensialisme merupakan falsafah pendidikan tradisional yang memandang bahwa nilai-nilai pendidikan hendaknya bertumpu pada nilai-nilai yang jelas dan tahan lama sehingga menimbulkan kestabilan dan arah yang jelas pula. Nilai-nilai humanisme yang dipegangi oleh esensialisme dijadikan sebagai tumpuan hidup untuk menantang kehidupan materialistik, sekuler, dan saintifik yang gersang dari nilai-nilai kemanusian. Gerakan esensialisme modern sebenarnya berkembang pada awal abad ke-20, dan muncul sebagi jawaban atas aliran progresivisme (Rachman Assegaf, 2011:191).

Esensialisme didasari atas pandangan humanisme yang merupakan reaksi terhadap hidup yang mengarah pada keduniawian, serba ilmiah dan materialistik. Selain itu juga diwarnai oleh pandangan-pandangan dari paham penganut aliran idealisme dan realisme.

Tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian, dan segala hal yang mampu menggerakkan kehendak manusia. Kurikulum bagi esensialisme merupakan semacam miniatur dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran dan kegunaan. Maka dalam sejarah perkembangannya, kurikulum esensialisme menerapkan berbagai pola kurikulum, seperti pola idealisme, realisme, dan sebagainya. Sehingga peranan sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan bisa berfungsi sesuai dengan prinsip-prinsip dan kenyataan sosial yang ada di masyarakat (Zuhairini, 2012:25-27).

Dalam hubungannya dengan pendidikan, esensialisme menekankan pada tujuan pewarisan nilai-nilai kultural-historis kepada peserta didik melalui pendidikan yang akumulatif dan terbukti dapat bertahan lama serta bernilai untuk diketahui oleh semua orang. Pengetahuan ini dilaksanakan dengan memberikan skill, sikap dan nilai-nilai yang tepat, yang merupakan bagian esensial dari unsur-unsur pendidikan.

Kurikulum dipusatkan pada penguasaan materi pelajaran (subject-centered), dan karenanya fokus pendidikan selama masa sekolah dasar adalah keterampilan membaca, menulis, dan berhitung, sementara pada sekolah menengah hal tersebut diperluas dengan memasukkan pelajaran matematika, sains, humaniora, bahasa, dan sastra. Penguasaan materi kurikulum ini dianggap sebagai fondasi yang esensial bagi keutuhan pendidikan secara umum untuk memenuhi kebutuhan hidup. Asumsinya adalah bahwa dengan pendidikan yang ketat terhadap disiplin ilmu ini akan dapat membantu mengembangkan intelek siswa dan pada saat yang sama akan menjadikan sadar terhadap lingkungan dunia fisiknya. Menguasai dasar konsep dan fakta dari disiplin ilmu yang esensial merupakan suatu keharusan.

Guru, dalam proses pendidikan, dipandang sebagai center for exellence, karena dituntut untuk menguasai bidang studi dan sebagai model atau figur yang amat diteladani bagi siswa. Guru harus menguasai materi pengetahuannya, sebab mereka dianggap memegang posisi tertinggi dalam pendidikan. Sekolah, melalui upaya guru, berperan untuk melestarikan dan mentransmisikan ilmu kepada para pelajar atau generasi selanjutnya yang berupa budaya dan sejarah melalui pengetahuan dan hikmah (Rachman Assegaf, 2011:192).

Aliran esensialisme merupakan aliran yang ingin kembali kepada kebudayaan-kebudayaan lama warisan sejarah yang telah membuktikan kebaikan-kebaikannya bagi kehidupan manusia. Aliran esensialisme didasari atas pandangan humanisme yang merupakan reaksi terhadap hidup yang mengarah pada keduniawian, serba ilmiah, dan materialistik. Selain itu aliran ini juga diwarnai oleh pandangan-pandangan dari paham penganut aliran idealisme dan realisme.

Esensialisme percaya bahwa pendidikan harus didasarkan kepada niai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban manusia. Esensia adalah kebudayaan yang mereka wariskan kepada kita hingga sekarang, telah teruji oleh segala kondisi dan sejarah. Esensia juga mampu mengemban hari kini masa depan dan umat manusia. Praktek-praktek filsafat pendidikan esensialisme lebih kaya dibandingkan jika ia hanya mengambil posisi yang sepihak dari salah satu aliran yang ia sintesakan itu.

Pandangan aliran esensialisme tentang ide-ide modern aliran ini lebih bersifat netral atau lebih tepat dikatakan aliran yang juga mensintesakan ide-ide abad tengah yang dogmatis religius dengan ide-ide renaissans yang sekuler.

