LAPORAN MINI RISET
MK. PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN DAN SUPERVISI PENDIDIKAN
SURVEY TENTANG
EVALUASI PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN
DI SMK NEGERI 2 PEMATANGSIANTAR
Oleh : Antonius Gultom, S.Pd., MM
ABSTRAK
Tujuan mini riset ini untuk mengevaluasi pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan di SMK Negeri 2 Pematangsiantar meliputi: penetapan standar mutu, pemetaan mutu, penyusunan rencana pemenuhan mutu, pelaksanaan pemenuhan mutu, dan evaluasi pemenuhan mutu. Riset ini menggunakan model evaluasi “Goal Free Evaluation Model”. Subyek riset ini adalah Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Kepala Tata Usaha, Ketua Jurusan, dan Tim Renbang (Perencanaan dan Pengembangan) SMK Negeri 2 Pematangsiantar. Instrumen riset menggunakan angket, lembar dokumentasi, dan pedoman wawancara. Teknik analisis data dengan statistik deskriptif kuantitatif dan statistik deskriptif kualitatif. Hasil riset ini menunjukkan bahwa: (1) penetapan standar mutu mencapai 97% mencakup dasar dalam penetapan standar mutu (100%) dan pihak yang terlibat dalam penetapan standar mutu (94%), (2) pemetaan mutu mencapai 92% mencakup pemetaan berdasarkan hasil EDS (100%), pemetaan pada 8 SNP (86%), pemetaan didukung bukti fisik (100%), dan pemetaan menggambarkan mutu sekolah (83%), (3) penyusunan rencana pemenuhan mutu mencapai 96% mencakup persiapan sekolah (100%), dasar penyusunan (98%), isi (99%), pengesahan (97%), dan sosialisasi (86%), (4) pelaksanaan pemenuhan mutu mencapai 90% mencakup sekolah melakukan pemenuhan 8 SNP (97%) dan komitmen komponen sekolah (83%), dan (5) evaluasi pemenuhan mutu mencapai 97% mencakup evaluasi melalui EDS (100%), tujuan evaluasi (97%), dan tahapan evaluasi (93%).
Kata Kunci: Evaluasi, Penjaminan Mutu
Pendidikan, SMK N 2 Pematangsiantar.
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga Mini
Riset yang berjudul “Survey Tentang Evaluasi
Penjaminan Mutu Pendidikan Di
SMK Negeri 2 Pematangsiantar” ini
dapat terselesaikan. Penulis
menyadari mini riset ini
dapat terlaksana berkat
bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh
karena itu, dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Bapak Prof. Dr. Syawal
Gultom, MPd. dan Dr. Darwin, M.Pd., selaku dosen pengampu mata kuliah Penjaminan Mutu
Pendidikan Dan Supervisi Pendidikan yang telah banyak membimbing dengan
penuh kesabaran dan
yang telah banyak
memberikan semangat,
dorongan, pengetahuan, saran,
dan bimbingan selama mengikuti perkuliahan ini.
2.
Bapak Kepala Sekolah, Wakil Kepala
Sekolah, Kepala Tata Usaha, Ketua Jurusan, dan Tim Renbang
(Perencanaan dan Pengembangan) SMK Negeri
2 Pematangsiantar selaku
Validator instrumen riset
yang memberikan saran/perbaikan, sehingga riset ini dapat
terlaksana sesuai dengan tujuan.
3.
Teman-teman seperjuangan di
Jurusan Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Medan angkatan 2017 yang
tak pernah lelah dalam menimba ilmu selama kuliah di universitas ini.
Semoga segala bantuan yang telah diberikan semua pihak diatas menjadi amalan yang bermanfaat dan mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha Esa, dan semoga tugas atau mini riset ini dapat menjadi bahan informasi yang bermanfaat bagi pembaca atau pihak lain yang membutuhkan.
