Wednesday, October 5, 2022

CRITICAL BOOK REVIEW (CBR)

 CRITICAL BOOK REVIEW

Open and Distance Learning Quality Assurance in Commonwealth Universities

Oleh : Antonius Gultom, S.Pd.,MM


KATA PENGANTAR

 

Puji syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat, karunia terutama kesempatan yang diberikan-Nya, sehingga saya sebagai penyusun “Critical Book Review (CBR)” ini dapat menyelesaikannya dengan baik. Tanpa adanya kesempatan, mustahil penyusun dapat menyelesaikan “Critical Book Review (CBR)” ini secara tuntas. Critical Book Review (CBR)” merupakan tugas individual yang merupakan keharusan dalam mengikuti dan menyelesaikan mata kuliah “Penjaminan Mutu Pendidikan Dan Supervisi Pendidikan,.  

Selama proses penulisan “Critical Book Review (CBR)” ini, penyusun memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Untuk itu dari hati yang paling dalam penyusun menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulisan CBR ini terutama kepada Dosen 1 Bapak Prof. Dr. Syawal Gultom, MPd, dan Dosen 2 Bapak Dr. Darwin, M.Pd., sebagai Dosen yang mengampu mata kuliah ini.

Segala kritikan dan masukan dari semua pihak, akan menjadi pengalaman yang sangat berharga bagi saya penyusun demi kesempurnaan “Critical Book Review (CBR)” ini.

 

Medan, 28 September 2018

 

                                                                                                          

Antonius Gultom



DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii

 

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

A.       Rasionalisasi Pentingnya Critical Book Review (CBR) ....................... 1

B.      Tujuan Penulisan Critical Book Review (CBR) ........................................ 3

C.       Manfaat Critical Book Review (CBR) ............................................................ 3

 

BAB II BUKU YANG DI KRITIK ...................................................................................................... 4

A.       Identitas ........................................................................................................................ 4

B.      Ringkasan Buku......................................................................................................... 5

          1.    Bagian I ................................................................................................................ 5

          2.    Bagian II .............................................................................................................. 5

          3.    Bagian III ............................................................................................................ 6

          4.    Bagian IV ............................................................................................................. 8

 

BAB III BUKU PEMBANDING........................................................................... 10

A.       Buku Pembanding I .............................................................................................. 10

          1.    Identitas ............................................................................................................ 10

          2.    Isi ........................................................................................................................... 12

B.      Buku Pembanding II ............................................................................................ 15

          1.    Identitas ............................................................................................................ 15

          2.    Isi ........................................................................................................................... 16

 

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ......................................................... 19

A.             Persamaan ................................................................................................................ 19

B.             Perbedaan ................................................................................................................. 20

 

 

 

BAB V KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BUKU ............................................. 22

A.       Bentuk  fisik .............................................................................................................. 22

B.      Bahasa yang digunakan..................................................................................... 23

C.       Isi buku ........................................................................................................................ 23

D.      Pengarang ................................................................................................................. 24

 

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................. 15

A.            Kesimpulan ............................................................................................................... 24

B.            Saran ............................................................................................................................ 25

 

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 25

 

BAB I PENDAHULUAN

A.                 Rasionalisasi pentingnya Critical Book Review (CBR)

Dalam Critical Book Review tentang “Penjaminan Mutu Pendidikan Dan Supervisi Pendidikan, ini terdiri dari 4 (Empat) bagian yang membahas tentang Jaminan Kualitas di Universitas Persemakmuran dengan cara belajar jarak jauh. Buku ini membahas tentang masalah kualitas dalam pembelajaran terbuka dan jarak jauh (ODL) sebagai hal utama perhatian. Tindakan, kebijakan dan sistem jaminan kualitas yang tidak memadai (QA) membuat kredibilitas ketentuan ODL dipertanyakan. The Commonwealth of Learning (COL) berada di garis depan dalam mempromosikan kualitas ODL dan selama bertahun-tahun telah mengembangkan beberapa toolkit, pedoman, dan monograf, serta mikrosite tautan web pada QA, untuk membantu negara-negara Commonwealth mendapatkan manfaat dari kredibilitas dan model ODL yang dapat dibandingkan secara kualitatif. Ulasan dan Peningkatan COL Model (COL RIM) telah membantu setidaknya 13 institusi dengan mengintegrasikan QA ke dalam sistem dan proses mereka. Karena kualitas adalah masalah relevansi berkelanjutan, COL menugaskan sebuah penelitian untuk menyelidiki keadaan QA di tempat terbuka lebih tinggi lembaga pendidikan di Persemakmuran.

Laporan ini menawarkan beberapa wawasan kunci dan temuan tentang bagaimana QA saat ini dipraktekkan di universitas terbuka di Persemakmuran, dari perspektif pembuat kebijakan, pemimpin dan praktisi dalam pendidikan terbuka dan jarak jauh institusi. Pelajaran menunjukkan bahwa sementara pentingnya QA diterima sebagai nilai strategis oleh semua, standar praktik, kriteria dan ukuran berbeda sangat. Ada juga kekhawatiran yang berkembang atas QA dalam bentuk-bentuk pengajaran yang baru dan belajar, termasuk eLearning, membuka sumber daya pendidikan dan masif membuka kursus online.

Perbaikan berkelanjutan di lembaga pendidikan tinggi sangat penting untuk penyediaan kualitas pendidikan melalui ODL dalam berbagai bentuknya, termasuk eLearning, pembelajaran online, dan pembelajaran fleksibel campuran. Ketika praktisi menghasilkan, berinovasi, mengadopsi, beradaptasi, menggunakan, dan menggunakan sistem, sumber belajar dan teknologi, itu sama pentingnya untuk mendukung penyediaan pendidikan berkualitas melalui mode ODL. Merangkul peningkatan berkelanjutan membutuhkan kebijakan QA kelembagaan yang kuat, strategi implementasi, dan pemantauan, evaluasi yang konsisten dan melaporkan. Oleh karena itu panggilan untuk perencanaan dan pelaksanaan yang berkelanjutan untuk mencapai yang lebih baik hasil dan hasil yang diinginkan. Kesuksesan terwujud ketika pemimpin pendidikan tinggi, kebijakan pembuat dan praktisi berjalan dalam pembicaraan dengan merangkul isu-isu kualitas sebagai bagian dari strategi mereka arahan dalam rencana tahunan dan praktik sehari-hari mereka di semua tingkatan dalam institusi mereka.

Lebih rinci lagi Colin Latchem ini adalah seorang profesional ODL senior dengan pengalaman yang signifikan dan keahlian dalam hal kualitas, untuk menyiapkan laporan ini. Dia telah mengidentifikasi dua perangkat rekomendasi: (i) untuk pemerintah dan lembaga QA nasional dan (ii) untuk pendidikan tinggi lembaga yang menawarkan program dan program ODL.

Penulis yakin laporan itu akan menarik untuk diperdebatkan oleh para pemangku kepentingan di masing-masing konteks, dan bahwa rekomendasi dalam laporan ini akan dianggap sebagai titik awal untuk Menegaskan kembali QA dalam ketentuan ODL.

Buku ini sangat tepat dan cocok digunakan untuk mahasiswa yang mengikuti perkuliahan Penjaminan Mutu Pendidikan Dan Supervisi Pendidikan. Karena di dalam buku ini dibahas tentang : 1) Ringkasan Eksekutif Dan Rekomendasi, Latar Belakang Studi, Ringkasan Temuan dan Rekomendasi; 2) Pengantar, Tujuan Studi, Metodologi, ODL di Universitas Persemakmuran dan QA dan ODL; 3) Temuan, QA Nasional dan Agensi dan Kerangka Kerja Akreditasi, Kebijakan QA, Agen dan Kerangka Kerja, QA of ODL dan Penyediaan Tatap Muka, Ketentuan Lintas Batas, Sertifikasi ISO, Kebijakan dan Praktik QA Institusional, QA dan Perencanaan Strategis, Sistem QA Terpusat dan Terdesentralisasi, Pengakuan dan Penghargaan, Siklus Mutu, Budaya Kualitas, e-Learning, Masukan dan Hasil-berdasarkan QA, Audit Eksternal dan Internal, Partisipasi Siswa dalam QA, Akreditasi dan Sertifikasi Lintas Batas, Manfaat yang Dirasakan, Hasil, Batasan dan Tantangan dalam QA dan Penggunaan COL dan Sumber Lain di QA; 4) Kesimpulan Dan Rekomendasi, Ringkasan Temuan dan hasil Diskusi.

Perlu penulis beritahukan, bahwa buku ini telah di rekomendasi oleh dosen pengampu untuk di pelajari dan di jadikan bahan Critical Book Review (CBR), dengan catatan di carikan buku yang lain sebagai buku pembanding. Bagi penulis sendiri, yang menjadi bahan critikan dalam buku ini semua bab mulai dari bab 1-4 digunakan, karena hanya empat bab saja.

 

B.                 Tujuan Penulisan Critical Book Review

Mengkitik sebuah buku tentu saja tidak semudah membalikan tangan, tetapi membutuhkan keseriusan, dan sudah tentu memiliki tujuan. Adapun yang menjadi tujuan pembuatan Critical Book Review ini, yaitu :

1.        Pemenuhan akan tugas dalam mata kuliah Penjaminan Mutu Pendidikan Dan Supervisi Pendidikan.

2.        Menambah pemahaman yang lebih baik akan persoalan dalam Penjaminan Mutu Pendidikan Dan Supervisi Pendidikan.

3.        Meningkatkan kemampuan penulis akan sebuah topik dalam bahasan yang telah ditetapkan.

4.        Mengkritisi/membandingkan satu topik materi kuliah yang berkaitan dengan Penjaminan Mutu Pendidikan Dan Supervisi Pendidikan.

 

C.                  Manfaat Critical Book Review (CBR)

Selain memiliki tujuan, penulisan Critical Book Review (CBR) ini juga memberi manfaat yang sangat berguna terutama untuk :

1.        Bagi penulis Critical Book Review (CBR) merupakan alat menjadikan penulis lebih selektif dalam menilai beberapa sumber yang akan dijadikan sebagai referensi dalam setiap bahasan/topik yang dibaca.

2.        Bagi mahasiswa yang lain dapat dijadikan sebagai referensi dalam penulisan karya ataupun pandangan terutama dalam topik bahasan Penjaminan Mutu Pendidikan Dan Supervisi Pendidikan.

3.        Bagi kampus merupakan alat bukti pemenuhan akan tugas dan tanggungjawab sebagai mahasiswa dalam hal pemberian pandangan akan suatu buku.

 

BAB II BUKU YANG DIKRITIK

A.                 Identitas

Thumbnail

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Judul buku                :    Open and Distance Learning Qualiy Assurance in Commonwealth Universities.

ISSN                          :    978-1-894975-79-7

Penulis                      :    Colin Latchem

Copyright © 2016 by : Commonwealth of Learning

Published by             :    Commonwealth Of Learning

                                      4710 Kingsway, Suite 2500

                                      Burnaby, British Columbia

                                      Canada V5H 4M2

International Licence :    Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0

Telephone                :    +1 604 775 8200

Fax                            :    +1 604 775 8210

Web                          :    www.col.org

E-mail                       :    info@col.org http://creativecommons.org/ licences/by-sa/4.0.

 

B.                 Ringkasan Buku

1.        Bagian I

Menunjukkan bahwa konsep umum QA dan pengakuan pentingnya QA dalam ODL dipahami pada tingkat nasional dan institusional hanya di sebagian besar negara-negara Persemakmuran. Namun, ada negara dan lembaga di mana kemajuannya lebih lambat dari pada yang mungkin telah diharapkan dan di mana para pembuat kebijakan, manajer dan praktisi masih membutuhkan saran dan dukungan. Dalam beberapa kasus, mungkin ada kepatuhan dengan proses QA tetapi kepuasan diri standar. Ada juga tanda-tanda bahwa QA tidak sesuai dengan waktu dalam hal yang lebih baru dalam bentuk ODL, seperti eLearning.

 

2.        Bagian II

Beberapa negara telah menanggapi tantangan dengan membuka universitas, lembaga yang melepaskan atau melakukan fleksibilitas dalam entri formal persyaratan. Contohnya termasuk The Open University (UK), Athabasca Universitas (Kanada), Universitas Terbuka Nasional Indira Gandhi (India) dan Universitas Terbuka dari Sri Lanka. Bertujuan untuk tujuan serupa, Australia telah mengambil pendekatan yang berbeda, membangun sistem unik yang disebut Open Universities Australia. Ini adalah perusahaan swasta yang dimiliki oleh tujuh universitas negeri terkemuka di negara itu yang memungkinkan siswa tanpa tradisional persyaratan akademik untuk belajar online, mengikuti jalur pembelajaran dan, jika mereka menginginkannya, terus belajar dengan dan lulus dari universitas Australia pilihan mereka persis kualifikasi yang sama dengan siswa di kampus. Semua kualifikasi sarjana dan pascasarjana yang tersedia melalui OUA adalah Australian Qualifications Framework (AQF) kualifikasi.

Di negara-negara berkembang dan maju, ada juga pertumbuhan besar dalam penyediaan dualmode yaitu, menawarkan kursus yang mengarah ke derajat yang sama baik secara off maupun on kampus. Ada suatu masa ketika ODL dan lembaga pendidikan tinggi konvensional bisa dilihat sebagai ekstrem kontinum, yang pertama dicirikan oleh penggunaan pengiriman diperantarai dan pembelajaran yang sebagian besar independen dan yang terakhir dengan studi tatap muka dan didukung oleh guru. Sebuah perpaduan faktor teknologi, sosio-ekonomi dan pendidikan kini telah mengarah pada konvergensi dua mode pengiriman ini dan pelanggan dari dua jenis institusi ini. Berbagai macam lembaga publik dan swasta sekarang menyampaikan program mereka secara fleksibel melalui campuran cetak, penyediaan audio, video, online dan berbasis komputer serta biaya tatap muka. Jarak dan jarak pembelajar berbasis kampus sekarang memiliki harapan fleksibilitas, meningkat pelajar berpusat, kemampuan untuk belajar di waktu, langkah dan tempat mereka memilih sendiri, pembelajaran yang dirancang sendiri, pilihan yang lebih besar dalam persembahan saja, rekan, pembelajaran kolaboratif dan interaktif, dan tingkat standardisasi yang lebih tinggi dalam kualitas dan jangkauan konten kursus dan courseware. Seluler belajar telah mengambil ODL selangkah lebih maju dengan memungkinkan siswa untuk belajar secara virtual di mana saja sinyal seluler tersedia.

 

3.        Bagian III

Sistem QA institusional terpusat umumnya diakui sebagai menandakan bahwa yang utama tanggung jawab untuk QA terletak di dalam institusi daripada dengan badan eksternal. Pusat QA atau manajer senior bertanggung jawab untuk menetapkan kebijakan QA dan prosedur untuk QA di seluruh institusi, meskipun berkonsultasi dengan pihak internal dan eksternal. Dari waktu ke waktu, pusat atau manajer senior ini mengaudit akademik lembaga dan kebijakan administratif, prosedur, produk dan layanan untuk memastikan kepatuhan mereka kebijakan internal dan eksternal, standar dan indikator kinerja dan, jika memungkinkan, persyaratan profesional atau industri dan standar internasional.

Sentralisasi QA berkonsentrasi keahlian dalam QA dan mungkin terkait dengan alokasi sumber daya dan / atau sistem penghargaan untuk mendorong praktik terbaik. Dua universitas yang beroperasi menurut model ini adalah Universitas Terbuka Perguruan Tinggi Jarak Jauh dan Terbuka Malaysia dan Botswana. Utama badan yang mengatur untuk QA di OUM adalah Kualitas, Riset, dan Inovasi Council (QRIC). Lembaga Kualitas, Penelitian dan Inovasi (IQRI) adalah sekretariat dan eksekutor utama semua arahan yang dikeluarkan oleh dewan. The QRIC diketuai oleh presiden / wakil rektor, dan direktur IQRI adalah sekretaris ke dewan. Fungsi dari IQRI adalah untuk menjamin QA, melakukan pelatihan dan program penyadaran, mendorong dan mendukung perbaikan berkelanjutan proses inti, mengelola penelitian misi-kritis dan institusional dalam pembelajaran fleksibel dan membangun budaya inovatif di antara staf. Dalam kasus BOCODOL, Departemen Penelitian dan QA memiliki manajer dan spesialis QA yang ditugaskan untuk pengembangan, implementasi dan pemantauan kegiatan QA di institusi dan pembelajaran regionalnya pusat. Di Sri Lanka, itu adalah persyaratan dari Kementerian Pendidikan Tinggi bahwa semua universitas dan institusi pendidikan tinggi mendirikan internal Unit QA.

Di dunia usaha, sudah diakui bahwa untuk mendapatkan yang terbaik dari orang-orang, penting untuk menghargai mereka atas usaha dan pencapaian mereka. Baik pemimpin membuat karyawan mereka merasa penting dengan menciptakan lingkungan kerja di mana ada insentif untuk kerja keras dan kesuksesan. Ketika datang ke QA dalam pendidikan tinggi, memastikan kepemilikan staf terhadap konsep dan praktik di seluruh lembaga jelas penting. Shah, Wilson dan Nair (2010) menyarankan bahwa salah satu bahan utama dalam memastikan komitmen institusi yang berkelanjutan terhadap kualitas adalah mengenali dan menghargai kelompok atau individu kinerja. Pentingnya mengakui dan memberi penghargaan kepada staf dengan cara yang sejalan dengan institusi apa yang berusaha untuk dicapai dan memastikan bahwa setiap orang dikenali untuk pekerjaan yang luar biasa. Janji hadiah memotivasi dengan memicu harapan. Buruk sekali diberikan, namun, penghargaan dapat menurunkan motivasi dan menyebabkan frustrasi dan kebencian di sisa tenaga kerja.

Dengan pemerintah menyerukan ditingkatkan praktek manajemen dan standar kualitas dalam operasi dan lebih baik penggunaan sumber daya, lebih tinggi lembaga pendidikan semakin menjadi tunduk pada audit kualitas dan kesesuaian dengan persyaratan, kerangka kerja dan standar ditentukan oleh nasional atau lainnya lembaga eksternal.

 

4.        Bagian IV

Mayoritas negara-negara Persemakmuran memiliki lembaga QA dan akreditasi nasional dan / atau kerangka kerja yang ada, masih ada negara di mana sistem semacam itu belum masuk pembangunan atau hanya langkah sementara. Ini menunjukkan bahwa beberapa pemerintah dan lembaga-lembaga masih membutuhkan dorongan dan dukungan. Dan universitas membutuhkan banyak perhatian ketika kerangka standar baru diperkenalkan, jadi temuan ini menunjukkan itu beberapa institusi di beberapa negara tidak mungkin menyesuaikan dengan QA nasional dan sistem akreditasi dan / atau pendaftaran / pendaftaran ulang persyaratan untuk beberapa tahun.

Enam puluh tujuh persen responden menunjukkan bahwa semua lembaga pendidikan tinggi di negara mereka, terlepas dari apakah ini terbuka, jarak, konvensional, publik, penyedia swasta atau luar negeri, harus sesuai dengan standar QA nasional. Tiga dari lembaga yang menanggapi memiliki sertifikasi ISO, dan salah satunya dalam proses mengajukan permohonan untuk ini.

Lima puluh tiga persen responden melaporkan bahwa standar QA yang sama, mengukur dan indikator kinerja yang diterapkan dalam kerangka kerja QA nasional, terlepas dari moda pengiriman. Hanya 22 persen responden menunjukkan bahwa kerangka kerja QA nasional mereka dirujuk khusus untuk ODL.

Jarak lintas perbatasan dan pendidikan tinggi online semakin berkembang, dan itu jelas penting untuk memastikan kualitas dalam penyediaan kursus dan kualifikasi. Namun, hanya 28 persen responden melaporkan bahwa lembaga QA nasional mereka menetapkan standar, ukuran atau indikator kinerja untuk memastikan kualitas dan mengakreditasi program-program ODL atau program-program publik atau swasta di luar negeri penyedia layanan.

Lima puluh persen responden melaporkan bahwa kerangka kerja QA kelembagaan mereka didasarkan pada kerangka QA nasional, dan 14 persen mengatakan bahwa mereka sebagian berdasarkan ini. Delapan puluh satu persen menegaskan bahwa kelembagaan mereka Kerangka kerja QA terkait dengan rencana strategis mereka.

Delapan puluh tiga persen dari lembaga menunjukkan bahwa mereka diizinkan untuk mengatur kebijakan mereka sendiri sehubungan dengan standar penghargaan dan program ODL mereka. Namun, hanya 39 persen dari institusi yang mengatakan bahwa mereka nasional atau institusi Kerangka kerja QA secara spesifik mengacu pada ODL, dan setengah dari institusi melaporkan hal itu mereka menggunakan standar, ukuran dan indikator kinerja yang sama untuk tatap muka mengajar dan belajar dan ODL.

QA dalam ODL membutuhkan lebih dari sekedar layanan bibir dan asumsi bahwa semuanya akan berjalan seperti yang diharapkan. Untuk menghormati kepercayaan yang diberikan siswa dalam sistem ODL dan nilai kualifikasi mereka, untuk menjamin pemerintah, lembaga pendanaan dan pemangku kepentingan lainnya bahwa ODL pantas mendapatkan sumber daya dan dukungan, dan untuk memastikan bahwa lembaga ODL tetap kompetitif, semua orang yang terlibat dalam ODL perlu memastikan bahwa ia melakukan sebaik mungkin melalui menyeluruh, ekstensif dan pemantauan berkelanjutan. QA memakan waktu dan menuntut, tetapi pada akhirnya, ini membawa banyak manfaat bagi institusi, fakultas, departemen, staf dan siswa, dan itu meningkatkan adopsi dan reputasi ODL.

 

BAB III BUKU PEMBANDING

A.                 BUKU PEMBANDING I

1.        Identitas

https://images-na.ssl-images-amazon.com/images/I/41mPbwi4wNL._SX329_BO1,204,203,200_.jpg

Judul buku                    :    Challenges in Analytical Quality Assurance.      

ISSN                              :    978-3-642-16594-8

e-ISBN                           :    978-3-642-16595-5

DOI                                :    10.1007/978-3-642-16595-5

Penulis                          :   

Dr. Manfred Reichenba¨cher

Friedrich-Schiller-Universita¨t Jena

Institut fu ¨r Anorganische und

Analytische Chemie

Lehrbereich Umweltanalytik

D-07743 Jena

Germany

Manfred.Reichenbaecher@t-online.de

Prof. Dr. Ju¨rgen W. Einax

Friedrich-Schiller-Universita¨t Jena

Institut fu ¨r Anorganische und

Analytische Chemie

Lehrbereich Umweltanalytik

D-07743 Jena

Germany

juergen.einax@uni-jena.de

Springer Heidelberg Dordrecht London New York

Library of Congress Control Number: 2011922327

Springer-Verlag Berlin Heidelberg 2011

Cover design:eStudio Calamar S.L.

Printed on acid-free paper

Springer is part of Springer Science+Business Media (www.springer.com)

 

2.        Isi

Pendekatan berbasis masalah untuk mengkomunikasikan prinsip jaminan kualitas analitis.

Bekerja di lab, tetapi tidak yakin apa sebenarnya hasil yang Anda hasilkan? Apakah Anda ingin tahu bagaimana menerapkan tes ketrampilan, menghitung standar deviasi, memperkirakan ketidakpastian pengukuran atau menguji linearitas? Buku ini menawarkan Anda pendekatan berbasis masalah untuk jaminan kualitas analitis (AQA). Setelah pengenalan singkat ke dasar-dasar yang diperlukan, berbagai topik seperti tes statistik, regresi linier dan kalibrasi, kualifikasi alat atau validasi metode disajikan dalam bentuk latihan untuk belajar mandiri. Solusi disediakan dengan cara langkah demi langkah yang jelas. Lembar Excel interaktif tersedia sebagai Bahan Ekstra untuk mencoba berbagai konsep.

Bagi para profesional maupun mahasiswa pascasarjana yang dihadapkan dengan jaminan kualitas analitis untuk pertama kalinya, buku ini akan menjadi petunjuk untuk menghadapi tantangan tersebut. Dalam hal ini, bagian ketiga dari wawancara tentang jaminan kualitas perangkat lunak otomatis (ASQA), Andy Chou, kepala ilmuwan & co-founder of Coverity, diakhiri dengan beberapa studi kasus yang menarik tentang penerapan ASQA di dunia nyata.

Pernahkah Anda melihat bencana mutlak dalam implementasi ASQA? Dapatkah Anda memberi tahu para pembaca apa yang terjadi (tanpa memberikan rincian identitas yang memalukan) dan pelajaran yang Anda dan rekan Anda pelajari dari pengalaman itu?

Tidak ada satu pun tantangan terhadap analisis integritas perangkat lunak otomatis yang mendasar atau tidak dapat diatasi, tetapi terkadang orang tidak memahami teknologi, apa yang dapat dilakukannya untuk mereka atau cara menerapkannya. Ini mungkin berarti bahwa mereka membuat keputusan yang buruk ketika menerapkannya atau membantu pengembang memahami cara menggunakannya.

Baru-baru ini kami menulis sebuah makalah untuk Komunikasi ACM 53 (2): 66-75 tentang tantangan yang kami hadapi membawa Coverity dan pengujian integritas otomatis ke pasar, "Beberapa Miliar Baris Kode Kemudian: Menggunakan Analisis Statis untuk Menemukan Bug di Dunia nyata." Kami menulis tentang tantangan-tantangan ini dan perubahan pola pikir yang diperlukan untuk menjadi sukses.

Beberapa temuan kunci yang kami diskusikan dalam makalah itu tentang perbedaan antara laboratorium penelitian dan dunia nyata meliputi hal-hal berikut:

1)        Volume pengujian dalam aplikasi ASQA di dunia nyata adalah jumlah pesanan yang lebih besar daripada di lab pengembangan produk. Jumlah dialek bahasa, gaya pemrograman, bug dan positif palsu semua meningkat ketika menguji perangkat lunak dunia nyata.

2)        Pengguna tidak selalu memiliki perspektif yang sama dengan pembuat alat ASQA; mereka dapat menafsirkan pesan kesalahan dengan sangat berbeda dari niat pengembang. Produk harus menyediakan pemrosesan cepat dan hasil yang jelas yang dapat dipahami dengan pelatihan minimal.

3)        Terkadang programmer atau manajer sistem benar-benar menghentikan alat ASQA dari pengujian bagian-bagian tertentu dari kode mereka, membuat hasilnya tidak dapat dipercaya dan tidak lengkap.

4)        Perbedaan dalam platform teknis yang digunakan untuk menghasilkan kode yang dikompilasi mungkin tidak kompatibel dengan alat ASQA, termasuk perbedaan bahkan radikal dalam antarmuka yang digunakan oleh tim pemrograman (seperti antarmuka pengguna grafis vs antarmuka baris perintah).

5)        Kebijakan perusahaan dapat melarang perubahan yang tidak berbahaya terhadap urutan produksi, membuat alat ASQA spesifik tidak dapat digunakan karena ketidaksesuaian kecil dengan lingkungan operasi.

6)        Compiler yang tidak menolak konstruksi kode sumber ilegal seperti yang didefinisikan oleh standar bahasa dapat menghasilkan kode yang tidak dapat diparsikan yang tidak dapat diuji oleh alat ASQA - dan menyebabkan konflik dengan programmer yang mendefinisikan kode mereka sebagai, katakanlah, C ++ jika diterima oleh kompiler C ++ mereka tidak peduli seberapa ilegal konstruksinya.

7)        Banyak situs yang melibatkan sistem keamanan penting terjebak dengan compiler kuno karena terlalu mahal untuk mensertifikasi ulang perangkat lunak keamanan penting setiap kali versi pengubah berubah. Kompiler lama ini - kadang berusia beberapa dekade - tidak dapat dibeli sama sekali oleh pembuat ASQA dan sangat sulit untuk disertakan dalam pengujian alat ASQA.

8)        Pemrogram mungkin bersikeras bahwa bug yang ditemukan dalam kode mereka bukan bug - termasuk misalnya memperlakukan buffer overflows seperti biasa!

9)        Budaya organisasi dapat menyebabkan orang mengabaikan banyak bug sebagai hal yang tidak penting karena mereka tidak memiliki efek langsung pada diri mereka sendiri.

Di mana Anda melihat pos ASQA di tahun-tahun mendatang? Apa yang berikutnya di cakrawala dalam hal kemudahan penggunaan, efektivitas biaya dan kecepatan? Beberapa tahun ke depan kita akan melihat fokus besar pada rantai pasokan perangkat lunak. Perusahaan mulai menyadari bahwa mereka perlu memahami integritas perangkat lunak mereka terlepas dari apakah mereka mengembangkan perangkat lunak itu sendiri atau mengintegrasikan perangkat lunak dan komponen dari pemasok pihak ketiga atau sumber terbuka. Saya pikir kita akan melihat semakin banyak perusahaan mengukur dan menilai integritas perangkat lunak dan komponen yang mereka terima dari rantai pasokan mereka. Orang tidak menyadari risiko yang mereka ambil dalam perangkat lunak pengiriman. Misalnya, Toyota adalah kasus di mana pengguna mulai bertanya-tanya, apa yang ada di sana? Apakah itu akan berhasil? Di tahun-tahun mendatang, saya yakin kesadaran akan tumbuh. Akan ada lebih banyak kegagalan perangkat lunak. Karena perangkat lunak semakin meluas kita akan melihat kehancuran sistem - integritas perangkat lunak akan menjadi prioritas bisnis dan peraturan, dikelola pada tingkat tertinggi.

 

B.                 BUKU PEMBANDING II

1.        Identitas

Judul buku                    :    Software Quality Assurance

ISSN                              :    978-1-118-50182-5

Penulis                          :    Claude Y. Laporte, Alain April

Copyright © 2018 by   :    2018 Januari

Published by                 :    Wiley-IEEE Computer Society Pr

Halaman                       :    624 pages

Edition                          :    Revised

Publisher                      :    John Wiley & Sons, 2018

Subjects                        :    Computers / Software Development & Engineering / Quality Assurance & Testing Mathematics / Probability & Statistics / Stochastic Processes Technology & Engineering / Quality Control

 

 

 

 

2.        Isi

Software Quality Assurance (SQA) adalah aktivitas yang digunakan untuk menjamin bahwa proses-proses pengembangan software dilakukan dengan benar. Dengan adanya aktivitas SQA ini diharapkan kebutuhan dan target software yang dikembangkan dapat tecapai.

Software Quality Assurance adalah proses sistematis untuk memeriksa apakah sebuah software telah dikembangkan sesuai dengan kebutuhan yang telah ditentukan sebelumnya. Proses ini, bisa dilaksanakan oleh seorang QA Tester atau oleh seorang QA Engineer.

QA Tester memiliki tugas utama melaksanakan pengujian terhadap perangkat atau emulator, membuat alur pengujian, serta membuat laporan hasil pengujian. Sementara QA Engineer biasanya bertugas untuk membuat porgram pengujian otomatis, membuat laporan pengujian, memberikan masukan atas aplikasi yang diuji, serta berkomunikasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan, seperti pengembang UI/UX, back end atau product manager (PM).

Untuk proses QA, dibutuhkan kemampuan-kemampuan:

1)        Mindset Pengujian

2)        Analisa & Pengujian Fungsional

3)        Perbaikan Proses

4)        Defect Management

5)        Pengujian Keamanan

6)        Pengujian Performa

7)        Otomasi

8)        User Acceptance Testing (UAT)

Sementara untuk menjalankan proses software QA, diperlukan antara lain:

1)        Laptop (Linux OS/ Mac)

2)        Device utk pengujian

3)        Pengetahuan pemrograman

4)        Terbiasa dengan Git

5)        Terbiasa dengan Agile (Scrum)

Pengujian terhadap software sendiri terbagi menjadi dua jenis:

1)        Pengujian Manual

Pengujian ini biasanya dilakukan untuk mengecek aliran aplikasi, memeriksa cacat (desain atau pemrograman), pengujian di sistem operasi berbeda, serta uji migrasi dari versi aplikasi terdahulu.

2)        Pengujian Otomatis

Pengujian ini terdiri dari pengujian regresi, pengujian otomatis yang dilakukan pada malam hari, pelaporan otomatis (melalui email atau tool kolaborasi seperti slack), automated build, dan automated publish.

Untuk pengujian otomatis, bisa dilakukan di berbagai sistem: Continuous Integration (CI) Jenkins, Travis CI, Circle CI, dan lain-lain. Apabila terjadi kesalahan dalam pengujian biasanya karena ada permasalahan di sisi backend, di sisi Continuous Integration (adanya pembaruan library, misalnya) atau perbaikan pada aplikasi.

Adapun kriteria-kriteria dari sebuah desain framework pengujian otomatis adalah:

1)        Mudah digunakan

2)        Bisa/ mudah dalam pemeliharaan

3)        Scalable

4)        Dukungan browser atau peranti

5)        Adanya metrik dan pelaporan

6)        Dukungan terhadap pengujian yang dikehendaki

7)        Dapat dijalankan secara lokal mauputn remote (dari jarak jauh)

8)        Eksekusi paralel

9)        Mendukung fitur-fitur yang akan diuji

10)   Mendukung environment yang berbeda

11)   Dukungan Tool

12)   Batasan bahasa/ tool

Dan yang tak kalah penting dari hal-hal di atas adalah, QA tester maupun QA engineer harus selalu berpikiran terbuka. Dengan sikap terbuka untuk mempelajari hal-hal yang baru, diharapkan QA dapat memberikan kontribusi positif untuk menghasilkan produk software yang baik.

Mengapa menggunakan TestRail sebagai perangkat lunak QA Anda? Dengan setiap rilis, kasus uji baru ditambahkan ke rencana pengujian Anda. Menuliskannya hanyalah langkah pertama. Uji kasus harus diatur, dijadwalkan, dan hasil mereka dilacak secara sistematis.
TestRail adalah sistem jaminan kualitas yang memungkinkan Anda melakukan semua hal di atas dan lebih banyak lagi. Itu dirancang terutama dengan penguji dalam pikiran. Menambah dan mengatur kasus uji cepat dan mudah; begitu juga dengan menambahkan hasil tes. Sejumlah besar test case dapat dipecah menjadi test suite. Tonggak sejarah membuat Anda tetap terorganisir di tingkat proyek.
Anda akan selalu tahu di mana Anda berada dalam siklus pengujian dengan dasbor status, laporan kemajuan, daftar tugas terpadu, dan pemberitahuan email. Pengunjung menggunakan frasa berikut untuk menemukan halaman ini: perangkat lunak qa, perangkat lunak jaminan kualitas, sistem qa, sistem jaminan kualitas.

Buku ini memperkenalkan Jaminan Kualitas Perangkat Lunak (SQA) dan memberikan ikhtisar standar yang digunakan untuk menerapkan SQA. Ini mendefinisikan cara untuk menilai efektivitas bagaimana seseorang mendekati kualitas perangkat lunak di seluruh sektor industri utama seperti telekomunikasi, transportasi, pertahanan, dan kedirgantaraan.

1)        Termasuk situs web tambahan dengan panduan dan solusi instruktur.

2)        Menerapkan standar perangkat lunak IEEE serta Integrasi Kematangan Model Kemampuan untuk Pengembangan (CMMI).

3)        Menggambarkan penerapan praktik jaminan kualitas perangkat lunak melalui penggunaan contoh-contoh praktis, kutipan dari para ahli, dan tips dari penulis.

 

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN

A.                  Persamaan

Jika ditinjau dari sudut persamaan buku yang di review dengan buku pembanding memiliki kesamaan, diantaranya petunjuk untuk menghadapi tantangan, dimana tidak ada satu pun tantangan terhadap analisis integritas yang mendasar atau tidak dapat diatasi, tetapi terkadang orang tidak memahami, apa yang dapat dilakukannya untuk mereka atau cara menerapkannya. Ini mungkin berarti bahwa dalam membuat keputusan yang buruk ketika menerapkannya atau membantu pengembang harus lebih dulu memahami cara menggunakannya.

Sistem QA institusional terpusat umumnya diakui sebagai menandakan bahwa yang utama tanggung jawab untuk QA terletak di dalam institusi daripada dengan badan eksternal. Pusat QA atau manajer senior bertanggung jawab untuk menetapkan kebijakan QA dan prosedur untuk QA di seluruh institusi, meskipun berkonsultasi dengan pihak internal dan eksternal. Dari waktu ke waktu, pusat atau manajer senior ini mengaudit akademik lembaga dan kebijakan administratif, prosedur, produk dan layanan untuk memastikan kepatuhan mereka kebijakan internal dan eksternal, standar dan indikator kinerja dan, jika memungkinkan, persyaratan profesional atau industri dan standar internasional.

Namun, ada negara dan lembaga di mana kemajuannya lebih lambat dari pada yang mungkin telah diharapkan dan di mana para pembuat kebijakan, manajer dan praktisi masih membutuhkan saran dan dukungan. Dalam beberapa kasus, mungkin ada kepatuhan dengan proses QA tetapi kepuasan diri standar. Ada juga tanda-tanda bahwa QA tidak sesuai dengan waktu dalam hal yang lebih baru dalam bentuk ODL, seperti eLearning.

Dan yang tak kalah penting, QA harus selalu berpikiran terbuka. Dengan sikap terbuka untuk mempelajari hal-hal yang baru, diharapkan QA dapat memberikan kontribusi positif untuk menghasilkan yang baik.

 

B.                 Perbedaan

Perbedaan yang sangat menonjol dari bahasan ini, adalah : di dalam buku Open and Distance Learning Qualiy Assurance in Commonwealth Universities yang menjadi buku yang dikritik bahwa di negara-negara berkembang dan maju, pertumbuhan besar dalam penyediaan dualmode yaitu, menawarkan kursus yang mengarah ke derajat yang sama baik secara off maupun on kampus. Ada suatu masa ketika ODL dan lembaga pendidikan tinggi konvensional bisa dilihat sebagai ekstrem kontinum, yang pertama dicirikan oleh penggunaan pengiriman diperantarai dan pembelajaran yang sebagian besar independen dan yang terakhir dengan studi tatap muka dan didukung oleh guru. Sebuah perpaduan faktor teknologi, sosio-ekonomi dan pendidikan kini telah mengarah pada konvergensi dua mode pengiriman ini dan pelanggan dari dua jenis institusi ini. Berbagai macam lembaga publik dan swasta sekarang menyampaikan program mereka secara fleksibel melalui campuran cetak, penyediaan audio, video, online dan berbasis komputer serta biaya tatap muka. Jarak dan jarak pembelajar berbasis kampus sekarang memiliki harapan fleksibilitas, meningkat pelajar berpusat, kemampuan untuk belajar di waktu, langkah dan tempat mereka memilih sendiri, pembelajaran yang dirancang sendiri, pilihan yang lebih besar dalam persembahan saja, rekan, pembelajaran kolaboratif dan interaktif, dan tingkat standardisasi yang lebih tinggi dalam kualitas dan jangkauan konten kursus dan courseware. Seluler belajar telah mengambil ODL selangkah lebih maju dengan memungkinkan siswa untuk belajar secara virtual di mana saja sinyal seluler tersedia.

Sedangkan dalam buku Challenges in Analytical Quality Assurance sebagai buku pembanding (I) pertama ditekankan pendekatan berbasis masalah untuk mengkomunikasikan prinsip jaminan kualitas. Buku ini menawarkan pendekatan berbasis masalah untuk jaminan kualitas analitis (AQA). Setelah pengenalan singkat ke dasar-dasar yang diperlukan, berbagai topik seperti tes statistik, regresi linier dan kalibrasi, kualifikasi alat atau validasi metode disajikan dalam bentuk latihan untuk belajar mandiri. Solusi disediakan dengan cara langkah demi langkah yang jelas.

Bagi para profesional maupun mahasiswa pascasarjana yang dihadapkan dengan jaminan kualitas analitis untuk pertama kalinya, buku ini akan menjadi petunjuk untuk menghadapi tantangan tersebut.

Kepastian yang mengatakan bahwa tidak ada satu pun tantangan terhadap analisis integritas perangkat lunak otomatis yang mendasar atau tidak dapat diatasi, tetapi terkadang orang tidak memahami teknologi, apa yang dapat dilakukannya untuk mereka atau cara menerapkannya. Ini mungkin berarti bahwa mereka membuat keputusan yang buruk ketika menerapkannya atau membantu pengembang memahami cara menggunakannya.

Dengan menggunakan Analisis Statis untuk Menemukan Dunia nyata, maka tantangan-tantangan dan perubahan pola pikir yang diperlukan dapat menjadi sukses.

Demikian pula halnya dengan buku yang berjudul Software Quality Assurance sebagai buku pembanding ke-II (dua), yang lebih ditekankan adalah penggunaan TestRail sebagai perangkat lunak QA. Uji kasus harus diatur, dijadwalkan, dan hasil harus dilacak secara sistematis. TestRail dalam hal adalah sistem jaminan kualitas yang memungkinkan melakukan semua hal dan lebih banyak. Ini dirancang terutama dengan penguji dalam pikiran. Menambah dan mengatur kasus uji cepat dan mudah; begitu juga dengan menambahkan hasil tes. Sejumlah besar test case dapat dipecah menjadi test suite.

Tonggak sejarah membuat tetap terorganisir di tingkat proyek, akan selalu tahu bahwa dalam siklus pengujian dengan dasbor status, laporan kemajuan, daftar tugas terpadu, dan pemberitahuan email. Pengunjung menggunakan frasa bisa menemukan perangkat lunak qa, perangkat lunak jaminan kualitas, sistem qa, dan sistem jaminan kualitas.

Hal yang pasti dalam buku ini memperkenalkan Jaminan Kualitas Perangkat Lunak (SQA) dan memberikan ikhtisar standar yang digunakan untuk menerapkan SQA. Ini mendefinisikan cara untuk menilai efektivitas bagaimana seseorang mendekati kualitas perangkat lunak di seluruh sektor industri utama seperti telekomunikasi, transportasi, pertahanan, dan kedirgantaraan.

 

BAB V KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BUKU

Untuk menentukan kelebihan dan kekurangan buku dapat ditemukan setelah membaca buku tersebut sampai tuntas. Kelebihan dan kekurangan buku yang dapat dilihat penulis dari berbagai aspek, di antaranya adalah sebagi berikut :

A.                 Bentuk fisik

Yang mencakup kulit buku, ilustrasi gambar, dan tata letak.

Bentuk Fisik

Kelebihan

Kekurangan

Kulit Buku

Penulisan judul pada kulit buku menggunakan huruf kapital disetiap awal kata, sehingga membuat kita tertarik untuk membaca sekaligus memilikinya. Warna sampul biru, putih dan abu-abu, sudah tentu sangat cerah sehingga memberi penampilan yang menarik.

Kulit buku yang menggunakan hard cover ini seharusnya memberikan kesan elegan, tetapi dengan penulisan judul yang memiliki huruf kapital yang hanya awal kata kurang mengesankan membuat pembaca kurang tertarik.

Illustrasi Tabel

Illustrasi tabel pada setiap bab hanya digunakan untuk tempat pertanyaan yang diajukan, sehingga memudahkan pembaca untuk memahami apa yang menjadi persoalan yang dituliskan

Illustrasi tabel yang ditampilkan sebaiknya tidak terlalu banyak digunakan, sehingga dalam memaknai tabel akan menjadi membosankan pembaca.

Tata Letak

Setiap nomor halaman buku tertata rapi mulai dari halaman kata pengantar, dan yang merupakan sesuatu yang langka adalah peletakan nomor halaman yang digunakan, jika nomor genap diletakkan posisinya di sebelah kiri bawah  tulisan dan nomor ganjil di posisikan disebelah kanan bawah tulisan. Demikian halnya dengan tata letak tulisan sangat berkesan karena disetiap bab ditemukan seperti kata kunci.

Tata letak nomor halaman buku masih jarang digunakan karena biasanya kalau diatas selalau diletakkan di kanan atas, dan kalau dibawah ada yang memposisikan di tengah halaman dan ada yang di kanan halaman.

 

B.                 Bahasa Yang Digunakan

Bahasa yang digunakan pengarang dalam pembahasan.

Kelebihan

Kekurangan

Penggunaan bahasanya begitu ringan dan mudah dipahami, meski tetap menggunakan bahasa inggris yang baku.

Penggunaan bahasa pada buku ini masih terdapat banyak kesalahan, dan juga penulisannya.

 

C.                  Isi buku

Yang mencakup pembahasan materi.

Kelebihan

Kekurangan

Pembahasan pada buku ini sangat terstruktur sehingga pola pikir pembaca pun menjadi terarah dan mudah untuk mengikuti langkah-langkah yang disampaikan.

Pembahasan yang disampaikan masih ditemukan bertele-tele dan bukan semakin mengerucut pada inti melainkan malah semakin luas.

D.                 Pengarang

Dengan membandingkan buku karyanya dengan buku karya orang lain yang bertema sama, atau bahkan dengan buku-buku karyanya terdahulu.

Kelebihan

Kekurangan

Colin Latchem yang berasal dari Burnaby, British Columbia ini sangat terkenal dengan tulisan-tulisannya yang konsisten membahas Quality Assurance, hal ini dibuktikan dengan terbitan-terbitan yang berbeda tetap membahas Quality Assurance. Buku-bukunya banyak dijadikan rujukan terutama dalam hal lembaga dan institusi perguruan tinggi secara khusus untuk belajar jarak jauh.

Masih ditemukan kesalahan dalam penulisan pada beberapa kata, penulisan yang berulang sehingga kadang kita ragu untuk memahaminya, padahal sebagai penulis yang sudah berpengalaman harusnya kesalahan-kesalahan tersebut tidak ditemukan lagi.

 

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A.                  Kesimpulan

Dari uraian yang telah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa “Open and Distance Learning Quality Assurance in Commonwealth Universities” menghasilkan jarak lintas perbatasan dan pendidikan tinggi online yang semakin berkembang, dan hal ini jelas penting untuk memastikan kualitas dalam penyediaan kursus dan kualifikasi.

Namun, hanya 28 persen responden melaporkan bahwa lembaga QA nasional mampu menetapkan standar, ukuran atau indikator kinerja untuk memastikan kualitas dan mengakreditasi program-program ODL atau program-program publik atau swasta di luar negeri dalam penyedia layanan.

Dalam Challenges in Analytical Quality Assurance tantangan terhadap analisis integritas perangkat lunak otomatis merupakan hal yang mendasar atau tidak dapat diatasi, tetapi terkadang orang tidak memahami teknologi, apa yang dapat dilakukannya untuk menerapkannya. Ini mungkin berarti bahwa dalam membuat keputusan yang buruk perlu menerapkan pengembangan konsep pemahaman.  

Sedangkan dalam buku Software Quality Assurance memperkenalkan Jaminan Kualitas Perangkat Lunak (SQA) dan memberikan ikhtisar standar yang digunakan untuk menerapkan SQA. Ini merupakan cara untuk menilai efektivitas bagaimana seseorang mendekati kualitas perangkat lunak di seluruh sektor industri utama seperti telekomunikasi, transportasi, pertahanan, dan kedirgantaraan.

 

B.                 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang ada, maka pembahasan mengenai “Penjaminan Mutu Pendidikan Dan Supervisi Pendidikan”, ini disarankan: dapat menetapkan, memelihara dan memperbarui kerangka kerja QA yang ketat dan sistem tolak ukur menjamin kualitas dalam semua bentuk ODL dan memastikan akuntabilitas kepada siswa mereka dan lainnya para pemangku kepentingan, serta peningkatan berkelanjutan dalam semua operasi mereka dan dapat menetapkan pusat QA atau manajer senior yang bertanggung jawab untuk kegiatan QA dan benchmarking, di Sesuai dengan Rekomendasi 2–9 di atas.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

ACODE. (2014). Benchmarks for technology enhanced learning. Canberra, Australia: Author. Retrieved from  http://www.acode.edu.au/ pluginfile.php/579/modresource/content/3/TEL_Benchmarks.pdf

 

Adamson, L., Becerro, M., Cullen, P., González-Vega, L., Sobrino, J. J., & Ryan, N. (2010). Quality assurance and learning outcomes. ENQA Workshop report 17. Helsinki, Finland: European Association for Quality Assurance in Higher Education. Retrieved from http://www.enqa.eu/ indirme/papers-and-reports/workshop-and-seminar/WSR%2017% 20-% 20Final.pdf.

 

Aitken, D. (2013, April 17). Teaching versus research: The great dilemma for universities [Blog post]. Retrieved from http://donaitkin.com/ teaching-versus-research-the-great-dilemma-for universities/

 

Barefoot, H., Gamble, M., O’Hare, D., Kuit, J., Mellar, H., Newland, B., Papaefthimiou, M., Oliver, M., & Webb, E. (2011). A toolkit for harnessing quality assurance processes for technology enhanced learning. QA-QE Special Interest Group. Retrieved from http://qaqe-sig.net/wp-content/uploads/2011/03/Toolkit_version_2011_9_3.pdf

 

Bates, T. (2010, August 15). E-learning quality assurance standards, organizations and research [Blog post]. Retrieved from http://www.tonybates.ca/2010/08/15/e-learning-quality-assurance-standardsorganizations-and-research/#sthash.PhW3DzXW.dpuf

 

Brennan, J. L. (1998). Quality assurance in higher education: A legislative review and needs analysis of developments in Central and Eastern Europe. London, UK: European Training Foundation/Quality Support Centre.

 

Chandra, R., Thurab-Nkhosi, D., & Marshall, S. (2012). Quality assurance in regional dual-mode universities. In I. Jung & C. Latchem (Eds.), Quality assurance and accreditation in distance education and e-learning: Models, policies and research(pp. 136–150). London, UK: Routledge.

 

CHE & AfriQAN. (2012). AfriQAN-INQAAHE workshop on good practices in quality assurance. Nairobi, Kenya: Commission for Higher Education (CHE), African Quality Assurance Network (AfriQAN), & Association of African Universities.

 

CHEA. (2002). Accreditation and assuring quality in distance education. Washington, DC: Council for Higher Education Accreditation. Retrieved from http://www.chea.org/pdf/mono_1_accred_ distance_02.pdf

 

CHEA International Quality Group. (2015). International quality principles. Washington, DC: Council for Higher Education Accreditation. Retrieved from http://www.icde.org/filestore/ News/2015_ JanuaryJune/QualityPrinciples-April2015.pdf

 

Clarke-Okah, W., & Coomaraswamy, U. (2009). Quality assurance toolkit for distance higher education institutions and programmes. Vancouver, Canada: Commonwealth of Learning & UNESCO.

 

Clarke-Okah, W., & Gatsha, G. (Eds.). (2014). Handbook for the Commonwealth of Learning review and improvement model (COL RIM). Vancouver, Canada: Commonwealth of Learning. Retrieved from http://oasis.col.org/handle/11599/602

 

Daniel, J., Kanwar, A., & Uvalic´ -Trumbic´ , S. (2005). Who’s afraid of cross-border higher education? A developing world perspective. Paper presented at the International Network of Quality Assurance Agencies in Higher Education (INQAAHE) Annual Conference, Wellington, New Zealand.

 

Ehlers, U-D. (2012). Quality assurance policies and guidelines in European distance and e-learning. In I. Jung & C. Latchem (Eds.), Quality assurance and accreditation in distance education and e-learning: Models, policies and research(pp. 79–90). London, UK: Routledge.

 

Gillespie, P. (2015, March 25). University of Phoenix has lost half its students. CNN Money. Retrieved from http://money.cnn.com/ 2015/03/25/ investing/university-of-phoenix-apollo-earnings-tank/

 

Ibrahim, F., Abas, Z. W., & Ali, R. (2008, November). Quality management initiatives in an open and distance learning university. Paper presented at the 8th Annual SEAAIR Conference, Surabaya, Indonesia.

 

INQAAHE (2007). Guidelines of good practice (GGP). Barcelona, Spain: Author. Retrieved from http://www. inqaahe.org/admin/files/assets /subsites/1/documenten/1231430767_inqaahe---guidelines-of-good practice[1].pdf

 

James, R., Tynan, B., Marshall, S., Webster, L., Suddaby, G., & Lewis, R. (2011, December). Regulatory frameworks for distance education: A pilot study in the Southwest Pacific/South East Asia Region. Final report. Oslo, Norway: International Council for Distance Education. Retrieved from http://www.icde.org/filestore/ RegulatoryFramework/ RegulatoryFrameworksforDEfinalreport2.Pdf

 

Jung, I. (2012, April). Asian learners’ perception of quality in distance education and gender differences. International Review of Research into Open and Distributed Learning, 13(2). Retrieved from http://www. irrodl.org/index.php/irrodl/article/view/1159/2128

 

Jung, I., & Latchem, C. (Eds.). (2012). Quality assurance and accreditation in distance education and e-learning. London, UK: Routledge.

 

Kirkpatrick, D. (2005). Accreditation and assuring quality in open and distance learning. Vancouver, Canada: Commonwealth of Learning. Retrieved from http://oldwebsite.col.org/SiteCollectionDocuments/ KS2005_QA.pdf

 

Koning, J. W., Jr. (1993). Three other r’s: Recognition, reward and resentment. Research Technology Management,36(4), 19.

 

Koul, B., & Kanwar, A. (Eds.). (2006). Perspectives on distance education: Towards a culture of quality. Vancouver, Canada: Commonwealth of Learning.Retrieved from http://oldwebsite.col.org/Publication Documents/pub_PS-QA_web.pdf

 

Kusek, J. Z., & Rist, R.C. (2004). Ten steps to a results-based monitoring and evaluation system: A handbook for development practitioners. Washington, DC: The World Bank. Retrieved from https://openknowledge.worldbank.org/bitstream/handle/10986/14926/296720PAPER0100steps.pdf?sequence=1

 

Long, J., & Harvey, A. (2015, July 15). Equity and diversity should figure in any rankings system. The Australian: Higher Education, p. 33. Retrieved from http://www.theaustralian.com.au/higher-education/ opinion/equity-and-diversity-should-figure-in-any-rankings-system/ storye6frgcko1227441819779?sv=1608afb635d65988122d9e82d980d3 ac

 

Lorenzo, G., & Moore, J. (2002). The Sloan Consortium report to the nation: Five pillars of quality online education.Retrieved from http://wwww.edtechpolicy.org/ArchivedWebsites/Articles/FivePillarsOnlineEducation.pdf

 

Malaysian Qualifications Agency. (2013). Code of practice for open and distance learning. Petaling Jaya, Malaysia: Author.

 

Maslen, G. (2012, February 19). Worldwide student numbers forecast to double by 2025. University World News, 209. Retrieved http://www.universityworldnews.com/article.php?story=20120216105739999

 

Mills, R., & Fage, J. (1999, March). Quality assurance: Internally embedded or externally controlled?Paper presented at the First Pan-Commonwealth Forum, Bandar Seri Begawan.Retrieved from http://oldwebsite.col.org/forum/PCFpapers/PostWork/mills.pdf

 

NCHE. (2014). Quality assurance framework for universities and the licensing process for higher education institutions. Kyambogo, Uganda: Author. Retrieved from http://www.unche.or.ug/wp-content/ uploads/2014/05/Quality-Assurance-Framework-for-Universities.pdf

 

Nichols, M. (2002, December). Development of a quality assurance system for elearning projects. Paper presented at ASCILITE2002, UNITEC, Auckland, New Zealand. Retrieved from http://www.ascilite.org/ conferences/auckland02/proceedings/papers/004.pdf

 

Ossiannilsson, E., Williams, K., Camilleri, A. F., & Brown, M. (2015).Quality models in online and open education around the globe: State of the art and recommendations. Oslo, Norway: International Council for Open and Distance Education. Retrieved from http://icde.org/admin /filestore/News/2015JanuaryJune/ICDE Qualitymodels.pdf.

 

Parker, N. (2012). Quality assurance and accreditation in the United States and Canada. In I. Jung & C. Latchem, (Eds.), Quality assurance and accreditation in distance education and e-learning: Models, policies and research(pp. 58–68). London, UK: Routledge.

 

Plimmer, G., Clarke-Okah, W., Donovan, C., & Russell, W. (2012). Lowering the cost and increasing the  effectiveness of quality assurance: COL RIM. In I. Jung and C. Latchem, (Eds.), Quality assurance and accreditation in distance education and e-learning: Models, policies and research(pp. 162–171). New York, NY: Routledge.  

 

QAA. (2013, March). Self-evaluation report of the Quality Assurance Agency for Higher Education: External review for confirmation of full membership of ENSA. Gloucester, UK: Author. Retrieved from http://www.qaa.ac.uk/en/Publications/Documents/ENQA-13.pdf

 

Reichert, S. (2008). Looking back — looking forward: Quality assurance and the Bologna process. In A. Beso, L. Bollaert, B. Curvale, H. T. Jensen, L. Harvey, E. Helle, B. Maguire, A. Mikkola, & A. Sursock (Eds.), Implementing and using quality assurance: Strategy and practice. A selection of papers from the 2nd European Quality Assurance Forum(pp. 5–10). Brussels, Belgium: The European University Association.

 

Rolfe, V. (2015, January). Students as evaluators of open educational resources. OpenEducationEuropa, 40. Retrieved from http://www.openeducationeuropa.eu/en/download/file/fid/37915

 

Shah, M., Wilson, M., & Nair, C. S. (2010, November). The Australian Higher Education Quality Assurance Framework: Its success, deficiencies and way forward. Paper presented to the Australasian Institutional Research Forum: Has Institutional Research Come of Age in Australasia? Geelong, Australia. Retrieved from http://www.aair.org.au/app/webroot/media/pdf/AAIR%20Fora/Forum%202010/HEQualityFrameworkMahsoodShah.pdf

 

Shale, D., & Gomes, J. (1998). Performance indicators and university distance education providers. Journal of Distance Education, 13(1), 1–20. Stella, A. (2012). International guidelines: Similarities and criticisms[PowerPoint slides]. Retrieved from http://documents.mx/documents/1-international-guidelines-similarities-and-criticisms-dr-antony-stellaaudit-director-australian-universities-quality-agency-apqn-board-member.html

 

Stella, A., & Gnanam, A. (2004). Quality assurance in distance education: The challenges to be addressed. Higher Education, 47, 143–160. Retrieved from www.qou.edu/arabic/researchProgram/ distance Learning/quality Assurance.pdf

 

Szabo, M., & Tück, C. (2014). Recognising International Quality Assurance Activity in the European Higher Education Area (RIQAA): Final project report. Brussels, Belgium: European Quality Assurance Register for Higher Education. Retrieved from https://www.eqar.eu/fileadmin/documents/eqar/riqaa/WP5_RIQAA_Report_final.pdf

 

Taylor, J. C., & Swannell, P. (2001). USQ: An e-university for an e-world. The International Review of Research in Open and Distributed Learning, 2(1). Retrieved from http://www.irrodl.org/index. php/irrodl /article/view/28/370 Teay, S. (2009, July). Actioning strategic planning. Paper presented at the International Conference on Strategic Planning and Quality Assurance in the Muslim World, Kuala Lumpur, Malaysia. Retrieved from http://www.academia.edu/ 1544096/Action_Strategic_Planning

 

UNESCO & APQN. (2006). UNESCO-APQN Toolkit: Regulating the quality of cross-border education. Bangkok, Thailand: UNESCO Bangkok. Retrieved from http://unesdoc.unesco.org/images/0014/ 001464 /146428e.pdf

 

UNESCO & OECD (2005). Guidelines for quality provision in cross-border higher education. Retrieved from http://www.oecd.org/edu/skills-beyond-school/35779480.pdf

 

Uvalic´ -Trumbic´ , S., & Daniel, J. (2014). A guide to quality in post-traditional online higher education. Dallas, Texas: Academic Partnerships. Retrieved from http://www.icde.org/filestore/ News/2014_ MarchApril/Guide2.pdf UWI. (2014, May). The UWI Quality Circle: Some key elements of the UWI Quality Management System. Volume 16. Retrieved from http://www.open.uwi.edu/sites/ default/files /The Quality_Circle_Vol16_May_2014.pdf

 

Vincent-Lancrin, S., & Pfotenhauer, S. (2012). Guidelines for quality provision in cross-border higher education: Where do we stand?Paris, France: OECD. Retrieved from http://www.oecd.org/ edu/research/ 49956210.pdf

 

Woodhouse, D. (2006, May). The quality of transnational education: A provider view. Paper presented at the INQAAHE Workshop, The Hague, Netherlands. Retrieved from http://www.inqaahe.org/admin/ files/assets/subsites/1/documenten/1259589098_quality-assurance-of-transnational-education-a-providersview. Pdf.

 


No comments:

Post a Comment