Dalam rangka mempertahankan pahamnya itu khususnya dari persaingan dengan paham progresivisme, tokoh esensialisme mendirikan suatu organisasi yang bernama essentialist commite for the advancement of education pada tahun 1930. Melalui organisasi inilah pandangan-pandangan esensialisme dikembangkan dalam dunia pendidikan.

Tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagi di dunia dan di akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian, dan segala hal yang mampu menggerakkan kehendak manusia. Kurikilum sekolah bagi esensialisme merupakan semacam miniatur dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran, kegunaan. Dengan demikian peranan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan menjadi berhasil dan berguna sesuai dengan prinsip-prinsip dan kenyataan sosial (Abdul khobir, 2011:54-55).

Terdapat beberapa prinsip asasiah yang menjadi asumsi dalam aliran esensialisme, yaitu :

1)        Kegiatan belajar pada dasarnya menuntut kerja keras dan latihan yang kadang membosankan.

2)        Insiatif pokok dalam pendidikan tidak terletak pada murid tetapi pada guru.

3)        Inti proses pendidikan adalah dikuasainya bahan yang sebelumnya sudah ditetapkan.

4)        Sekolah mesti mempertahankan metode tradisional yang menekankan disiplin mental (Ismail Tholib, 2008:110-114).

 

3.        Aliran Progressivisme

Progressivisme muncul di Amerika Serikat tahun 1870 yang di perkenalkan oleh  Francis W. Parker. Para reformis yang menanamkan dirinya kaum progresif itu menentang sitem pendidikan tradisional yang sangat kaku, menuntut disiplin ketat, dan menuntut subjek didik menjadi pasif. Gerakan pembaharuan yang sudah ada sejak akhir abad XIX itu mendapatkan angin baru pada abad XX dengan munculnya filsafat pragmatisme. Filsuf dan pendidik yang bernama Jhon Dewey berusaha menjalin pendidikan progresif dengan filsafat pragmatisme.

Aliran progressivisme berpendapat bahwa pendidikan merupakan suatu proses penggalian pengalaman terus-menerus. Pendidik haruslah siap sedia untuk mengubah metode dan kebijakan perencanaanya dalam mengikuti perkembanagan zaman yang berkaitan erat dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan perubahan lingkungan. Inti pendidikan tidak terletak dalam usaha penyesuaian dengan masyarakat atau dunia luar sekolah, dan juga tidak terletak dalam usaha untuk menyesuaikan dengan standar kebaikan, kebenaran, dan keindahan yang abadi, melainkan dalam usaha untuk terus menerus merekonstruksi (menyusun kembali) pengalaman hidup (Ismail Thoib, 2008:86-87).

Aliran progressivisme adalah suatu aliran filsafat pendidikan yang sangat berpengaruh dalam abad ke 20 ini. Pengaruh itu terasa diseluruh dunia, terlebih di Amerika serikat. Usaha pembaharuan di dalam lapangan pendidikan pada umumnya terdorong oleh aliran progressivisme ini. Biasanya aliran progressivisme ini dihubungkan dengan pandangan hidup liberal –“The liberal road to culture”. Yang dimaksudkan dengan ini ialah pandangan hidup yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: fleksibel (tidak kaku, tidak menolak perubahan, tidak terikat oleh suatu doktrin tertentu), corious (ingin mengetahui, ingin menyelidiki), toleran dan open-minded (mempunyai hati terbuka), Zaini Muchtarom, 2012:20-24).

Untuk merealisasikan harapan tersebut, rekontruksionisme mendasarkan diri pada konsep yang antara lain seperti yang dirumuskan oleh George F. Kneller bahwa prinsip-prinsip mendasar progressivisme dapat dirincikan menjadi enam:

Pertama, pendidikan harus lebih “aktif” dan berkaitan dengan minat anak. Progrssivisme menekankan perlunya memusatkan pendidikan pada anak sebagaimana adanya. Anak sebagai suatu keutuhan pribadi mempunyai dunianya sendiri yang mesti dihormati dan dijadikan pangkal tolak untuk kegiatan pendidikan. Sekolah mesti berpusat pada anak sehingga proses belajar dan bahan atau materi belajar tidak hanya ditentukan oleh guru melainkan didasarkan pada minat dan kebutuhan anak sendiri.

Kedua, belajar melalui pemecahan masalah mesti menggantikan cara belajar yang menekankan penerimaan bahan jadi. Progressivisme menolak pandangan tradisiaonal yang menyatakan bahwa belajar secara hakiki terjadi melalui penerimaan pengetahuan dan pengetahuan dimengerti sebagai barang abstrak yang dimasukkan oleh guru yang dimasukkan kedalam benak anak. Bagi progressivisme pengetahuan merupakan alat untuk mengolah pengalaman untuk menangani situasi yang terus menerus dimunculkan oleh gerak perubahan hidup. Bermakna, maka kita mesti dapat berbuat sesuatu dengan pengetahuan tersebut.

Ketiga, pendidikan mesti merupakan hidup sendiri dan bukan hanya suatu persiapan untuk hidup. Semua hidup yang dinalar merupakan suatu kegiatan belajar karena hal itu melibatkan penafsiran dan penataan kembali pengalaman. Maka dari itu sekolah perlu di jadikan tempat anak belajar untuk hidup secara kritis dan bernalar. Sekolah mesti menempatkan anak didik dalam situasi belajar yang sesuai dengan umur dan menunjuk pada hal-hal yang kiranya akan dihadapi dalam hidupnya sebagai orang dewasa.

Keempat, peranan guru lebih sebagai pendamping dan penasehat dari pada sebagai penentu pokok. Minat dan kebutuhan anak didiklah yang mesti menjadi penentu pokok tentang apa yang semestinya mereka pelajari. Anak-anak mesti dibimbing untuk merencanakan kegiatan belajar mereka. Guru menyediakan fasilitas dengan memberikan pengetahuan dan pengalamannya yang lebih luas. Untuk mereka gunakan, dan apabila mengalami kemacetan guru perlu menolong.

Kelima, sekolah mesti mendorong adanya kerjasama diantara murid-murid dan bukan persaingan. Manusia pada dasarnya merupakan makhluk sosial dan mendapatkan kepuasannya yang terbesar dari hubungan-hubungan mereka satu sama lain. Kaum progresif yakin bahwa pertemanan lebih cocok untuk pendidikan ketimbang persaingan dan semangt mengejar sukses pribadi. Hal ini karena pertemanan dapat mengembangkan segi yang lebih tinggi sebagai manusia, sebagai makhluk yang berbudaya. Pada faktanya peserta didik lebih senang bekerja secara kolektif dibandingkan bekerja secara individual. Pendidikan sebagai penataan kembali kodrat kemanusiaannya dalam lingkup sosial karena masing-masing orang akan dapat tumbuh dan berkembang bersama yang lain.

Keenam, demokrasi memungkinkan dan mendorong adanya peraturan bebas gagasan dan peraturan macam-macam pribadi yang merupakan syarat penting untuk pertumbuhan. Bagi kaum progresif kerjasama dan demokrasi saling mengendalikan. Secara ideal, demokrasi merupakan pengalaman yang dijalani bersama, seperti dinyatakan oleh Dewey: “suatu demokrasi itu lebih dari pada sekedar suatu bentuk pemerintahan. Demokrasi pertama-tama merupakan suatu bentuk kehidupan bersama; suatu pengalaman komunikatif yang digabungkan” (Ismail Thoib, 2008:87-95).

Sifat-sifat umum aliran progressivisme dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok: (a) sifat-sifat negatif, dan (b) sifat-sifat positif. Sifat itu dikatakan negatif dalam arti bahwa, progressivisme menolak otoritarisme dan absolutisme dalam segala bentuk seperti misalnya terdapat dalam agama, politik, etika dan epistimologi. Positif dalam arti bahwa progressivisme menaruh kepercayaan terhadap kekuatan alamiah dari manusia, kekuatan-kekuatan yang diwarisi oleh manusia dari alam sejak ia lahir-man’s natural powers. Terutama yang dimaksud ialah kekuatan–kekuatan manusia untuk terus-menerus melawan dan mengawasi kekuatan-kekuatan, takhayul-takhayul dan kegawatan-kegawatan yang timbul dari lingkungan hidup yang selamanya mengancam. Istilah filsafat yang biasanya dipakai untuk menggambarkan pandangan hidup yang demikian disebut pragmatisme. Dalam arti terbatas pragmatisme adalah suatu teori pikir. Akan tetapi lazim juga istilah pragmatisme yaitu meliputi sekelompok keyakinan-keyakinan filsafat mengenai alam dan manusia. Maka tugas pendidikan menurut progressivisme ialah meneliti sejelas-jelasnya kesanggupan-kesanggupan manusia itu dan menguji kesanggupan-kesanggupan itu dalam pekerjaan praktis. Yang dimaksud disini ialah bahwa manusia hendaknya memperkerjakan ide-ide atau pikiran-pikirannya. Manusia tidak hendaknya berpikir melulu untuk kesenangan berpikir saja, manusia hendaknya berpikir untuk berbuat. Progressivisme menolak pendapat bahwa manusia hanya dapat menyerah saja kepada kekuatan-kekuatan dalam lingkungannya. Progressivisme berpendapat, bahwa pendidikan  adalah alat kebudayaan yang paling baik. Bahwa dengan pendidikan sebagai alat, manusia dapat menjadi “the masters, not the slaves. Of social as well as other kinds of natural change”.

Progresivisme mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi dan mengatasi masalah-masalah yang dapat menekan atau mengancam adanya manusia itu sendiri.

Pendidikan yang bercorak otoriter ini dapat diperkirakan mempunyai kesulitan untuk mencapai tujuan –tujuan (yang baik) karena kurang menghargai dan memberikan tempat semestinya kepada kemampuan-kemampuan tersebut dalam proses pendidikan. Padahal semuanya itu adalah ibarat motor penggerak manusia dalam usahanya untuk mengalami kemajuan atau progres.

Oleh karena kemajuan atau progres ini menjadi perhatian progresevisme, maka beberapa ilmu pengetahuan yang mampu menumbuhkan kemajuan dipandang oleh progressivisme merupakan bagian utama dari kebudayaan. Menurut progressivisme, ide-ide, teori-teori, atau cita-cita itu tidaklah cukup hanya diakui sebagai hal-hal yang ada, tetapi yang ada disini haruslah dicari artinya bagi suatu kemajuan atau maksud bagi yang lain. Disamping itu manusia harus dapat memfungsikan jiwanya untuk membina hidup yang mempunyai banyak persoalan dan silih berganti ini.

Ciri utama yang menjadi identitas progressivisme dalam mistion filsafat pendidikan tercermin dalam:

1)        Pendidikan dalam kebudayaan liberal.

2)        Menjadi pelopor pembaharuan ide-ide lama menuju asas-asas baru menyongsong kebudayaan dan zaman baru.

3)        Peralihan menuju kebudayaan baru.

Progresif menghendaki pendidikan yang membina dan berdasarkan minat belajar yang mencakup seluruh pengalaman sosial anak dan orang dewasa sekaligus menaruh perhatian kepada minat anak secara individual. Aliran ini lebih memusatkan perhatian pada proses yang continue dari pada interaksi antar pribadi dengan masyarakat dibandingkan dengan ketentuan-ketentuan normatif yang sesungguhnya adalah produk interaksi itu sendiri (Abdul Khobir, 2011:49-51).

Dalam abad ke 19 dan ke 20 ini tokoh-tokoh progressivisme terutama terdapat di Amerika Serikat. Thomas Paine dan Thomas Jefferson memberikan sumbangan pada progressivisme karena kepercayaan mereka akan demokrasi dan penolakan terhadap sikap yang dogmatis, terutama dalam agama. Charles S. Pierce mengemukakan teori tentang pikiran dan hal berpikir: pikiran itu hanya berguna atau berarti bagi manusia apabila pikiran itu “bekerja”, yaitu memberikan pengalaman (hasil) baginya. Fungsi berpikir tidak lain dari pada membiasakan manusia untuk berbuat. Perasaan dan gerak jasmaniah (perbuatan) adalah manifestasi-manifestasi yang khas dari aktivitas manusia dan kedua hal itu tak dapat dipisahkan dari kegiatan intilek (berpikir). Jika dipisahkan, perasaan dan perbuatan menjadi abstrak dan dapat menyesatkan manusia.

Perlu diketahuai bahwa pragmatisme sebagai filsafat dan progressivisme sebagai pendidikan erat sekali hubungannya dengan kepercayaan yang sangat luas dari Jhon Dewey dalam lapangan pendidikan. Hal ini dengan jelas dapat ditelusuri lewat bukunya, Democracy and Education. Dalam bukunya inilah Dewey memperlihatkan keyakinan-keyakinan dan wawasan-wawasannya tentang pendidikan, serta mempraktekannya di sekolah-sekolah yang ia dirikan. Menurut Dewey tujuan umum pendidikan ialah warga masyarakat yang demokratis. Isi pendidikannya lebih mengutamakan bidang-bidang studi seperti, IPA, sejarah, keterampilan, serta hal-hal yang berguna atau langsung dirasakan oleh masyarakat.

Metode scientific lebih dipentingkan, dan bukan metode memorisasi seperti pada aliran esensialisme. Praktek kerja di laboratorium, di bengkel, di kebun (lapangan) merupakan kegiatan yang dianjurkan dalam rangka terlaksananya “learning by doing”. Progressivisme tidak menghendaki adanya mata pelajaran yang diberikan secara terpisah, melainkan harus diusahakan terintegrasi dalam unit. Karena perubahan yang selalu terjadi maka diperlukan fleksibilitas dalam pelaksanaannya, dalam arti tidak kaku tidak menghindar dari perubahan, tidak terikat oleh doktrin tertentu bersifat ingin tahu, toleran, dan berpandangan luas serta terbuka (Zaini Muchtarom, 2012:21-24).

 

 

 

 

 

B.                Persamaan dan perbedaan aliran filsafat pendidikan Barat dengan aliran filsafat pendidikan Indonesia.

1.        Filsafat Pendidikan Indonesia

Pancasila sebagai Landasan Filsafat Sistem Pendidikan Nasional
Bangsa Indonesia memiliki filsafat umum atau filsafat Negara ialah pancasila sebagai falsafah Negara, Pancasila patut menjadi jiwa bangsa Indonesia, menjadi semangat dalam berkarya pada
 segala bidang. Pasal 2 UU-RI No. 2 Tahun 1989 menetapkan bahwa pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Rincian selanjutnya tentang hal itu tercantum dalam penjelasan UU-RI No. 2 Tahun 1989, yang menegaskan bahwa pembangunan nasioanal termasuk
dibidang pendidikan adalah pengamalan pancasila, dan untuk itu pendidikan nasional mengusahakan antara lain: “ Pembentukan manusia Pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya dan mampu mandiri”. Sedangkan ketetapan MPR-RI No.II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila menegaskan pula bahwa pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia, dan dasar Negara
.

 

2.        Filsafat Pendidikan Barat

a.         Futurisme

Futurisme berfokus pada reformasi sosial dan politik. Futuris menyerukan pendidik untuk menghasilkan gambar alternatif berturut- turut masa depan dengan: menciptakan awereness dari ketidakadilan, kontradiksi, dan masalah dalam tatanan dunia saat ini dan berfikir cara positif untuk menangani mereka; menggunakan mata pelajaran kurikuler seperti ekonomi, psikologi, sosiologi dan ilmu politik untuk menciptakan kesadaran.

b.         Rekonstruksionisme

Aplikasi Reconstructionism pendidikan adalah dua kali lipat:

(1)     Identifikasi area masalah utama yang memicu kontroversi, konflik dan inkonsistensi dalam bidang studi seperti ekonomi, sosiologi, ilmu politik, psikologi, dan antropologi.

(2)     Penggunaan metodologi, seperti memainkan peran, simulasi dan model yurisprudensi untuk menciptakan kesadaran akan masalah dan keterbukaan terhadap solusi.

c.         Humanisme

Humanisme telah membuat tiga kontribusi terhadap pendidikan, yaitu:

(1)     Kelas terbuka

(2)     Sekolah gratis

(3)     Sekolah tanpa kegagalan

d.         Progresivisme

(1)     Proses pendidikan menemukan asal-usul dan tujuan pada anak.

(2)     Murid aktif daripada pasif.

(3)     Peran guru adalah bahwa dari penasihat, panduan, sesama traveler, bukan seorang direktur otoriter dan kelas.

(4)     Sekolah adalah mikrokosmos dari masyarakat yang lebih luas. Belajar harus diintegrasikan.

(5)     Kegiatan Kelas harus fokus pada pemecahan masalah, bukan pada metode buatan dari mata pelajaran.

(6)     Suasana sosial sekolah harus kooperatif dan demokratis

e.         Perenialisme

Perrenialits telah diberikan kepada pendidikan enam prinsip dasar di mana mereka beroperasi.

(1)     Manusia adalah hewan rasional sehingga individu mengembangkan pikiran mereka, mereka dapat menggunakan alasan untuk mengontrol selera, nafsu, dan tindakan.

(2)     Pengetahuan adalah univerally konsisten, oleh karena itu ada materi dasar tertentu yang harus diajarkan kepada semua orang.

(3)     Subyek bukan anak, harus berdiri di tengah-tengah usaha pendidikan.

(4)     Karya-karya besar dari masa lalu adalah repositori pengetahuan dan kebijaksanaan yang telah teruji oleh waktu dan relevan di zaman kita.

(5)     Sifat manusia adalah konsisten, sehingga pendidikan harus sama untuk semua orang.

(6)     Pengalaman pendidikan merupakan persiapan untuk hidup, bukan situasi kehidupan nyata.

f.           Behaviorisme

Para penganut paham behaviorisme menyumbangkan empat prinsip dasar pendidikan:

(1)     Manusia adalah hewan tingkat tinggi yang belajar sama seperti hewan-hewan yang lain. Para ilmuwan dapat memperhalus teknik mengajar sepanjang eksperimen dengan hewan-hewan.

(2)     Pendidikan adalah sebuah proses keahlian teknik lingkungan. Orang diprogram untuk melakukan pada beberapa cara tertentu dengan lingkungan mereka. Lingkungan dapat saja dimodifikasi dengan memanipulasi penguatan lingkungan.

(3)     Peran guru adalah untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang efektif yang akan menyediakan penguatan positif.

(4)     Efisiensi, ekonomi, ketelitian dan objektivitas adalah nilai central yang perlu diperhatikan.

g.         Esensialisme

Penganut Esensialisme menyumbangkan tiga prinsip besar untuk pendidikan:

(1)     Tugas sekolah adalah mengajar pengetahuan dasar. Mata pelajaran dasar mesti dipelajari pada sekolah dasar dan sekolah menengah untuk mengeliminir “kebutaan” pengetahuan pada tingkat perguruan tinggi.

(2)     Belajar adalah kerja keras dan menuntut kedisiplinan. Menghafal, latihan dan pemecahan masalah merupakan upaya membantu perkembangan belajar.

(3)     Guru merupakan fokus dari aktivitas kelas. Dia yang menentukan apa yang harusnya dipelajari siswa dan bertanggung jawab untuk menyajikan mata pelajaran dalam sebuah rangkaian logis dan memupuk kedisiplinan siswa untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif.

h.         Eksistensialisme

Penganut Eksistensialisme memfokuskan diri untuk menolong anak merealisasikan dirinya secara lebih utuh berdasarkan proposisi berikut ini:

(1)     Saya adalah agen terpilih – tidak dapat menghindar untuk memilih jalan saya sepanjang hidup.

(2)     Saya adalah agen yang bebas – bebas untuk menentukan tujuan-tujuan hidup sendiri.

(3)     Saya adalah seorang agen yang bertanggung jawab – bertanggung jawab secara personal pada pilihan bebas saya sebagaimana yang mereka tampakkan pada bagaimana seharusnya saya menjalani hidup.

Dari pembahasan diatas, penulis menganalisis dari aliran-aliran filsafat pendidikan Barat dan aliran-aliran filsafat pendidikan Indonesia yang mempunyai beberapa persamaan dan perbedaan antara keduanya untuk bisa mengambil kekurangan dan mencari faktor penyebabnya dan faktor penyelesaiannya, dengan tujuan dapat tercapainya tujuan pendidikan Indonesia yang mampu menjadi cikal bakal untuk meraih kesuksesan dunia maupun akhirat dalam kehidupan modern yang dewasa ini perkembanganya semakin terkontaminasi dengan pengaruh-pengaruh dunia dari Barat khususnya yang terjadi pada masalah pendidikan.

Dapat diutarakan dengan jelas bahwa sistem filsafat menurut Plato dan tokoh-tokoh yang lain dapat dijadikan sebagai dasar terbentuknya suatu filsafat pendidikan. Disisi lain, cabang-cabang sistem filsafat mendasari berbagai pemikiran mengenai pendidikan. Pendidikan dalam konteks upaya merekonstruksi suatu peradaban merupakan salah satu kebutuhan asasi yang dibutuhkan oleh setiap manusia dan kewajiban yang harus diemban oleh Negara agar dapat membentuk masyarakat yang memiliki pemahaman dan kemampuan untuk menjalankan fungsi-fungsi kehidupan selaras dengan fitrahnya serta mampu mengembangkan kehidupannya menjadi lebih baik dari setiap masa ke masa berikutnya.

Menganalisis dari pembahasan-pembahasn diatas dalam perspektif pendidikan Indonesia, yang menganalisis dari melihat persamaan dan perbedaan antara aliran filsafat pendidikan Barat dan aliran filsafat  pendidikan Indonesia. Bahwasanya penulis mempunyai tujuan untuk  menemukan hasil dari studi komperatif yang dilakukan pada pembahasan diatas, yaitu penulis menemukan sebuah hasil yang nantinya dapat dilakukan oleh para pendidik untuk mendidik para peserta didik. Hasil analisis tersebut adalah pentingnya pendidikan pada era globalisasi yang semakin merajalela seperti dizaman modern ini yang kaya akan perkembangan teknologi yang berkembang pesat dan cepat.

Atas dasar problematika tersebut diatas, maka pemikiran dari aliran-aliran filsafat pendidikan Barat dan aliran-aliran filsafat pendidikan Indonesia yang perlu dikembangkan untuk menuju kepada tujuan pendidikan Indonesia, yang telah dipengaruhi oleh pendidikan Barat adalah aliran filsafat pendidikan yaitu: rekonstruksi sosial. Rekonstruksi sosial lebih menonjolkan sikap proaktif dan antisipatifnya, sehingga tugas pendidikan adalah membantu agar manusia menjadi cakap dan selanjutnya mampu ikut bertanggungjawab terhadap pengembangan masyarakatnya dalam pendidikan.

Untuk dapat melaksanakan tugas tersebut maka rekonstruksi sosial ini memiliki fungsi pendidikan Indonesia yaitu: sebagai upanya untuk menumbuhkan kreativitas peserta didik, budaya manusia, memperkaya isi nilai-nilai serta menyiapkan tenaga kerja produktif. Dalam rekonstruksi sosial ini mengandung dua makna tenaga kerja produktif, yaitu: (1) kerja produktif tidak hanya dalam arti ekonomik saja, melainkan juga dalam arti sosial, kurtural danlain-lain. Dan (2) mengantisipasi masa depan, sehingga pendidikan memberi corak struktur kerja masa depan.

Sebagai penutup, penulis dapat memberi contoh bahwasanya sebenarnya usaha pembaharuan yang merupakan tawaran yang relatif bagus dalam konteks inilah pengkajian terhadap pemikiran para tokoh pendidikan, yang relevan untuk terus dilakukan. Kajian terhadap pemikiran tersebut merupakan wacana yang mampu memperkaya langkah untuk meyempurnakan pendidikan Indonesia di abad 21 dan di masa depan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB V

PENUTUP

 

A.                Kesimpulan

Dalam menjalankan pendidikan di Indonesia, semua orang dan lembaga pendidikan punya tanggung jawab masing-masing sesuai dengan tugas dan profesinya. Namun semua itu yang pertama dan utama ialah dimulai dari tanggung jawab keluarga. Kemudian baru beralih kepada lembaga pendidikan lainnya.

Filsafat adalah hasil pemikiran ahli-ahli filsafat atau ahli filosof sepanjang zaman diseluruh dunia. Sejarah pemikiaran filsafat yang amat penting bila dibandingkan dengan sejarah ilmu pengetahuan, telah memperkaya khazanah (perbendaharaan) ilmu filsafat. Sebagai ilmu tersendiri filsafat, tidak saja telah menarik minat dan perhatian para pemikir, tetapi bahkan filsafat telah banyak sekali perkembangannya keseluruh budaya manusia.

Filsafat telah mempengaruhi kepribadian seseorang, dalam arti filsafat mampu mempengaruhi sikap hidup, cara berfikir, kepercayaan atau ideologinya. Filsafat telah mewarisi subjek atau pribadi masing-masing individu yang demikian kuatnya sehingga setiap orang menjadi penganut suatu paham filsafat baik langsung atau tidak langsung, sadar ataupun tidak sadar.

Masalah pendidikan, adalah merupakan masalah hidup dan kehidupan manusia. Proses pendidikan berada dan berkembang bersama perkembangan hidup dan kehidupan umat manusia, bahkan keduanya pada hakikatnya adalah proses yang satu. Melihat banyaknya masalah di dunia pendidikan, baik itu masalah sederhana menyangkut praktek dan pelaksanaan sehari-hari, maupun yang menyangkut masalah bersifat mendasar dan mendalam, sehingga memerlukan bantuan ilmu-ilmu lain dalam memecahkannya. Bahkan pendidikan juga menghadapi persoalan-persoalan yang tidak mungkin dijawab dengan menggunakan analisis ilmiah semata-mata, tetapi memerlukan analisis dan pemikiran yang mendalam yaitu analisis filsafat. Misalnya untuk mengetahui tujuan pendidikan. Apakah tujuan pendidikan tersebut untuk kepentingan individu atau kepentingan kelompok (masyarakat).

Pendidikan berusaha membantu hakikat manusia untuk meraih kedewasaannya, yakni menjadi manusia yang memiliki integritas emosi, intelek, dan perbuatan. Semua itu dalam rangka melaksanakan kebebasannya untuk memilih secara bertanggung jawab dan etis. Dasar inilah yang dalam gagasan otonomi pedagogies perlu dikembangkan oleh sekolah dan guru. Lingkungan sekolah diciptakan sedemikian rupa agar kondusif dalam merangsang potensi siswa dan membina pertumbuhannya secara optimal. Untuk itu, disekolah disediakan media pengembangan inteligensi, imajinasi kreatif, dan karakter/watak. Pengembangan intelegensi bertujuan memahami dan memecahkan masalah kehidupan atau adaptasi dengan situasi. Pengembangan imajinasi kreatif bertujuan melatih disiplin, inisiatif dan kreatif dalam mencari opsi yang paling baik adapun pengembangan watak atau karakter, bertujuan mengembangkan kepribadian.

Perbedaan antara aliran filsafat pendidikan Barat dan aliran filsafat pendidikan Indonesia adalah: Aliran-aliran filsafat pendidikan Barat berdasarkan pada rasional murni, sedangkan model pengembangan pemikiran (filosofis) pendidikan Indonesia berdasarkan pada Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI, sedangkan aliran-aliran filsafat pendidikan Barat kebanyakan hanya mengembangkan kepentingan di dunia saja.

 

B.                Saran

Dalam menerima suatu konsep pendidikan kita jangan refleks dalam menyadurnya atau dengan kata lain, jangan menerima mentah-mentah sebelum kita kaji. Sebaiknya kita menyaring (memfilter) terlebih dahulu sebelum kita kaji, kemudian kita sesuaikan dengan keadaan yang ada, apabila sesuai kita ikuti dan apabila tidak sesuai, maka kita tinggalkan dan menganggapnya sebagai wacana keilmuan saja. Karena biasanya teori yang diusung oleh negara-negara Barat kebanyakan dihasilkan dari segirasional saja. Segala sesuatu yang tidak sesuai

dengan rasio dianggap tidak ilmiah. Sedangkan Indonesia tidak semua hal dapat dirasiokan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Abd Rachman Assegaf. 2011. Filsafat Pendidikan : Paradigma Baru Pendidikan. Jakarta : Rajawali Pers.

Abdul Khobir. 2011. Filsafat Pendidikan (Landasan Teoritis dan Praktis. Jogjakarta : Matagraf.

Abdul Munir Mulkhan. 2003. Paradigma Intelektual. Yogyakarta : Sipress.

Ahmad D. Marimba. 2009. Pengantar Filsafat Pendidikan. Cet. VIII. Bandung : Al-Ma’arif.

Assegaf, Rachman. 2011. Filsafat Pendidikan Islam. Paradigma Baru Pendidikan Hadhari. Jakarta: Rajawali Pers.

Dinas P & K. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Emzir. 2008. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Hasan Langgulung. 2008. Pendidikan Indonesia Menghadapi Abad Ke 21. Jakarta : Pustaka Al-Husna.

Hujair Syaukani. 2007. Pendidikan di Indonesia, Suatu Kajian Upaya Membangun Masa Depan, Pendidikan dalam Peradaban Industrian, Penyunting. Yogyakarta : Aditya Media.

Ida Bagoes Mantra. 2004. Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Ihsan, Fuad. 2008. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta : Rineka Cipta.

Imam Barnadib. 2006. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta : Andi Offset.

Imron Rossidy dan Bustanul Amari. 2007. Pendidikan yang Memanusiakan Manusia dengan Paradigma Pembebasan. Malang : Pustaka Minna.

Ismail. Tholib. 2008. Wacana Baru Pendidikan. Yogyakarta : Genta Press.

Ismail Thoib. 2008. Wacana Baru pendidikan Meretas Filsafat Pendidikan. Yogyakarta : Genta Press.

Iqbal Hasan. 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Bogor : Ghalia Indonesia.

Jalaluddin. 2001. Teologi Pendidikan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Khobir, Abdul. 2011. Filsafat Pendidikan Islam (Landasan Teoritis dan Praktis). Jogjakarta: Matagraf.

Lasiyo dan Yuono. 2005. Pengantar Ilmu Filsafat. Yogyakarta : Liberty.

Lexy J Moleong. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.

M. Amin Abdullah. 2005. Falsafah Kalam di Era Postmodernisme. Yogyakarta : Cet I, Pustaka Pelajar.

Mohammad Nor Syam. 2008.  Fisafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. Surabaya : Usaha Nasional.

Muis Sad Iman. 2004. Pendidikan Partisipatif. Yogyakarta : Safiria Insania Press.

Mudyahardjo, Redja. 2008. Pengantar Pendidikan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Ngalim Purwanto. 2007. Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Nor Syam, Mohammad. 2008.  fisafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional.

Oong Komar. 2006. Filsafat Pendidikan Nonformal. Bandung : Pustaka Setia.

Pidarta, Made. 2009. Landasan Kependidikan. Jakarta : Rineka Cipta.

Purwanto, Ngalim. 2007. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Sidi Gazalba. 2007. Sistematika Filsafat, Jilid 1 Cet, II. Jakarta : Bulan Bintang.

Strauss dan Juliet Corbin. 2003. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Sugiyono. 2008. Metode Penelelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Sutrisno Hadi. 2007. Metodologi Research. Yogyakarta : Andi Offset.

Tadjab. 2004. Perbandingan Pendidikan. Surabaya : Karya Abditama.

Tholib, Ismail. 2008. Wacana Baru Pendidikan. Yogyakarta: Genta Press

Umar Muhammad Al Toumy Al Syaibani. 2007. Filsafat Pendidikan. Surabaya : Bulan Bintang.

Yusuf al-Qardhawi. 2010. Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan Al-Banna, Terjemah Prof. H. Bustami A Gani dan Zainal Abidin Ahmad. Jakarta: Bulan Bintang.

Zaini Muchtarom. 2012. Filsafat Pendidikan. Jakarta : Bumi Akasara.

Zuhairini. 2012. Filsafat Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

 











 



No comments:

Post a Comment