Pematangsiantar,
Desember 2018
Penulis,
Antonius Gultom
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i
DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang
Masalah ........................................................................................................ 1
B. Identifikasi
Masalah ................................................................................................................ 3
C. Batasan
Masalah ........................................................................................................................ 3
D. Rumusan
Masalah ..................................................................................................................... 4
E. Tujan Mini
Riset ......................................................................................................................... 4
F. Manfaat Riset ............................................................................................................................... 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................................................. 5
A. Kajian Teori .................................................................................................................................. 5
1. Sekolah Menengah Kejuruan .................................................................................... 5
2. Mutu Pendidikan .............................................................................................................. 8
3. Penjaminan Mutu Pendidikan .............................................................................. 20
B. Kajian Program yang Dievaluasi ................................................................................... 22
1. Pelaksanaan Penjaminan Mutu Pendidikan ................................................. 22
C. Kajian Model Evaluasi ......................................................................................................... 28
1. Pengertian Evaluasi...................................................................................................... 28
2. Model Evaluasi ............................................................................................................... 29
BAB III METODE SURVEY
.......................................................................................... 32
A. Tempat dan Waktu Survey ............................................................................................... 32
B. Subject Survey .......................................................................................................................... 32
C. Instrument Survey ................................................................................................................ 32
D. Teknik Analisis Data ............................................................................................................. 36
BAB IV HASIL DAN
PEMBAHASAN .......................................................................... 37
A. Hasil Survey ............................................................................................................................... 37
B. Pembahasan .............................................................................................................................. 39
BAB V SIMPULAN
REKOMENDASI ........................................................................... 49
A. Simpulan ...................................................................................................................................... 49
B. Saran .............................................................................................................................................. 50
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 51
LAMPIRAN .............................................................................................................. 54
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Amanat
Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 19
Tahun 2005 Tentang Standar
Nasional Pendidikan pada
Pasal 91 menyatakan,
”setiap satuan pendidikan pada
jalur formal dan nonformal wajib
melakukan penjaminan mutu pendidikan”. Penjaminan
mutu pendidikan tersebut
bertujuan untuk memenuhi atau melampaui Standar Nasional
Pendidikan (SNP). Penjaminan mutu pendidikan dilakukan secara
bertahap, sistematis, dan
terencana dalam suatu
program penjaminan mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang
jelas.
Pasal
1 Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun
2005 sebagaimana telah diubah
dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 13 Tahun
2015 Tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Pemerintah Nomor
19 Tahun 2005
dengan tegas menyatakan bahwa
Standar Nasional Pendidikan
adalah kriteria minimal
tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia. SNP berfungsi sebagai
dasar dalam perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan
pendidikan nasional yang bermutu.
Lingkup SNP tersebut meliputi:
Standar Isi, Standar Proses, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Pendidik
dan Tenaga Kependidikan,
Standar Sarana dan
Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar
Pembiayaan, dan Standar
Penilaian Pendidikan.
Dengan
demikian, penting bagi
setiap satuan pendidikan
untuk melaksanakan penjaminan
mutu pendidikan dengan sebaik mungkin. Pelaksanaan penjaminan
mutu pendidikan menjadi
tanggung jawab dari berbagai
pihak. Penjaminan mutu
pendidikan terutama pelaksanaannya berada pada
satuan pendidikan. Penjaminan
mutu pendidikan pada
satuan pendidikan menjadi tanggung
jawab dan kewenangan
dari seluruh komponen
satuan pendidikan untuk merencanakan
dan melaksanakan dengan
memanfaatkan seluruh sumber daya yang dimiliki. Sementara pemerintah melakukan supervisi dan
membantu satuan pendidikan dalam rangka penjaminan mutu.
Supervisi
dilakukan pemerintah salah
satunya melalui akreditasi. Sebagaimana dijelaskan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 86, pemerintah melakukan akreditasi pada setiap jenjang
dan satuan pendidikan untuk
menentukan kelayakan program
dan/atau satuan pendidikan.
Akreditasi adalah sebagai bentuk
akuntabilitas publik yang
dilakukan secara obyektif,
adil, transparan, dan komprehensif
dengan menggunakan instrumen dan
kriteria yang mengacu kepada SNP.
Pemeringkatan akreditasi dilakukan
jika hasil akreditasi memenuhi kriteria status yaitu: peringkat akreditasi A (Sangat
Baik) jika sekolah memperoleh
Nilai Akhir Akreditasi
sebesar 86 sampai
dengan 100, peringkat akreditasi
B (Baik) jika
sekolah memperoleh Nilai Akhir Akreditasi sebesar 71 sampai dengan 85,
dan peringkat akreditasi C (Cukup Baik) jika
sekolah memperoleh Nilai Akhir
Akreditasi sebesar 56
sampai dengan 70.
Secara
nasional hasil akreditasi
untuk Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) tahun 2017
diperoleh jumlah SMK yang mendapat
peringkat akreditasi A masih di bawah
50%. Dari laman
resmi BAN S/M
(bansm.or.id/akreditasi/rekapitulasi) disebutkan hasil
akreditasi SMK tahun
2017 dari 13827
SMK, 6390 mendapat peringkat A,
5852 mendapat peringkat
B, 1438 mendapat
peringkat C, dan
147 Tidak Terakreditasi. Dari
data tersebut berarti
masih ada 50%
lebih SMK belum memenuhi SNP.
Kondisi
tersebut Kemdikbud (2017:1)
menyatakan terjadi karena
masih banyak pengelola pendidikan
yang tidak tahu
makna standar mutu
pendidikan. Selain itu, sebagian
besar satuan pendidikan
belum memiliki kemampuan
untuk menjamin bahwa proses
pendidikan yang dijalankan
dapat memenuhi SNP. Kemampuan itu
meliputi: cara melakukan
penilaian hasil belajar,
cara membuat perencanaan
peningkatan mutu pendidikan, cara
implementasi peningkatan mutu pendidikan,
dan cara melakukan
evaluasi pengelolaan sekolah
maupun proses pembelajaran.
Berdasarkan data dan fakta di atas dapat diketahui pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan di SMK belum maksimal mencapai tujuannya, sementara disisi lain SMK Negeri 2 Pematangsiantar adalah salah satu SMK yang mendapat peringkat akreditasi A untuk tahun akreditasi 2017. Bahkan sejak 2009 SMK Negeri 2 Pematangsiantar telah mendapat peringkat akreditasi A disemua Program Keahlian yang dimiliki (data didapat dari SMK Negeri 2 Pematangsiantar). Pada 2017 SMK Negeri 2 Pematangsiantar juga memperoleh predikat sebagai sekolah berintegritas dalam penyelenggaraan ujian nasional. Oleh karena itu, pada 2018 SMK Negeri 2 Pematangsiantar ditunjuk sebagai SMK Rujukan oleh Direktorat PSMK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dengan SK Nomor 705/D5.2/KP/2017 tertanggal 8 April 2017. Selain itu, SMK Negeri 2 Pematangsiantar telah menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2015 dengan sertifikasi dari TUV Rheinland per tanggal 10 Oktober 2017. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa pengelolaan mutu di SMK Negeri 2 Pematangsiantar telah dilaksanakan dengan baik, termasuk dalam pelaksanaan penjaminan mutu pendidikannya. Sehingga mencermati lebih dalam mengenai pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan di SMK penting untuk dilakukan, mengingat penjaminan mutu merupakan cara sekolah untuk memenuhi standar mutu pendidikan.
B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat
ditemukan permasalahan (Kemdikbud; 2017:1) yaitu:
1.
Pengelola pendidikan tidak tahu makna standar mutu pendidikan. Standar mutu
merupakan sasaran mutu
yang akan dicapai
oleh satuan pendidikan dalam usahanya meningkatkan mutu
pendidikan. Apabila hal ini tidak
dipahami oleh pengelola
pendidikan maka usaha
untuk meningkatkan mutu tersebut dapat salah sasaran.
2. Kemampuan melakukan penjaminan mutu pendidikan yang belum dimiliki. Sekolah belum memiliki kemampuan untuk menjamin bahwa proses pendidikan yang dijalankan dapat memenuhi SNP. Kemampuan tersebut meliputi: cara melakukan penilaian hasil belajar, cara membuat perencanaan peningkatan mutu pendidikan, cara implementasi peningkatan mutu pendidikan dan cara melakukan evaluasi pengelolaan sekolah maupun proses pembelajaran.
C.
Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, periset melakukan batasan masalah untuk fokus pada pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan di SMK Negeri 2 Pematangsiantar yang dituangkan dalam kerangka evaluasi. Pentingnya hal tersebut dievaluasi karena penjaminan mutu pendidikan merupakan cara sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikannya dalam berbagai aspek mutu pendidikan di sekolah sesuai dengan standar mutu.
D.
Rumusan Masalah
Sebagai rumusan masalah pada riset ini yaitu bagaimana pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan di SMK Negeri 2 Pematangsiantar?
E.
Tujuan Mini Riset
Tujuan mini
riset ini adalah
untuk mengetahui pelaksanaan
penjaminan mutu pendidikan di SMK Negeri 2 Pematangsiantar.
F.
Manfaat Riset
Manfaat yang ingin diperoleh dari riset
ini adalah:
1.
Manfaat Teoritis
Riset ini diharapkan
dapat memberikan informasi
ilmiah mengenai penjaminan mutu
pendidikan di SMK
dan sebagai bahan
pertimbangan untuk penelitian
selanjutnya.
2.
Manfaat Praktis
a.
Bagi mahasiswa
Riset ini diharapkan dapat
sebagai pengembangan pola pikir ilmiah
dan pengembangan ilmu pengetahuan
yang diperoleh selama di perkuliahan.
b.
Bagi SMK Negeri
2 Pematangsiantar
Masukan untuk melaksanakan
penjaminan mutu pendidikan selanjutnya.
c.
Bagi SMK lain
Memberikan reverensi untuk melaksanakan penjaminan mutu pendidikan lebih
baik.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Kajian Teori
1.
Sekolah Menengah Kejuruan
Menurut Sukamto (2001) dalam Husaini Usman (2012:6),
pendidikan kejuruan adalah semua
jenis dan bentuk
pengalaman belajar yang membantu
anak didik meniti
tahap-tahap perkembangan vokasionalnya, mulai dari
identifikasi, eksplorasi, orientasi,
persiapan, pemilihan dan pemantapan karir di dunia kerja. Pendapat
tersebut mengisyaratkan bahwa dunia
pendidikan kejuruan sangat
erat kaitannya dengan
perkembangan karir lulusan setelah bekerja di dunia kerja dan industri
(dudi). Lulusan harus bekerja sesuai dengan bidang keahliannya agar karirnya
dapat berkembang dengan pesat.
Sementara Wardiman Djojonegoro
(1998:33) yang mengutip
dari Rupert Evans mendifinisikan pendidikan kejuruan sebagai bagian dari
sistem pendidikan yang mempersiapkan seseorang agar lebih mampu bekerja pada
suatu kelompok pekerjaan
atau satu bidang
pekerjaan dari pada
bidang-bidang pekerjaan lainya.
Definisi lain oleh
House Commite On
Educational And Labour (HCEL)
dalam Oemar Malik
(1990:94) menyatakan bahwa pendidikan kejuruan adalah suatu bentuk
pengembangan bakat, pendidikan dasar
ketrampilan, dan kebiasaan-kebiasaan yang
mengarah pada dunia kerja yang dipandang sebagai latihan
keterampilan.
Berdasarkan
ketiga pendapat di
atas dapat disimpulkan
bahwa pendidikan kejuruan adalah
bagian dari sisitem
pendidikan untuk mempersipakan
lulusannya mampu bekerja pada bidang tertentu.
Dalam
Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Pasal
1 disebutkan jenjang
pendidikan formal di Indonesia
terdiri atas pendidikan
dasar, pendidikan menengah,
dan pendidikan tinggi. Dalam
hal ini, pendidikan
menengah terdiri atas pendidikan menengah
umum dan pendidikan
menengah kejuruan. Pendidikan
menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA),
Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK), dan Madrasah
Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
Secara khusus pengertian Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) terdapat dalam Pasal 1
Peraturan Pemerintah Nomor
17 Tahun 2010
Tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan
sebagaimana telah diubah dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 66
Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010, SMK adalah salah satu bentuk
satuan pendidikan formal yang
menyelenggarakan pendidikan kejuruan
pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk
lain yang sederajat
atau lanjutan dari
hasil belajar yang
diakui sama atau setara SMP atau MTs.
Pada
prinsipnya misi utama
SMK adalah menyiapkan
tenaga kerja tingkat menengah
siap kerja. SMK memberikan bekal para siswanya dengan berbagai keahlian
yang dibutuhkan di
dunia kerja. Oleh
karena itu, SMK memiliki berbagai bidang keahlian.
Seperti disebutkan dalam Permendikbud Nomor
70 Tahun 2013
tentang Struktur Kurikulum
SMK bahwa Bidang Keahlian pada SMK meliputi: Teknologi dan Rekayasa; Teknologi Informasi dan Komunikasi;
Kesehatan Agribisnis dan
Agroteknologi; Perikanan dan Kelautan; Bisnis dan Manajemen;
Pariwisata; Seni Rupa dan Kriya; dan Seni Pertunjukan.
Untuk
mencapai misi tersebut,
terdapat prinsip-prinsip yang
harus diperhatikan dalam penyelenggaraan pendidikan
SMK. Menurut Charles Prosser dalam Wardiman (1998:38-39)
prinsip-prinsip pendidikan kejuruan dikemukakan sebagai berikut:
a.
Pendidikan kejuruan akan
efisien jika disediakan
lingkungan belajar yang sesuai
dengan (replika) lingkungan di tempat kelak mereka akan bekerja.
b.
Pendidikan kejuruan yang efektif hanya dapat diberikan jika tugas-tugas
yang diberikan di dalam latihan memiliki kesamaan operasional dengan
peralatan yang sama
dan mesin yang
sama dengan yang
akan dipergunakan di dalam kerjanya kelak.
c.
Pendidikan kejuruan akan efektif jika latihan diberikan secara langsung
dan spesifik di
dalam pemikiran, perhatian,
minat, dan intelegensi intrinsik seperti yang diperlukan
dalam pekerjaan itu sendiri.
d.
Pendidikan kejuruan akan
efektif jika dia
dapat memampukan setiap individu memodali
minatnya, pengetahuannya dan keterampilannya
pada tingkat yang paling tinggi.
e.
Pendidikan kejuruan yang
efektif untuk setiap
profesi, jabatan atau pekerjaan hanya
dapat diberikan kepada
seseorang yang
memerlukannya, yang menginginkannya, dan
yang dapat untung darinya.
f.
Latihan pendidikan kejuruan
akan efektif jika
pemberian latihan yang berupa pengalaman khusus dapat diberikan
terwujud dalam kebiasaan-kebiasaan yang benar dalam melakukan dan berpikir
secara berulangulang hingga diperoleh penguasaan yang tepat guna
dipekerjaannya.
g.
Pendidikan kejuruan akan
efektif jika gurunya
cukup berpengalaman dan menerapkan
pendidikan kejuruanan kemampuan
dan keterampilannya dalam mengajar.
h.
Untuk setiap pekerjaan terdapat kompetensi minimal yang harus dimiliki
oleh individu agar
bisa menjabat pekerjaan
itu. Jika pelatihan
tidak diarahkan mencapai kompetensi minimal individu dan masyarakat akan
rugi.
i.
Pendidikan kejuruan harus mengenal kondisi kerja dan harapan pasar.
j.
Proses pemantapan yang efektif tentang kebiasaan bagi setiap pelajar
akan sangat tergantung dari proporsi sebagaimana latihan memberikan kesempatan
untuk mengenal pekerjaan yang sesungguhnya, dan bukan hanya tiruan.
k.
Sumber data yang
paling tepat untuk
menata pendidikan kejuruan materi pelatihan pendidikan kejuruan
tidak ada lain kecuali pengalaman yang erat kaitannya dengan pekerjaan.
l.
Untuk setiap jabatan terdapat bagian inti yang sangat penting dan ada
bagian lain yang bisa cocok dengan pekerjaan lain atau jabatan lain.
m.
Pendidikan kejuruan akan
dirasakan efisien sebagai
penyiapan pelayanan bagi masyarakat
untuk kebutuhan tertentu
pada waktu tertentu.
n.
Pendidikan kejuruan akan
bermanfaat secara sosial
jika hubungan manusiawinya
diperhatikan.
o.
Administrasi pendidikan kejuruan
akan efisien jika
bersifat lentur dibandingkan yang
kaku.
p. Walaupun untuk sesuatu jenis pendidikan kejuruan telah diupayakan agar biaya per unit itu diperkecil, namun jika sudah sampai batas minimal tetapi ternyata hasilnya tidak efektif sebaiknya penyelenggaraan pendidikan kejuruan dibatalkan.
2.
Mutu Pendidikan
Kata mutu memiliki pengertian yang bervariasi. Dalam
hal ini Edward Sallis (2010: 56), mendefinsikan
mutu sebagai sesuatu
yang memuaskan dan melampaui
keinginan dan kebutuhan
pelanggan. Crosby dalam Engkoswara dan
Aan Komariah (2010: 305),
berpendapat bahwa mutu adalah
kesesuaian individual terhadap
persyaratan/ tuntutan, dengan mengatakan bahwa
“quality is
conformance to customer
requirement”.
Sementara Nanang Fattah (2012:2) menjelaskan, mutu
adalah kemampuan (ability) yang
dimiliki oleh suatu
produk atau jasa (services) yang
dapat memenuhi kebutuhan atau
harapan, kepuasan (satisfaction) pelanggan (customers) yang dalam
pendidikan dikelompokkan menjadi
dua yaitu internal customer dan eksternal
customer. Internal
customer yaitu siswa atau mahasiswa sebagai pembelajar (learners) dan eksernal customer yaitu masyarakat dan dunia industri.
Berdasarkan beberapa pengertian mutu di atas, dapat
dipahami mutu adalah kemampuan dari
barang atau jasa
yang dapat memuaskan
dan memenuhi kebutuhan pelanggan. Fokus mutu adalah kepuasan pelanggan,
sehingga barang atau jasa dikatakan bermutu apabila mampu memuaskan,
memenuhi, dan dapat
bermanfaat baik bagi
pelanggan. Dalam dunia pendidikan, yang disebut sebagai
pelanggan secara khusus adalah peserta didik.
Seberapa puas peserta
didik dalam merasakan
kebermanfaatan penyelenggaraan pendidikan adalah
perwujudan dari mutu
pendidikan.
Engkoswara
dan Aan Komariah
(2010:305) berpendapat bahwa
mutu pendidikan bersifat relatif
karena tidak semua orang memiliki ukuran yang sama persis.
Namun demikian apabila
mengacu pada pengertian
mutu secara umum dapat
dinyatakan bahwa pendidikan
yang bermutu adalah pendidikan yang seluruh komponennya
memiliki persyaratan dan ketentuan yang
diinginkan pelanggan dan
menimbulkan kepuasan. Mutu
pendidikan adalah baik, jika
pendidikan tersebut dapat
menyajikan jasa yang
sesuai dengan kebutuhan para pelanggannya.
Kemdikbud (2016:7) menjelaskan, mutu pendidikan pada
Pendidikan Dasar dan Menengah dilihat dari tingkat kesesuaian antara
penyelenggaraan Pendidikan Dasar dan Menengah dengan Standar Nasional
Pendidikan (SNP) pada satuan Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah dan/atau
program keahlian. SNP memuat kriteria
minimal tentang komponen pendidikan yang memungkinkan setiap jenjang dan jalur
pendidikan untuk mengembangkan pendidikan
secara optimal sesuai
dengan karakteristik dan
kekhasan programnya (Ara Hidayat
& Imam Machali;
2012:175). Lingkup SNP meliputi:
standar isi, standar
proses, standar kompetensi
lulusan, standar pendidik dan tenaga
kependidikan, standar sarana
dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan (PP
No. 13 Tahun 2013).
Uraian setiap komponen SNP dijabarkan sebagai berikut :
a.
Standar Isi
Ara Hidayat &
Imam Machali (2012:176)
menjelaskan, dasar penentuan standar
isi adalah dalam
rangka mewujudkan fungsi
dan tujuan pendidikan nasional
yaitu mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Standar isi untuk pendidikan dasar dan menengah dijabarkan dalam
Permendikbud Nomor 21
Tahun 2016 Tentang
Standar Isi Pendidikan Dasar dan
Menengah. Standar isi
mencakup kriteria mengenai
ruang lingkup materi dan
tingkat kompetensi peserta
didik untuk mencapai kompetensi lulusan.
Ruang lingkup materi
dirumuskan berdasarkan
kriteria muatan wajib
yang ditetapkan sesuai
ketentuan peraturan
perundang-undangan, konsep keilmuan,
dan karakteristik satuanpendidikan dan
program pendidikan. Sementara,
tingkat kompetensi dirumuskan berdasarkan
kriteria tingkat perkembangan
peserta didik, kualifikasi kompetensi
Indonesia, dan penguasaan
kompetensi yang berjenjang.
b.
Standar Proses
Pembelajaran adalah proses
interaksi peserta didik
dengan guru dan sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar. Ara Hidayat & Imam Machali (2012:181)
menjelaskan, proses pembelajaran
perlu direncanakan, dilaksanakan, dinilai,
dan diawasi agar
terlaksana secara efektif dan
efisien. Untuk itu,
standar proses mencakup
perencanaan proses
pembelajaran, pelaksanaan proses
pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses
pembelajaran (Permendikbud No. 22 Tahun 2016).
1)
Perencanaan proses
pembelajaran
Perencanaan pembelajaran meliputi
penyusunan rencana pelaksanaan
pembelajaran dan penyiapan media dan sumber belajar, perangkat penilaian
pembelajaran, dan skenario
pembelajaran. Penyusunan
Silabus dan RPP
disesuaikan pendekatan pembelajaran yang digunakan.
Silabus merupakan acuan
penyusunan kerangka pembelajaran untuk setiap
bahan kajian mata
pelajaran. Silabus paling
sedikit memuat: identitas mata
pelajaran, identitas sekolah, kompetensi inti, kompetensi dasar,
tema, materi pokok,
pembelajaran, penilaian, alokasi
waktu, dan sumber belajar. Silabus dikembangkan berdasarkan Standar Kompetensi
Lulusan dan Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan
menengah sesuai dengan
pola pembelajaran pada
setiap tahun ajaran tertentu.
Silabus digunakan sebagai
acuan dalam pengembangan rencana
pelaksanaan pembelajaran.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) adalah rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan
atau lebih. RPP dikembangkan dari
silabus untuk mengarahkan
kegiatan pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi
Dasar (KD). Setiap pendidik pada satuan
pendidikan berkewajiban menyusun RPP
secara lengkap dan
sistematis agar pembelajaran
berlangsung secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, efisien, memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Komponen
RPP terdiri atas:
identitas sekolah, identitas
mata pelajaran atau tema/subtema,
kelas/semester, materi pokok,
alokasi waktu, tujuan pembelajaran, kompetensi dasar, materi pembelajaran,
metode pembelajaran, media pembelajaran, sumber belajar, langkahlangkah
pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran.
2)
Pelaksanaan proses
pembelajaran
Pelaksanaan proses pembelajaran merupakan implementasi dari RPP, meliputi
kegiatan pendahuluan, inti
dan penutup. Sebelum melaksanakan pembelajaran
terdapat beberapa hal
yang harus dipenuhi, antara lain:
(1) alokasi waktu jam tatap muka pembelajaran untuk SMK adalah 45 menit;
(2) jumlah maksimum peserta didik dalam setiap rombongan
belajar untuk SMK yaitu 36 peserta didik; (3) buku teks pelajaran
disesuaikan dengan kebutuhan
peserta didik; dan
(4) pengelolaan kelas dan laboratorium.
Dalam kegiatan pendahuluan,
guru wajib: (1)
menyiapkan peserta didik secara
psikis dan fisik
untuk mengikuti proses pembelajaran; (2)
memberi motivasi belajar
peserta didik secara kontekstual sesuai manfaat dan
aplikasi materi ajar dalam kehidupan sehari-hari, dengan
memberikan contoh dan
perbandingan lokal, nasional dan
internasional, serta disesuaikan dengan karakteristik dan jenjang peserta
didik; (3) mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang
mengaitkan pengetahuan sebelumnya
dengan materi yang
akan dipelajari; (4) menjelaskan
tujuan pembelajaran atau
kompetensi dasar yang akan
dicapai; dan (5) menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian
kegiatan sesuai silabus.
Dalam kegiatan inti,
pelaksanaan proses pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik
kompetensi masing-masing.
Pertama, sesuai dengan karakteristik
sikap maka salah satu alternatif
yang dipilih adalah proses afeksi mulai dari menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, hingga
mengamalkan. Seluruh aktivitas
pembelajaran berorientasi pada tahapan kompetensi yang mendorong peserta didik untuk melakuan
aktivitas tersebut.
Kedua, pengetahuan dimiliki
melalui aktivitas mengetahui, memahami, menerapkan,
menganalisis, mengevaluasi, hingga mencipta. Karakteristik aktivititas belajar dalam
domain pengetahuan ini memiliki
perbedaan dan kesamaan dengan aktivitas belajar dalam domain keterampilan.
Untuk memperkuat pendekatan
saintifik, tematik terpadu, dan
tematik sangat disarankan
untuk menerapkan belajar berbasis
penyingkapan/penelitian (discovery/
inquiry learning). Untuk
mendorong peserta didik
menghasilkan karya kreatif
dan kontekstual, baik individual
maupun kelompok, disarankan
yang menghasilkan karya berbasis
pemecahan masalah (project based learning).
Ketiga, keterampilan diperoleh melalui
kegiatan mengamati, menanya, mencoba,
menalar, menyaji, dan
mencipta. Seluruh isi materi
(topik dan sub
topik) mata pelajaran
yang diturunkan dari keterampilan harus mendorong peserta
didik untuk melakukan proses pengamatan
hingga penciptaan. Untuk
mewujudkan keterampilan
tersebut perlu melakukan
pembelajaran yang menerapkan
modus belajar berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning) dan
pembelajaran yang menghasilkan
karya berbasis pemecahan masalah (project based learning).
Dalam kegiatan penutup, guru bersama peserta didik baik secara
individual maupun kelompok melakukan
refleksi untuk mengevaluasi: (1)
seluruh rangkaian aktivitas
pembelajaran dan hasil-hasil
yang diperoleh untuk selanjutnya
secara bersama menemukan
manfaat langsung maupun tidak
langsung dari hasil
pembelajaran yang telah berlangsung; (2)
memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran; (3)
melakukan kegiatan tindak
lanjut dalam bentuk pemberian tugas,
baik tugas individual
maupun kelompok; dan
(4) menginformasikan rencana kegiatan
pembelajaran untuk pertemuan berikutnya.
3)
Penilaian hasil
pembelajaran
Penilaian proses pembelajaran
menggunakan pendekatan penilaian
otentik (authentic assesment) yang menilai kesiapan peserta didik, proses,
dan hasil belajar
secara utuh. Keterpaduan
penilaian ketiga komponen tersebut akan menggambarkan kapasitas, gaya, dan
perolehan belajar peserta
didik yang mampu
menghasilkan dampak
instruksional (instructional effect)
pada aspek pengetahuan
dan dampak pengiring (nurturant effect) pada aspek sikap.
Hasil penilaian otentik
digunakan guru untuk
merencanakan program
perbaikan (remedial) pembelajaran,
pengayaan (enrichment), atau pelayanan
konseling. Selain itu,
hasil penilaian otentik digunakan
sebagai bahan untuk
memperbaiki proses
pembelajaran sesuai dengan
Standar Penilaian Pendidikan.
Evaluasi proses pembelajaran dilakukan
saat proses pembelajaran
dengan menggunakan alat: lembar
pengamatan, angket sebaya,
rekaman, catatan anekdot, dan
refleksi. Evaluasi hasil
pembelajaran dilakukan saat proses
pembelajaran dan di
akhir satuan pelajaran
dengan menggunakan metode dan alat: tes lisan/perbuatan, dan tes tulis.
Hasil evaluasi akhir diperoleh
dari gabungan evaluasi
proses dan evaluasi hasil pembelajaran.
4)
Pengawasan proses
pembelajaran
Pengawasan proses pembelajaran
dilakukan melalui kegiatan pemantauan, supervisi, evaluasi,
pelaporan, serta tindak lanjut secara berkala
dan berkelanjutan. Pengawasan
proses pembelajaran dilakukan
oleh kepala satuan pendidikan dan pengawas.
c.
Standar Kompetensi
Lulusan
Ara Hidayat &
Imam Machali (2012:181)
menjelaskan, standar kompetensi
lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan,
dan keterampilan. Standar kompetensi lulusan untuk Pendidikan Dasar dan
Menengah diatur dalam Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016. Standar kompetensi lulusan digunakan sebagai acuan utama dalam pengembangan
tujuh standar yang
lain. Standar kompetensi lulusan terdiri
atas kriteria kualifikasi
kemampuan peserta didik
yang diharapkan dapat dicapai
setelah menyelesaikan masa
belajarnya di satuan pendidikan
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Standar kompetensi lulusan
untuk Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) yaitu:
1)
Memiliki perilaku
yang mencerminkan sikap: a) beriman dan bertakwa kepada Tuhan
YME; b) berkarakter,
jujur, dan peduli;
c) bertanggungjawab; d) pembelajar
sejati sepanjang hayat;
dan e) sehat jasmani
dan rohani sesuai
dengan perkembangan anak
di lingkungan keluarga, sekolah,
masyarakat dan lingkungan
alam sekitar, bangsa, negara, kawasan regional, dan internasional.
2)
Memiliki pengetahuan
faktual, konseptual, prosedural,
dan metakognitif pada tingkat
teknis, spesifik, detil,
dan kompleks berkenaan dengan:
a) ilmu pengetahuan;
b) teknologi; c)
seni; d) budaya; dan e)
humaniora. Mampu mengaitkan pengetahuan tersebut dalam konteks
diri sendiri, keluarga,
sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara,
serta kawasan regional dan
internasional.
3)
Memiliki keterampilan
berpikir dan bertindak: a) kreatif; b) produktif; c) kritis;
d) mandiri; e)
kolaboratif; dan f)
komunikatif melalui
pendekatan ilmiah sebagai
pengembangan dari yang
dipelajari di satuan pendidikan
dan sumber lain secara mandiri.
d.
Standar Pendidik Dan
Tenaga Kependidikan
Ara Hidayat &
Imam Machali (2012:197)
menjelaskan, standar pendidik dan
tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan
fisik maupun mental,
serta pendidikan dalam
jabatan. Dalam Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan,
“pendidik merupakan tenaga
profesional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan pembimbingan dan
pelatihan, serta melakukan
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada
perguruan tinggi”. Pendidik
harus memiliki kualifikasi minimum dan
sertifikasi sesuai dengan
jenjang kewenangan mengajar. Secara lebih
rinci hal tersebut
diatur dalam Permendiknas
Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar
Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Guru. Kualifikasi Akademik
Guru SMK/MAK atau
bentuk lain yang
sederajat minimum adalah diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) program
studi sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan/diampu dan diperoleh dari
program studi yang
terakreditasi, sedangkan standar
kompetensi guru mencakup kompetensi
pedagogik, kepribadian, sosial,
dan profesional yang terintegrasi
dalam kinerja guru.
Kompetensi-kompetensi tersebut
harus selalu ditingkatkan baik melalui membaca, studi lanjut, atau forum
kelompok-kelompok guru. Suwandi
(2016: 99) menjelaskan,
forum peningkatan kompetensi professional,
seperti KKC dan
MGMP sangat tinggi pengaruhnya
pada pengembangan profesi guru.
Sementara “tenaga kependidikan
bertugas melaksanakan
administrasi, pengelolaan, pengembangan,
pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses
pendidikan pada satuan pendidikan” (UU No. 20 Tahun 2003). Tenaga kependidikan pada satuan pendidikan
terdiri dari: (1) