KATA PENGANTAR
Puji syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala rahmat, karunia terutama kesempatan yang diberikan-Nya, sehingga saya sebagai penyusun “Critical Book Review (CBR)” ini dapat menyelesaikannya dengan baik. Tanpa
adanya kesempatan, mustahil penyusun dapat menyelesaikan “Critical Book Review (CBR)” ini secara tuntas. Critical Book Review (CBR)”
merupakan tugas individual yang merupakan
keharusan dalam mengikuti dan menyelesaikan mata kuliah “Penjaminan
Mutu Pendidikan Dan Supervisi Pendidikan”,.
Selama proses
penulisan “Critical Book Review (CBR)” ini, penyusun memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, baik
secara langsung maupun secara tidak langsung. Untuk itu dari hati yang paling
dalam penyusun menyampaikan ucapan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulisan CBR ini terutama kepada Dosen 1 Bapak Prof. Dr. Syawal Gultom, MPd, dan Dosen 2 Bapak Dr.
Darwin, M.Pd., sebagai Dosen yang mengampu mata kuliah ini.
Segala kritikan dan masukan dari semua pihak, akan menjadi pengalaman yang sangat berharga bagi saya penyusun demi kesempurnaan “Critical Book Review (CBR)” ini.
Medan, 28 September 2018
Antonius Gultom
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................. i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
A. Rasionalisasi Pentingnya
Critical Book Review (CBR) ....................... 1
B. Tujuan Penulisan Critical Book
Review (CBR) ........................................ 3
C. Manfaat Critical Book Review (CBR) ............................................................ 3
BAB II BUKU YANG DI KRITIK ...................................................................................................... 4
A. Identitas ........................................................................................................................ 4
B. Ringkasan Buku......................................................................................................... 5
1. Bagian I ................................................................................................................ 5
2. Bagian II .............................................................................................................. 5
3. Bagian III ............................................................................................................ 6
4. Bagian IV ............................................................................................................. 8
BAB III BUKU PEMBANDING........................................................................... 10
A. Buku Pembanding I .............................................................................................. 10
1. Identitas ............................................................................................................ 10
2. Isi ........................................................................................................................... 12
B. Buku Pembanding II ............................................................................................ 15
1. Identitas ............................................................................................................ 15
2. Isi ........................................................................................................................... 16
BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ......................................................... 19
A.
Persamaan ................................................................................................................ 19
B. Perbedaan ................................................................................................................. 20
BAB V KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BUKU ............................................. 22
A. Bentuk fisik .............................................................................................................. 22
B. Bahasa yang digunakan..................................................................................... 23
C. Isi buku ........................................................................................................................ 23
D. Pengarang ................................................................................................................. 24
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................. 15
A.
Kesimpulan ............................................................................................................... 24
B. Saran ............................................................................................................................ 25
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 25
BAB I PENDAHULUAN
A.
Rasionalisasi pentingnya Critical Book Review (CBR)
Dalam Critical Book Review
tentang “Penjaminan Mutu Pendidikan Dan Supervisi Pendidikan”, ini terdiri dari
4 (Empat) bagian yang membahas tentang Jaminan Kualitas di Universitas Persemakmuran dengan cara belajar jarak
jauh. Buku ini membahas
tentang masalah kualitas
dalam pembelajaran terbuka dan jarak jauh (ODL) sebagai hal utama perhatian. Tindakan, kebijakan dan sistem jaminan
kualitas yang tidak memadai (QA) membuat
kredibilitas ketentuan ODL dipertanyakan. The Commonwealth of Learning (COL) berada di garis
depan dalam mempromosikan kualitas ODL dan selama bertahun-tahun telah mengembangkan beberapa
toolkit, pedoman, dan monograf, serta mikrosite tautan web pada QA, untuk
membantu negara-negara Commonwealth mendapatkan manfaat dari kredibilitas dan model ODL yang dapat
dibandingkan secara kualitatif. Ulasan dan Peningkatan COL Model (COL RIM) telah membantu
setidaknya 13 institusi dengan mengintegrasikan QA ke dalam sistem dan proses mereka.
Karena kualitas adalah masalah relevansi berkelanjutan, COL menugaskan sebuah
penelitian untuk menyelidiki keadaan QA di tempat terbuka lebih tinggi lembaga pendidikan di
Persemakmuran.
Laporan
ini menawarkan beberapa wawasan kunci dan temuan tentang bagaimana QA saat ini dipraktekkan di universitas
terbuka di Persemakmuran, dari perspektif pembuat kebijakan, pemimpin dan praktisi dalam
pendidikan terbuka dan jarak jauh institusi.
Pelajaran menunjukkan bahwa sementara pentingnya QA diterima sebagai nilai strategis oleh semua,
standar praktik, kriteria dan ukuran berbeda sangat. Ada juga kekhawatiran yang berkembang atas
QA dalam bentuk-bentuk pengajaran yang baru dan belajar, termasuk eLearning, membuka sumber daya
pendidikan dan masif membuka
kursus online.
Perbaikan
berkelanjutan di lembaga pendidikan tinggi sangat penting untuk penyediaan
kualitas pendidikan
melalui ODL dalam berbagai bentuknya, termasuk eLearning, pembelajaran online, dan pembelajaran fleksibel
campuran. Ketika praktisi menghasilkan, berinovasi, mengadopsi, beradaptasi,
menggunakan, dan menggunakan sistem,
sumber belajar dan teknologi, itu sama pentingnya untuk mendukung penyediaan pendidikan berkualitas melalui
mode ODL. Merangkul peningkatan berkelanjutan membutuhkan kebijakan QA kelembagaan yang kuat, strategi
implementasi, dan pemantauan, evaluasi yang konsisten dan melaporkan. Oleh karena itu panggilan untuk perencanaan dan
pelaksanaan yang berkelanjutan
untuk mencapai yang lebih baik hasil
dan hasil yang diinginkan. Kesuksesan terwujud ketika pemimpin pendidikan tinggi, kebijakan pembuat dan praktisi berjalan
dalam pembicaraan dengan merangkul isu-isu kualitas sebagai bagian dari
strategi mereka arahan
dalam rencana tahunan dan praktik sehari-hari mereka di semua tingkatan dalam
institusi mereka.
Lebih rinci lagi Colin Latchem ini adalah seorang
profesional ODL senior dengan pengalaman yang signifikan dan keahlian dalam hal
kualitas, untuk menyiapkan laporan ini. Dia telah mengidentifikasi dua
perangkat rekomendasi:
(i) untuk pemerintah dan lembaga QA nasional dan (ii) untuk pendidikan tinggi lembaga yang menawarkan program
dan program ODL.
Penulis yakin laporan itu akan menarik untuk diperdebatkan oleh
para pemangku kepentingan di masing-masing konteks, dan bahwa rekomendasi dalam laporan ini
akan dianggap sebagai titik awal untuk Menegaskan kembali QA dalam ketentuan ODL.
Buku ini sangat tepat dan cocok digunakan untuk mahasiswa yang mengikuti
perkuliahan Penjaminan Mutu
Pendidikan Dan Supervisi Pendidikan. Karena di dalam buku
ini dibahas tentang : 1) Ringkasan
Eksekutif Dan Rekomendasi, Latar
Belakang Studi, Ringkasan
Temuan dan Rekomendasi; 2) Pengantar, Tujuan Studi, Metodologi, ODL di Universitas
Persemakmuran dan QA
dan ODL; 3) Temuan, QA Nasional dan Agensi dan
Kerangka Kerja Akreditasi, Kebijakan
QA, Agen dan Kerangka Kerja, QA
of ODL dan Penyediaan Tatap Muka, Ketentuan
Lintas Batas, Sertifikasi
ISO, Kebijakan
dan Praktik QA Institusional, QA
dan Perencanaan
Strategis, Sistem
QA Terpusat dan Terdesentralisasi, Pengakuan
dan Penghargaan, Siklus
Mutu, Budaya
Kualitas, e-Learning, Masukan dan Hasil-berdasarkan
QA, Audit
Eksternal dan Internal, Partisipasi
Siswa dalam QA, Akreditasi
dan Sertifikasi Lintas Batas, Manfaat
yang Dirasakan, Hasil, Batasan dan Tantangan dalam QA dan Penggunaan COL dan Sumber Lain
di QA; 4) Kesimpulan
Dan Rekomendasi, Ringkasan
Temuan dan hasil Diskusi.
Perlu penulis beritahukan, bahwa
buku ini telah di rekomendasi oleh dosen pengampu untuk di pelajari dan di
jadikan bahan Critical Book Review (CBR), dengan catatan di
carikan buku yang lain sebagai buku pembanding. Bagi penulis sendiri, yang
menjadi bahan critikan dalam buku ini semua bab mulai dari bab 1-4 digunakan,
karena hanya empat bab saja.
B.
Tujuan Penulisan Critical Book Review
Mengkitik sebuah buku tentu saja
tidak semudah membalikan tangan, tetapi membutuhkan keseriusan, dan sudah tentu
memiliki tujuan. Adapun yang menjadi tujuan pembuatan Critical Book Review ini, yaitu :
1.
Pemenuhan akan tugas dalam mata kuliah Penjaminan Mutu Pendidikan Dan Supervisi Pendidikan.
2.
Menambah pemahaman yang lebih baik akan persoalan dalam Penjaminan Mutu Pendidikan Dan Supervisi
Pendidikan.
3.
Meningkatkan kemampuan penulis akan sebuah topik dalam bahasan yang telah
ditetapkan.
4.
Mengkritisi/membandingkan
satu topik materi kuliah yang berkaitan dengan Penjaminan Mutu Pendidikan Dan Supervisi Pendidikan.
C.
Manfaat Critical Book Review (CBR)
Selain memiliki tujuan, penulisan
Critical Book Review (CBR) ini juga memberi
manfaat yang sangat berguna terutama untuk :
1.
Bagi penulis Critical Book Review (CBR) merupakan alat menjadikan penulis lebih selektif dalam
menilai beberapa sumber yang akan dijadikan sebagai referensi dalam setiap
bahasan/topik yang dibaca.
2.
Bagi mahasiswa yang lain dapat dijadikan sebagai referensi dalam
penulisan karya ataupun pandangan terutama dalam topik bahasan Penjaminan Mutu Pendidikan Dan Supervisi
Pendidikan.
3.
Bagi kampus merupakan alat bukti pemenuhan akan tugas dan tanggungjawab
sebagai mahasiswa dalam hal pemberian pandangan akan suatu buku.
BAB II BUKU
YANG DIKRITIK
A.
Identitas
|
Judul buku : Open and Distance Learning Qualiy Assurance in
Commonwealth Universities.
ISSN : 978-1-894975-79-7
Penulis : Colin Latchem
Copyright © 2016 by : Commonwealth
of Learning
Published by :
Commonwealth Of Learning
4710
Kingsway, Suite 2500
Burnaby,
British Columbia
Canada
V5H 4M2
International Licence : Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0
Telephone :
+1 604 775 8200
Fax :
+1 604 775 8210
Web :
www.col.org
E-mail :
info@col.org http://creativecommons.org/
licences/by-sa/4.0.
B.
Ringkasan Buku
1.
Bagian
I
Menunjukkan bahwa konsep umum QA dan pengakuan pentingnya QA dalam ODL dipahami pada
tingkat nasional dan institusional hanya
di sebagian besar negara-negara Persemakmuran. Namun,
ada negara dan lembaga di mana kemajuannya lebih lambat dari pada yang mungkin telah diharapkan dan di mana para pembuat
kebijakan, manajer dan praktisi masih membutuhkan saran dan dukungan. Dalam beberapa kasus, mungkin
ada kepatuhan dengan proses QA tetapi kepuasan diri standar. Ada juga tanda-tanda bahwa QA tidak
sesuai dengan waktu dalam hal yang lebih baru dalam bentuk ODL, seperti
eLearning.
2.
Bagian II
Beberapa negara telah menanggapi tantangan dengan membuka universitas, lembaga yang
melepaskan atau melakukan fleksibilitas dalam entri formal persyaratan. Contohnya
termasuk The Open University (UK), Athabasca Universitas (Kanada), Universitas Terbuka Nasional Indira Gandhi
(India) dan Universitas Terbuka dari Sri Lanka. Bertujuan untuk tujuan serupa, Australia telah
mengambil pendekatan yang berbeda, membangun sistem unik yang disebut Open Universities Australia. Ini adalah
perusahaan swasta yang dimiliki oleh tujuh universitas negeri terkemuka di negara itu yang
memungkinkan siswa tanpa tradisional persyaratan akademik untuk belajar online, mengikuti jalur
pembelajaran dan, jika mereka menginginkannya, terus belajar dengan dan lulus dari universitas Australia
pilihan mereka persis kualifikasi yang sama dengan siswa di kampus. Semua
kualifikasi sarjana dan pascasarjana yang tersedia melalui OUA adalah
Australian Qualifications Framework (AQF) kualifikasi.
Di negara-negara berkembang dan maju, ada juga pertumbuhan besar dalam penyediaan dualmode yaitu, menawarkan kursus yang mengarah ke derajat yang sama baik secara off maupun on kampus. Ada suatu masa ketika ODL dan lembaga pendidikan tinggi konvensional bisa dilihat sebagai ekstrem kontinum, yang pertama dicirikan oleh penggunaan pengiriman diperantarai dan pembelajaran yang sebagian besar independen dan yang terakhir dengan studi tatap muka dan didukung oleh guru. Sebuah perpaduan faktor teknologi, sosio-ekonomi dan pendidikan kini telah mengarah pada konvergensi dua mode pengiriman ini dan pelanggan dari dua jenis institusi ini. Berbagai macam lembaga publik dan swasta sekarang menyampaikan program mereka secara fleksibel melalui campuran cetak, penyediaan audio, video, online dan berbasis komputer serta biaya tatap muka. Jarak dan jarak pembelajar berbasis kampus sekarang memiliki harapan fleksibilitas, meningkat pelajar berpusat, kemampuan untuk belajar di waktu, langkah dan tempat mereka memilih sendiri, pembelajaran yang dirancang sendiri, pilihan yang lebih besar dalam persembahan saja, rekan, pembelajaran kolaboratif dan interaktif, dan tingkat standardisasi yang lebih tinggi dalam kualitas dan jangkauan konten kursus dan courseware. Seluler belajar telah mengambil ODL selangkah lebih maju dengan memungkinkan siswa untuk belajar secara virtual di mana saja sinyal seluler tersedia.
3.
Bagian III
Sistem QA institusional
terpusat umumnya diakui sebagai menandakan bahwa yang utama tanggung jawab untuk QA terletak di dalam
institusi daripada dengan badan eksternal. Pusat QA atau manajer senior
bertanggung jawab untuk menetapkan kebijakan QA dan prosedur untuk QA di seluruh institusi,
meskipun berkonsultasi dengan pihak internal dan eksternal. Dari waktu ke
waktu, pusat atau manajer senior ini mengaudit
akademik lembaga dan kebijakan administratif, prosedur, produk
dan layanan untuk memastikan kepatuhan mereka kebijakan internal dan
eksternal, standar dan indikator kinerja dan, jika memungkinkan, persyaratan profesional atau industri dan
standar internasional.
Sentralisasi QA berkonsentrasi keahlian dalam
QA dan mungkin terkait dengan alokasi sumber daya dan / atau sistem penghargaan untuk mendorong praktik
terbaik. Dua universitas yang beroperasi menurut model ini adalah Universitas
Terbuka Perguruan Tinggi Jarak Jauh dan Terbuka Malaysia dan Botswana.
Utama badan yang mengatur untuk QA di OUM adalah Kualitas, Riset, dan
Inovasi Council (QRIC). Lembaga Kualitas, Penelitian dan Inovasi (IQRI) adalah sekretariat dan eksekutor
utama semua arahan yang dikeluarkan oleh dewan. The QRIC diketuai oleh presiden / wakil rektor, dan
direktur IQRI adalah sekretaris ke dewan. Fungsi dari IQRI adalah untuk menjamin QA, melakukan
pelatihan dan program penyadaran, mendorong dan mendukung perbaikan
berkelanjutan proses inti, mengelola penelitian misi-kritis dan institusional
dalam pembelajaran fleksibel dan membangun budaya inovatif di antara staf. Dalam kasus BOCODOL,
Departemen Penelitian dan QA memiliki manajer dan spesialis QA yang
ditugaskan untuk pengembangan, implementasi dan pemantauan kegiatan QA di institusi dan
pembelajaran regionalnya pusat. Di Sri Lanka, itu adalah persyaratan dari Kementerian
Pendidikan Tinggi bahwa semua universitas dan institusi pendidikan tinggi mendirikan internal Unit QA.
Di dunia usaha, sudah diakui bahwa untuk
mendapatkan yang terbaik dari orang-orang, penting untuk menghargai mereka atas usaha dan pencapaian
mereka. Baik pemimpin membuat karyawan mereka merasa penting dengan
menciptakan lingkungan kerja di mana ada insentif untuk kerja keras dan kesuksesan. Ketika
datang ke QA dalam pendidikan tinggi, memastikan kepemilikan staf terhadap
konsep dan praktik di seluruh lembaga jelas penting. Shah, Wilson dan Nair (2010) menyarankan bahwa salah
satu bahan utama dalam memastikan komitmen institusi yang berkelanjutan
terhadap kualitas adalah mengenali dan menghargai kelompok atau individu kinerja. Pentingnya mengakui dan
memberi penghargaan kepada staf dengan cara yang sejalan dengan institusi apa yang berusaha untuk dicapai
dan memastikan bahwa setiap orang dikenali untuk pekerjaan yang luar biasa.
Janji hadiah memotivasi dengan memicu harapan. Buruk sekali diberikan, namun,
penghargaan dapat menurunkan motivasi dan menyebabkan frustrasi dan kebencian
di sisa tenaga kerja.
Dengan pemerintah menyerukan ditingkatkan praktek manajemen dan standar kualitas dalam operasi dan lebih
baik penggunaan sumber daya, lebih tinggi lembaga pendidikan semakin menjadi tunduk pada audit
kualitas dan kesesuaian dengan persyaratan, kerangka kerja dan standar ditentukan oleh nasional atau lainnya lembaga eksternal.
4.
Bagian IV
Mayoritas negara-negara
Persemakmuran memiliki lembaga QA dan akreditasi nasional dan / atau kerangka kerja
yang ada, masih ada negara di mana sistem semacam itu belum masuk pembangunan atau hanya
langkah sementara. Ini menunjukkan bahwa beberapa pemerintah dan lembaga-lembaga masih
membutuhkan dorongan dan dukungan. Dan universitas membutuhkan banyak perhatian ketika kerangka standar
baru diperkenalkan, jadi temuan ini menunjukkan itu beberapa institusi di
beberapa negara tidak mungkin menyesuaikan dengan QA nasional dan sistem akreditasi dan /
atau pendaftaran / pendaftaran ulang persyaratan untuk beberapa tahun.
Enam puluh tujuh persen responden menunjukkan bahwa semua
lembaga pendidikan tinggi di negara mereka, terlepas dari apakah ini terbuka, jarak,
konvensional, publik, penyedia swasta atau luar negeri, harus sesuai dengan standar QA
nasional. Tiga dari lembaga yang menanggapi memiliki sertifikasi ISO, dan salah
satunya dalam proses mengajukan permohonan untuk ini.
Lima puluh tiga persen responden melaporkan bahwa standar QA
yang sama, mengukur dan indikator kinerja yang diterapkan dalam kerangka kerja QA nasional,
terlepas dari moda pengiriman. Hanya 22 persen responden menunjukkan bahwa kerangka
kerja QA nasional mereka dirujuk khusus untuk ODL.
Jarak lintas perbatasan dan pendidikan tinggi
online semakin berkembang, dan itu jelas penting untuk memastikan kualitas
dalam penyediaan kursus dan kualifikasi. Namun, hanya 28 persen responden
melaporkan bahwa lembaga QA nasional mereka menetapkan standar, ukuran atau indikator kinerja untuk
memastikan kualitas dan mengakreditasi program-program ODL atau program-program publik
atau swasta di luar negeri penyedia layanan.
Lima puluh persen responden melaporkan bahwa kerangka kerja QA
kelembagaan mereka didasarkan pada kerangka QA nasional, dan 14 persen mengatakan
bahwa mereka sebagian berdasarkan ini. Delapan puluh satu persen menegaskan
bahwa kelembagaan mereka Kerangka kerja QA terkait dengan rencana strategis mereka.
Delapan puluh tiga persen dari lembaga menunjukkan bahwa mereka
diizinkan untuk mengatur kebijakan mereka sendiri sehubungan dengan standar
penghargaan dan program ODL mereka. Namun, hanya 39 persen dari institusi yang mengatakan bahwa mereka nasional atau
institusi Kerangka kerja QA secara spesifik mengacu pada ODL, dan setengah
dari institusi melaporkan hal itu mereka menggunakan standar, ukuran dan indikator kinerja yang
sama untuk tatap muka mengajar dan belajar dan ODL.
QA dalam ODL membutuhkan lebih dari sekedar layanan bibir dan asumsi bahwa semuanya akan berjalan seperti yang diharapkan. Untuk menghormati kepercayaan yang diberikan siswa dalam sistem ODL dan nilai kualifikasi mereka, untuk menjamin pemerintah, lembaga pendanaan dan pemangku kepentingan lainnya bahwa ODL pantas mendapatkan sumber daya dan dukungan, dan untuk memastikan bahwa lembaga ODL tetap kompetitif, semua orang yang terlibat dalam ODL perlu memastikan bahwa ia melakukan sebaik mungkin melalui menyeluruh, ekstensif dan pemantauan berkelanjutan. QA memakan waktu dan menuntut, tetapi pada akhirnya, ini membawa banyak manfaat bagi institusi, fakultas, departemen, staf dan siswa, dan itu meningkatkan adopsi dan reputasi ODL.
BAB III BUKU
PEMBANDING
A.
BUKU PEMBANDING I
1.
Identitas
Judul buku : Challenges
in Analytical Quality Assurance.
ISSN : 978-3-642-16594-8
e-ISBN : 978-3-642-16595-5
DOI : 10.1007/978-3-642-16595-5
Penulis :
Dr. Manfred Reichenba¨cher
Friedrich-Schiller-Universita¨t Jena
Institut fu ¨r Anorganische und
Analytische Chemie
Lehrbereich Umweltanalytik
D-07743 Jena
Germany
Manfred.Reichenbaecher@t-online.de
Prof. Dr. Ju¨rgen W. Einax
Friedrich-Schiller-Universita¨t Jena
Institut fu ¨r Anorganische und
Analytische Chemie
Lehrbereich Umweltanalytik
D-07743 Jena
Germany
juergen.einax@uni-jena.de
Springer Heidelberg Dordrecht London New
York
Library of Congress Control Number:
2011922327
Springer-Verlag Berlin Heidelberg 2011
Cover design:eStudio Calamar S.L.
Printed on acid-free paper
Springer is part of Springer
Science+Business Media (www.springer.com)
2.
Isi
Pendekatan berbasis masalah untuk
mengkomunikasikan prinsip jaminan kualitas analitis.
Bekerja di lab, tetapi tidak yakin apa
sebenarnya hasil yang Anda hasilkan? Apakah Anda ingin tahu bagaimana
menerapkan tes ketrampilan, menghitung standar deviasi, memperkirakan
ketidakpastian pengukuran atau menguji linearitas? Buku ini menawarkan Anda
pendekatan berbasis masalah untuk jaminan kualitas analitis (AQA). Setelah
pengenalan singkat ke dasar-dasar yang diperlukan, berbagai topik seperti tes
statistik, regresi linier dan kalibrasi, kualifikasi alat atau validasi metode
disajikan dalam bentuk latihan untuk belajar mandiri. Solusi disediakan dengan
cara langkah demi langkah yang jelas. Lembar Excel interaktif tersedia sebagai
Bahan Ekstra untuk mencoba berbagai konsep.
Bagi para profesional maupun mahasiswa
pascasarjana yang dihadapkan dengan jaminan kualitas analitis untuk pertama
kalinya, buku ini akan menjadi petunjuk untuk menghadapi tantangan tersebut. Dalam
hal ini, bagian ketiga dari wawancara tentang jaminan kualitas perangkat lunak
otomatis (ASQA), Andy Chou, kepala ilmuwan & co-founder of Coverity,
diakhiri dengan beberapa studi kasus yang menarik tentang penerapan ASQA di
dunia nyata.
Pernahkah Anda melihat bencana mutlak
dalam implementasi ASQA? Dapatkah Anda memberi tahu para pembaca apa yang
terjadi (tanpa memberikan rincian identitas yang memalukan) dan pelajaran yang
Anda dan rekan Anda pelajari dari pengalaman itu?
Tidak
ada satu pun tantangan terhadap analisis
integritas perangkat lunak otomatis yang mendasar atau tidak dapat diatasi,
tetapi terkadang orang tidak memahami teknologi, apa yang dapat dilakukannya
untuk mereka atau cara menerapkannya. Ini mungkin berarti bahwa mereka membuat
keputusan yang buruk ketika menerapkannya atau membantu pengembang memahami
cara menggunakannya.
Baru-baru ini kami menulis sebuah
makalah untuk Komunikasi ACM 53 (2): 66-75 tentang tantangan yang kami hadapi
membawa Coverity dan pengujian integritas otomatis ke pasar, "Beberapa
Miliar Baris Kode Kemudian: Menggunakan Analisis Statis untuk Menemukan Bug di
Dunia nyata." Kami menulis tentang tantangan-tantangan ini dan perubahan
pola pikir yang diperlukan untuk menjadi sukses.
Beberapa temuan kunci yang kami
diskusikan dalam makalah itu tentang perbedaan antara laboratorium penelitian
dan dunia nyata meliputi hal-hal berikut:
1)
Volume
pengujian dalam aplikasi ASQA di dunia nyata adalah jumlah pesanan yang lebih
besar daripada di lab pengembangan produk. Jumlah dialek bahasa, gaya
pemrograman, bug dan positif palsu semua meningkat ketika menguji perangkat
lunak dunia nyata.
2)
Pengguna
tidak selalu memiliki perspektif yang sama dengan pembuat alat ASQA; mereka
dapat menafsirkan pesan kesalahan dengan sangat berbeda dari niat pengembang.
Produk harus menyediakan pemrosesan cepat dan hasil yang jelas yang dapat
dipahami dengan pelatihan minimal.
3)
Terkadang
programmer atau manajer sistem benar-benar menghentikan alat ASQA dari
pengujian bagian-bagian tertentu dari kode mereka, membuat hasilnya tidak dapat
dipercaya dan tidak lengkap.
4)
Perbedaan
dalam platform teknis yang digunakan untuk menghasilkan kode yang dikompilasi
mungkin tidak kompatibel dengan alat ASQA, termasuk perbedaan bahkan radikal
dalam antarmuka yang digunakan oleh tim pemrograman (seperti antarmuka pengguna
grafis vs antarmuka baris perintah).
5)
Kebijakan
perusahaan dapat melarang perubahan yang tidak berbahaya terhadap urutan
produksi, membuat alat ASQA spesifik tidak dapat digunakan karena
ketidaksesuaian kecil dengan lingkungan operasi.
6)
Compiler
yang tidak menolak konstruksi kode sumber ilegal seperti yang didefinisikan
oleh standar bahasa dapat menghasilkan kode yang tidak dapat diparsikan yang
tidak dapat diuji oleh alat ASQA - dan menyebabkan konflik dengan programmer
yang mendefinisikan kode mereka sebagai, katakanlah, C ++ jika diterima oleh
kompiler C ++ mereka tidak peduli seberapa ilegal konstruksinya.
7)
Banyak
situs yang melibatkan sistem keamanan penting terjebak dengan compiler kuno
karena terlalu mahal untuk mensertifikasi ulang perangkat lunak keamanan
penting setiap kali versi pengubah berubah. Kompiler lama ini - kadang berusia
beberapa dekade - tidak dapat dibeli sama sekali oleh pembuat ASQA dan sangat
sulit untuk disertakan dalam pengujian alat ASQA.
8)
Pemrogram
mungkin bersikeras bahwa bug yang ditemukan dalam kode mereka bukan bug -
termasuk misalnya memperlakukan buffer overflows seperti biasa!
9)
Budaya
organisasi dapat menyebabkan orang mengabaikan banyak bug sebagai hal yang
tidak penting karena mereka tidak memiliki efek langsung pada diri mereka
sendiri.
Di mana Anda melihat pos ASQA di tahun-tahun mendatang? Apa yang berikutnya di cakrawala dalam hal kemudahan penggunaan, efektivitas biaya dan kecepatan? Beberapa tahun ke depan kita akan melihat fokus besar pada rantai pasokan perangkat lunak. Perusahaan mulai menyadari bahwa mereka perlu memahami integritas perangkat lunak mereka terlepas dari apakah mereka mengembangkan perangkat lunak itu sendiri atau mengintegrasikan perangkat lunak dan komponen dari pemasok pihak ketiga atau sumber terbuka. Saya pikir kita akan melihat semakin banyak perusahaan mengukur dan menilai integritas perangkat lunak dan komponen yang mereka terima dari rantai pasokan mereka. Orang tidak menyadari risiko yang mereka ambil dalam perangkat lunak pengiriman. Misalnya, Toyota adalah kasus di mana pengguna mulai bertanya-tanya, apa yang ada di sana? Apakah itu akan berhasil? Di tahun-tahun mendatang, saya yakin kesadaran akan tumbuh. Akan ada lebih banyak kegagalan perangkat lunak. Karena perangkat lunak semakin meluas kita akan melihat kehancuran sistem - integritas perangkat lunak akan menjadi prioritas bisnis dan peraturan, dikelola pada tingkat tertinggi.
B.
BUKU PEMBANDING II
1.
Identitas
Judul buku : Software Quality Assurance
ISSN : 978-1-118-50182-5
Penulis : Claude Y. Laporte, Alain April
Copyright © 2018 by :
2018 Januari
Published by :
Wiley-IEEE Computer Society Pr
Halaman : 624 pages
Edition : Revised
Publisher :
John Wiley & Sons, 2018
Subjects : Computers / Software Development & Engineering / Quality Assurance & Testing Mathematics / Probability & Statistics / Stochastic Processes Technology & Engineering / Quality Control
2.
Isi
Software
Quality Assurance (SQA)
adalah aktivitas yang digunakan untuk menjamin bahwa proses-proses pengembangan
software dilakukan dengan benar.
Dengan adanya aktivitas SQA ini diharapkan kebutuhan dan target software yang dikembangkan dapat
tecapai.
Software Quality Assurance
adalah proses sistematis untuk memeriksa apakah sebuah software telah
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan yang telah ditentukan sebelumnya. Proses
ini, bisa dilaksanakan oleh seorang QA Tester atau
oleh seorang QA Engineer.
QA Tester memiliki
tugas utama melaksanakan pengujian terhadap perangkat atau emulator, membuat
alur pengujian, serta membuat laporan hasil pengujian. Sementara QA Engineer biasanya bertugas untuk membuat porgram
pengujian otomatis, membuat laporan pengujian, memberikan masukan atas aplikasi
yang diuji, serta berkomunikasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan, seperti
pengembang UI/UX, back end atau product manager (PM).
Untuk
proses QA, dibutuhkan kemampuan-kemampuan:
1)
Mindset Pengujian
2)
Analisa & Pengujian Fungsional
3)
Perbaikan Proses
4)
Defect Management
5)
Pengujian Keamanan
6)
Pengujian Performa
7)
Otomasi
8)
User Acceptance Testing (UAT)
Sementara
untuk menjalankan proses software QA, diperlukan antara lain:
1)
Laptop (Linux OS/ Mac)
2)
Device utk pengujian
3)
Pengetahuan pemrograman
4)
Terbiasa dengan Git
5)
Terbiasa dengan Agile (Scrum)
Pengujian
terhadap software sendiri terbagi menjadi dua jenis:
1)
Pengujian
Manual
Pengujian ini biasanya dilakukan untuk mengecek aliran
aplikasi, memeriksa cacat (desain atau pemrograman), pengujian di sistem
operasi berbeda, serta uji migrasi dari versi aplikasi terdahulu.
2)
Pengujian
Otomatis
Pengujian ini terdiri dari pengujian regresi, pengujian
otomatis yang dilakukan pada malam hari, pelaporan otomatis (melalui email atau
tool kolaborasi seperti slack), automated build, dan automated publish.
Untuk
pengujian otomatis, bisa dilakukan di berbagai sistem: Continuous Integration
(CI) Jenkins, Travis CI, Circle CI, dan lain-lain. Apabila terjadi kesalahan
dalam pengujian biasanya karena ada permasalahan di sisi backend, di sisi
Continuous Integration (adanya pembaruan library, misalnya) atau perbaikan pada
aplikasi.
Adapun
kriteria-kriteria dari sebuah desain framework pengujian otomatis adalah:
1)
Mudah digunakan
2)
Bisa/ mudah dalam pemeliharaan
3)
Scalable
4)
Dukungan browser atau peranti
5)
Adanya metrik dan pelaporan
6)
Dukungan terhadap pengujian yang dikehendaki
7)
Dapat dijalankan secara lokal mauputn remote (dari jarak
jauh)
8)
Eksekusi paralel
9)
Mendukung fitur-fitur yang akan diuji
10) Mendukung
environment yang berbeda
11) Dukungan
Tool
12) Batasan
bahasa/ tool
Dan
yang tak kalah penting dari hal-hal di atas adalah, QA tester maupun QA engineer harus selalu berpikiran terbuka.
Dengan sikap terbuka untuk mempelajari hal-hal yang baru, diharapkan QA dapat
memberikan kontribusi positif untuk menghasilkan produk software yang baik.
Mengapa menggunakan TestRail sebagai perangkat lunak QA Anda? Dengan setiap rilis,
kasus uji baru ditambahkan ke rencana pengujian Anda. Menuliskannya hanyalah
langkah pertama. Uji kasus harus diatur, dijadwalkan, dan hasil mereka dilacak
secara sistematis.
TestRail adalah sistem jaminan kualitas yang memungkinkan Anda melakukan semua
hal di atas dan lebih banyak lagi. Itu dirancang terutama dengan penguji dalam
pikiran. Menambah dan mengatur kasus uji cepat dan mudah; begitu juga dengan
menambahkan hasil tes. Sejumlah besar test case dapat dipecah menjadi test
suite. Tonggak sejarah membuat Anda tetap terorganisir di tingkat proyek. Anda akan selalu tahu di
mana Anda berada dalam siklus pengujian dengan dasbor status, laporan kemajuan,
daftar tugas terpadu, dan pemberitahuan email. Pengunjung menggunakan frasa berikut untuk menemukan halaman
ini: perangkat lunak qa, perangkat lunak jaminan kualitas, sistem qa, sistem
jaminan kualitas.
Buku ini memperkenalkan Jaminan Kualitas Perangkat Lunak (SQA)
dan memberikan ikhtisar standar yang digunakan untuk menerapkan SQA. Ini
mendefinisikan cara untuk menilai efektivitas bagaimana seseorang mendekati
kualitas perangkat lunak di seluruh sektor industri utama seperti telekomunikasi,
transportasi, pertahanan, dan kedirgantaraan.
1)
Termasuk situs web tambahan dengan panduan dan
solusi instruktur.
2)
Menerapkan standar perangkat lunak IEEE serta
Integrasi Kematangan Model Kemampuan untuk Pengembangan (CMMI).
3)
Menggambarkan penerapan praktik jaminan
kualitas perangkat lunak melalui penggunaan contoh-contoh praktis, kutipan dari
para ahli, dan tips dari penulis.
BAB IV PERSAMAAN DAN
PERBEDAAN
A.
Persamaan
Jika
ditinjau dari sudut persamaan buku yang di review dengan buku pembanding
memiliki kesamaan, diantaranya petunjuk
untuk menghadapi tantangan, dimana tidak ada satu pun tantangan terhadap analisis integritas yang mendasar
atau tidak dapat diatasi, tetapi terkadang orang tidak memahami, apa yang dapat
dilakukannya untuk mereka atau cara menerapkannya. Ini mungkin berarti bahwa dalam membuat keputusan yang buruk ketika menerapkannya atau
membantu pengembang harus lebih dulu memahami cara menggunakannya.
Sistem QA institusional
terpusat umumnya diakui sebagai menandakan bahwa yang utama tanggung jawab untuk QA terletak di dalam institusi daripada
dengan badan eksternal. Pusat QA atau manajer senior bertanggung jawab untuk menetapkan
kebijakan QA dan prosedur untuk QA di seluruh institusi, meskipun berkonsultasi
dengan pihak internal dan eksternal. Dari waktu ke waktu, pusat atau manajer senior
ini mengaudit akademik lembaga dan kebijakan administratif, prosedur, produk dan layanan untuk
memastikan kepatuhan mereka kebijakan internal dan eksternal, standar dan indikator kinerja
dan, jika memungkinkan, persyaratan profesional atau industri dan standar internasional.
Namun, ada negara dan
lembaga di mana kemajuannya lebih lambat dari pada yang mungkin telah diharapkan dan di mana para pembuat kebijakan, manajer dan
praktisi masih membutuhkan saran dan dukungan. Dalam beberapa kasus, mungkin ada kepatuhan dengan
proses QA tetapi kepuasan diri standar. Ada juga tanda-tanda bahwa QA tidak sesuai dengan waktu
dalam hal yang lebih baru dalam bentuk ODL, seperti eLearning.
Dan yang tak kalah penting, QA harus selalu berpikiran terbuka. Dengan sikap terbuka untuk mempelajari hal-hal yang baru, diharapkan QA dapat memberikan kontribusi positif untuk menghasilkan yang baik.
B.
Perbedaan
Perbedaan
yang sangat menonjol dari bahasan ini, adalah : di dalam buku Open and Distance Learning Qualiy Assurance in
Commonwealth Universities yang menjadi buku yang dikritik bahwa di negara-negara berkembang dan maju, pertumbuhan besar dalam
penyediaan dualmode yaitu, menawarkan kursus yang mengarah ke derajat yang sama
baik secara off maupun on kampus. Ada suatu masa ketika ODL dan lembaga pendidikan tinggi
konvensional bisa dilihat sebagai ekstrem kontinum, yang pertama dicirikan oleh
penggunaan pengiriman diperantarai dan pembelajaran yang sebagian besar independen dan yang
terakhir dengan studi tatap muka dan didukung oleh guru. Sebuah perpaduan faktor
teknologi, sosio-ekonomi dan pendidikan kini telah mengarah pada konvergensi dua mode pengiriman ini
dan pelanggan dari dua jenis institusi ini. Berbagai macam lembaga publik dan swasta
sekarang menyampaikan program mereka secara fleksibel melalui campuran cetak, penyediaan audio, video,
online dan berbasis komputer serta biaya tatap muka. Jarak dan jarak pembelajar berbasis
kampus sekarang memiliki harapan fleksibilitas, meningkat pelajar berpusat,
kemampuan untuk belajar di waktu, langkah dan tempat mereka memilih sendiri,
pembelajaran yang dirancang sendiri, pilihan yang lebih besar dalam persembahan
saja, rekan, pembelajaran kolaboratif dan interaktif, dan tingkat
standardisasi yang lebih tinggi dalam kualitas dan jangkauan konten kursus dan courseware.
Seluler belajar telah mengambil ODL selangkah lebih maju dengan
memungkinkan siswa untuk belajar secara virtual di mana saja sinyal seluler tersedia.
Sedangkan
dalam buku Challenges
in Analytical Quality Assurance sebagai buku pembanding (I) pertama ditekankan
pendekatan berbasis masalah untuk mengkomunikasikan prinsip
jaminan kualitas. Buku
ini menawarkan pendekatan berbasis masalah untuk jaminan kualitas analitis
(AQA). Setelah pengenalan singkat ke dasar-dasar yang diperlukan, berbagai topik
seperti tes statistik, regresi linier dan kalibrasi, kualifikasi alat atau
validasi metode disajikan dalam bentuk latihan untuk belajar mandiri. Solusi
disediakan dengan cara langkah demi langkah yang jelas.
Bagi para profesional maupun mahasiswa pascasarjana yang
dihadapkan dengan jaminan kualitas analitis untuk pertama kalinya, buku ini
akan menjadi petunjuk untuk menghadapi tantangan tersebut.
Kepastian yang
mengatakan bahwa tidak ada satu pun tantangan terhadap analisis integritas perangkat lunak
otomatis yang mendasar atau tidak dapat diatasi, tetapi terkadang orang tidak
memahami teknologi, apa yang dapat dilakukannya untuk mereka atau cara
menerapkannya. Ini mungkin berarti bahwa mereka membuat keputusan yang buruk
ketika menerapkannya atau membantu pengembang memahami cara menggunakannya.
Dengan menggunakan Analisis Statis untuk Menemukan Dunia nyata, maka tantangan-tantangan dan perubahan pola pikir yang diperlukan
dapat menjadi sukses.
Demikian pula halnya dengan buku
yang berjudul Software
Quality Assurance sebagai buku pembanding ke-II (dua), yang lebih
ditekankan adalah penggunaan TestRail sebagai perangkat lunak QA. Uji kasus harus diatur,
dijadwalkan, dan hasil harus dilacak secara sistematis. TestRail dalam hal adalah sistem jaminan kualitas yang memungkinkan melakukan semua
hal dan lebih banyak. Ini dirancang terutama dengan penguji dalam pikiran. Menambah dan
mengatur kasus uji cepat dan mudah; begitu juga dengan menambahkan hasil tes.
Sejumlah besar test case dapat dipecah menjadi test suite.
Tonggak sejarah membuat
tetap terorganisir di tingkat proyek,
akan selalu tahu bahwa dalam siklus pengujian
dengan dasbor status, laporan kemajuan, daftar tugas terpadu, dan pemberitahuan
email. Pengunjung menggunakan frasa bisa menemukan perangkat lunak qa, perangkat lunak jaminan kualitas,
sistem qa, dan sistem jaminan kualitas.
Hal yang pasti dalam buku ini memperkenalkan Jaminan Kualitas Perangkat Lunak (SQA) dan memberikan ikhtisar standar yang digunakan untuk menerapkan SQA. Ini mendefinisikan cara untuk menilai efektivitas bagaimana seseorang mendekati kualitas perangkat lunak di seluruh sektor industri utama seperti telekomunikasi, transportasi, pertahanan, dan kedirgantaraan.
BAB V KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BUKU
Untuk menentukan kelebihan dan
kekurangan buku dapat ditemukan setelah membaca buku tersebut sampai tuntas. Kelebihan dan kekurangan buku yang dapat dilihat penulis dari berbagai
aspek, di antaranya adalah sebagi berikut :
A.
Bentuk fisik
Yang mencakup kulit buku, ilustrasi gambar, dan tata letak.
Bentuk Fisik |
Kelebihan |
Kekurangan |
Kulit Buku |
Penulisan judul pada kulit
buku menggunakan huruf kapital disetiap awal kata, sehingga membuat kita
tertarik untuk membaca sekaligus memilikinya. Warna sampul biru, putih dan abu-abu,
sudah tentu sangat cerah sehingga memberi penampilan yang menarik. |
Kulit buku yang menggunakan
hard cover ini seharusnya memberikan kesan elegan, tetapi dengan penulisan
judul yang memiliki huruf kapital yang hanya awal kata kurang mengesankan
membuat pembaca kurang tertarik. |
Illustrasi Tabel |
Illustrasi tabel pada setiap
bab hanya digunakan untuk tempat pertanyaan yang diajukan, sehingga
memudahkan pembaca untuk memahami apa yang menjadi persoalan yang dituliskan |
Illustrasi tabel yang
ditampilkan sebaiknya tidak terlalu banyak digunakan, sehingga dalam memaknai
tabel akan menjadi membosankan pembaca. |
Tata Letak |
Setiap nomor halaman buku
tertata rapi mulai dari halaman kata pengantar, dan yang merupakan sesuatu
yang langka adalah peletakan nomor halaman yang digunakan, jika nomor genap
diletakkan posisinya di sebelah kiri bawah
tulisan dan nomor ganjil di posisikan disebelah kanan bawah tulisan.
Demikian halnya dengan tata letak tulisan sangat berkesan karena disetiap bab
ditemukan seperti kata kunci. |
Tata letak nomor halaman
buku masih jarang digunakan karena biasanya kalau diatas selalau diletakkan
di kanan atas, dan kalau dibawah ada yang memposisikan di tengah halaman dan
ada yang di kanan halaman. |
B.
Bahasa Yang Digunakan
Bahasa yang digunakan pengarang dalam pembahasan.
Kelebihan |
Kekurangan |
Penggunaan bahasanya begitu
ringan dan mudah dipahami, meski tetap menggunakan bahasa inggris yang baku. |
Penggunaan bahasa pada buku
ini masih terdapat banyak kesalahan, dan juga penulisannya. |
C.
Isi buku
Yang mencakup pembahasan materi.
Kelebihan |
Kekurangan |
Pembahasan pada buku ini sangat
terstruktur sehingga pola pikir pembaca pun menjadi terarah dan mudah untuk
mengikuti langkah-langkah yang disampaikan. |
Pembahasan yang disampaikan masih
ditemukan bertele-tele dan bukan semakin mengerucut pada inti melainkan malah
semakin luas. |
D.
Pengarang
Dengan membandingkan buku karyanya dengan buku karya orang lain yang
bertema sama, atau bahkan dengan buku-buku karyanya terdahulu.
Kelebihan |
Kekurangan |
Colin Latchem yang berasal dari Burnaby, British Columbia ini sangat terkenal
dengan tulisan-tulisannya yang konsisten membahas Quality Assurance, hal ini
dibuktikan dengan terbitan-terbitan yang berbeda tetap membahas Quality
Assurance. Buku-bukunya banyak dijadikan rujukan terutama dalam hal lembaga
dan institusi perguruan tinggi secara khusus untuk belajar jarak jauh. |
Masih
ditemukan kesalahan dalam penulisan pada beberapa kata, penulisan yang
berulang sehingga kadang kita ragu untuk memahaminya, padahal sebagai penulis
yang sudah berpengalaman harusnya kesalahan-kesalahan tersebut tidak
ditemukan lagi. |
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Dari uraian yang telah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa “Open and
Distance Learning Quality Assurance in Commonwealth Universities” menghasilkan jarak lintas perbatasan
dan pendidikan tinggi online yang semakin berkembang, dan hal
ini jelas penting untuk memastikan kualitas dalam penyediaan kursus dan
kualifikasi.
Namun, hanya 28 persen responden
melaporkan bahwa lembaga QA nasional mampu
menetapkan standar, ukuran atau indikator
kinerja untuk memastikan kualitas dan mengakreditasi program-program ODL atau program-program publik
atau swasta di luar negeri dalam penyedia layanan.
Dalam
Challenges in Analytical Quality Assurance tantangan terhadap analisis integritas perangkat lunak
otomatis merupakan hal yang mendasar atau tidak dapat diatasi, tetapi terkadang
orang tidak memahami teknologi, apa yang dapat dilakukannya untuk menerapkannya.
Ini mungkin berarti bahwa dalam
membuat keputusan yang buruk perlu menerapkan pengembangan konsep pemahaman.
Sedangkan dalam buku Software Quality Assurance memperkenalkan Jaminan Kualitas Perangkat
Lunak (SQA) dan memberikan ikhtisar standar yang digunakan untuk menerapkan
SQA. Ini merupakan cara untuk menilai efektivitas bagaimana seseorang mendekati
kualitas perangkat lunak di seluruh sektor industri utama seperti
telekomunikasi, transportasi, pertahanan, dan kedirgantaraan.
B.
Saran
Berdasarkan kesimpulan yang
ada, maka pembahasan mengenai “Penjaminan
Mutu Pendidikan Dan Supervisi Pendidikan”, ini disarankan: dapat menetapkan, memelihara dan
memperbarui kerangka kerja QA yang ketat dan sistem tolak ukur menjamin kualitas dalam
semua bentuk ODL dan memastikan akuntabilitas kepada siswa mereka dan lainnya para pemangku
kepentingan, serta peningkatan berkelanjutan dalam semua operasi mereka dan dapat menetapkan pusat QA atau manajer senior yang bertanggung jawab
untuk kegiatan QA dan benchmarking, di Sesuai dengan Rekomendasi 2–9 di atas.
DAFTAR PUSTAKA
ACODE. (2014).
Benchmarks for technology enhanced learning. Canberra, Australia: Author.
Retrieved from http://www.acode.edu.au/ pluginfile.php/579/modresource/content/3/TEL_Benchmarks.pdf
Adamson, L., Becerro,
M., Cullen, P., González-Vega, L., Sobrino, J. J., & Ryan, N. (2010).
Quality assurance and learning outcomes. ENQA Workshop report 17. Helsinki,
Finland: European Association for Quality Assurance in Higher Education. Retrieved
from http://www.enqa.eu/
indirme/papers-and-reports/workshop-and-seminar/WSR%2017% 20-% 20Final.pdf.
Aitken, D. (2013,
April 17). Teaching versus research: The great dilemma for universities [Blog
post]. Retrieved from http://donaitkin.com/
teaching-versus-research-the-great-dilemma-for
universities/
Barefoot, H., Gamble,
M., O’Hare, D., Kuit, J., Mellar, H., Newland, B., Papaefthimiou, M., Oliver,
M., & Webb, E. (2011). A toolkit for harnessing quality assurance processes
for technology enhanced learning. QA-QE Special Interest Group. Retrieved from http://qaqe-sig.net/wp-content/uploads/2011/03/Toolkit_version_2011_9_3.pdf
Bates, T. (2010,
August 15). E-learning quality assurance standards, organizations and research
[Blog post]. Retrieved from http://www.tonybates.ca/2010/08/15/e-learning-quality-assurance-standardsorganizations-and-research/#sthash.PhW3DzXW.dpuf
Brennan, J. L.
(1998). Quality assurance in higher education: A legislative review and needs
analysis of developments in Central and Eastern Europe. London, UK: European
Training Foundation/Quality Support Centre.
Chandra, R.,
Thurab-Nkhosi, D., & Marshall, S. (2012). Quality assurance in regional
dual-mode universities. In I. Jung & C. Latchem (Eds.), Quality assurance
and accreditation in distance education and e-learning: Models, policies and
research(pp. 136–150). London, UK: Routledge.
CHE & AfriQAN.
(2012). AfriQAN-INQAAHE workshop on good practices in quality assurance.
Nairobi, Kenya: Commission for Higher Education (CHE), African Quality
Assurance Network (AfriQAN), & Association of African Universities.
CHEA. (2002).
Accreditation and assuring quality in distance education. Washington, DC:
Council for Higher Education Accreditation. Retrieved from http://www.chea.org/pdf/mono_1_accred_
distance_02.pdf
CHEA International
Quality Group. (2015). International quality principles. Washington, DC:
Council for Higher Education Accreditation. Retrieved from http://www.icde.org/filestore/ News/2015_
JanuaryJune/QualityPrinciples-April2015.pdf
Clarke-Okah, W.,
& Coomaraswamy, U. (2009). Quality assurance toolkit for distance higher
education institutions and programmes. Vancouver, Canada: Commonwealth of
Learning & UNESCO.
Clarke-Okah, W.,
& Gatsha, G. (Eds.). (2014). Handbook for the Commonwealth of Learning
review and improvement model (COL RIM). Vancouver, Canada: Commonwealth of
Learning. Retrieved from http://oasis.col.org/handle/11599/602
Daniel, J., Kanwar,
A., & Uvalic´ -Trumbic´ , S. (2005). Who’s afraid of cross-border higher
education? A developing world perspective. Paper presented at the International
Network of Quality Assurance Agencies in Higher Education (INQAAHE) Annual
Conference, Wellington, New Zealand.
Ehlers, U-D. (2012).
Quality assurance policies and guidelines in European distance and e-learning.
In I. Jung & C. Latchem (Eds.), Quality assurance and accreditation in
distance education and e-learning: Models, policies and research(pp. 79–90).
London, UK: Routledge.
Gillespie, P. (2015,
March 25). University of Phoenix has lost half its students. CNN Money.
Retrieved from http://money.cnn.com/
2015/03/25/
investing/university-of-phoenix-apollo-earnings-tank/
Ibrahim, F., Abas, Z.
W., & Ali, R. (2008, November). Quality management initiatives in an open
and distance learning university. Paper presented at the 8th Annual SEAAIR
Conference, Surabaya, Indonesia.
INQAAHE (2007).
Guidelines of good practice (GGP). Barcelona, Spain: Author. Retrieved from http://www. inqaahe.org/admin/files/assets
/subsites/1/documenten/1231430767_inqaahe---guidelines-of-good practice[1].pdf
James, R., Tynan, B.,
Marshall, S., Webster, L., Suddaby, G., & Lewis, R. (2011, December).
Regulatory frameworks for distance education: A pilot study in the Southwest
Pacific/South East Asia Region. Final report. Oslo, Norway: International
Council for Distance Education. Retrieved from http://www.icde.org/filestore/ RegulatoryFramework/ RegulatoryFrameworksforDEfinalreport2.Pdf
Jung, I. (2012,
April). Asian learners’ perception of quality in distance education and gender
differences. International Review of Research into Open and Distributed
Learning, 13(2). Retrieved from http://www.
irrodl.org/index.php/irrodl/article/view/1159/2128
Jung, I., &
Latchem, C. (Eds.). (2012). Quality assurance and accreditation in distance
education and e-learning. London, UK: Routledge.
Kirkpatrick, D.
(2005). Accreditation and assuring quality in open and distance learning.
Vancouver, Canada: Commonwealth of Learning. Retrieved from http://oldwebsite.col.org/SiteCollectionDocuments/ KS2005_QA.pdf
Koning, J. W., Jr.
(1993). Three other r’s: Recognition, reward and resentment. Research
Technology Management,36(4), 19.
Koul, B., &
Kanwar, A. (Eds.). (2006). Perspectives on distance education: Towards a
culture of quality. Vancouver, Canada: Commonwealth of Learning.Retrieved from http://oldwebsite.col.org/Publication
Documents/pub_PS-QA_web.pdf
Kusek, J. Z., &
Rist, R.C. (2004). Ten steps to a results-based monitoring and evaluation
system: A handbook for development practitioners. Washington, DC: The World
Bank. Retrieved from https://openknowledge.worldbank.org/bitstream/handle/10986/14926/296720PAPER0100steps.pdf?sequence=1
Long, J., &
Harvey, A. (2015, July 15). Equity and diversity should figure in any rankings
system. The Australian: Higher Education, p. 33. Retrieved from http://www.theaustralian.com.au/higher-education/
opinion/equity-and-diversity-should-figure-in-any-rankings-system/
storye6frgcko1227441819779?sv=1608afb635d65988122d9e82d980d3 ac
Lorenzo, G., &
Moore, J. (2002). The Sloan Consortium report to the nation: Five pillars of
quality online education.Retrieved from http://wwww.edtechpolicy.org/ArchivedWebsites/Articles/FivePillarsOnlineEducation.pdf
Malaysian
Qualifications Agency. (2013). Code of practice for open and distance learning.
Petaling Jaya, Malaysia: Author.
Maslen, G. (2012,
February 19). Worldwide student numbers forecast to double by 2025. University
World News, 209. Retrieved http://www.universityworldnews.com/article.php?story=20120216105739999
Mills, R., &
Fage, J. (1999, March). Quality assurance: Internally embedded or externally
controlled?Paper presented at the First Pan-Commonwealth Forum, Bandar Seri
Begawan.Retrieved from http://oldwebsite.col.org/forum/PCFpapers/PostWork/mills.pdf
NCHE. (2014). Quality
assurance framework for universities and the licensing process for higher
education institutions. Kyambogo, Uganda: Author. Retrieved from http://www.unche.or.ug/wp-content/
uploads/2014/05/Quality-Assurance-Framework-for-Universities.pdf
Nichols, M. (2002,
December). Development of a quality assurance system for elearning projects.
Paper presented at ASCILITE2002, UNITEC, Auckland, New Zealand. Retrieved from http://www.ascilite.org/ conferences/auckland02/proceedings/papers/004.pdf
Ossiannilsson, E.,
Williams, K., Camilleri, A. F., & Brown, M. (2015).Quality models in online
and open education around the globe: State of the art and recommendations.
Oslo, Norway: International Council for Open and Distance Education. Retrieved
from http://icde.org/admin
/filestore/News/2015JanuaryJune/ICDE Qualitymodels.pdf.
Parker, N. (2012).
Quality assurance and accreditation in the United States and Canada. In I. Jung
& C. Latchem, (Eds.), Quality assurance and accreditation in distance
education and e-learning: Models, policies and research(pp. 58–68). London, UK:
Routledge.
Plimmer, G.,
Clarke-Okah, W., Donovan, C., & Russell, W. (2012). Lowering the cost and
increasing the effectiveness of quality
assurance: COL RIM. In I. Jung and C. Latchem, (Eds.), Quality assurance and
accreditation in distance education and e-learning: Models, policies and research(pp.
162–171). New York, NY: Routledge.
QAA. (2013, March).
Self-evaluation report of the Quality Assurance Agency for Higher Education:
External review for confirmation of full membership of ENSA. Gloucester, UK:
Author. Retrieved from http://www.qaa.ac.uk/en/Publications/Documents/ENQA-13.pdf
Reichert, S. (2008).
Looking back — looking forward: Quality assurance and the Bologna process. In
A. Beso, L. Bollaert, B. Curvale, H. T. Jensen, L. Harvey, E. Helle, B.
Maguire, A. Mikkola, & A. Sursock (Eds.), Implementing and using quality
assurance: Strategy and practice. A selection of papers from the 2nd
European Quality Assurance Forum(pp. 5–10). Brussels, Belgium: The European
University Association.
Rolfe, V. (2015,
January). Students as evaluators of open educational resources.
OpenEducationEuropa, 40. Retrieved from http://www.openeducationeuropa.eu/en/download/file/fid/37915
Shah, M., Wilson, M.,
& Nair, C. S. (2010, November). The Australian Higher Education Quality
Assurance Framework: Its success, deficiencies and way forward. Paper presented
to the Australasian Institutional Research Forum: Has Institutional Research
Come of Age in Australasia? Geelong, Australia. Retrieved from http://www.aair.org.au/app/webroot/media/pdf/AAIR%20Fora/Forum%202010/HEQualityFrameworkMahsoodShah.pdf
Shale, D., &
Gomes, J. (1998). Performance indicators and university distance education
providers. Journal of Distance Education, 13(1), 1–20. Stella, A. (2012).
International guidelines: Similarities and criticisms[PowerPoint slides].
Retrieved from
http://documents.mx/documents/1-international-guidelines-similarities-and-criticisms-dr-antony-stellaaudit-director-australian-universities-quality-agency-apqn-board-member.html
Stella, A., &
Gnanam, A. (2004). Quality assurance in distance education: The challenges to
be addressed. Higher Education, 47, 143–160. Retrieved from www.qou.edu/arabic/researchProgram/ distance Learning/quality Assurance.pdf
Szabo, M., &
Tück, C. (2014). Recognising International Quality Assurance Activity in the
European Higher Education Area (RIQAA): Final project report. Brussels,
Belgium: European Quality Assurance Register for Higher Education. Retrieved
from https://www.eqar.eu/fileadmin/documents/eqar/riqaa/WP5_RIQAA_Report_final.pdf
Taylor, J. C., &
Swannell, P. (2001). USQ: An e-university for an e-world. The International
Review of Research in Open and Distributed Learning, 2(1). Retrieved from http://www.irrodl.org/index. php/irrodl /article/view/28/370 Teay, S. (2009, July).
Actioning strategic planning. Paper presented at the International Conference
on Strategic Planning and Quality Assurance in the Muslim World, Kuala Lumpur,
Malaysia. Retrieved from http://www.academia.edu/ 1544096/Action_Strategic_Planning
UNESCO & APQN.
(2006). UNESCO-APQN Toolkit: Regulating the quality of cross-border education.
Bangkok, Thailand: UNESCO Bangkok. Retrieved from http://unesdoc.unesco.org/images/0014/ 001464
/146428e.pdf
UNESCO & OECD
(2005). Guidelines for quality provision in cross-border higher education.
Retrieved from http://www.oecd.org/edu/skills-beyond-school/35779480.pdf
Uvalic´ -Trumbic´ ,
S., & Daniel, J. (2014). A guide to quality in post-traditional online
higher education. Dallas, Texas: Academic Partnerships. Retrieved from http://www.icde.org/filestore/ News/2014_ MarchApril/Guide2.pdf UWI. (2014, May). The UWI
Quality Circle: Some key elements of the UWI Quality Management System. Volume
16. Retrieved from http://www.open.uwi.edu/sites/ default/files
/The Quality_Circle_Vol16_May_2014.pdf
Vincent-Lancrin, S.,
& Pfotenhauer, S. (2012). Guidelines for quality provision in cross-border
higher education: Where do we stand?Paris, France: OECD. Retrieved from http://www.oecd.org/
edu/research/ 49956210.pdf
Woodhouse, D. (2006,
May). The quality of transnational education: A provider view. Paper presented
at the INQAAHE Workshop, The Hague, Netherlands. Retrieved from http://www.inqaahe.org/admin/
files/assets/subsites/1/documenten/1259589098_quality-assurance-of-transnational-education-a-providersview. Pdf.
No comments:
Post a Comment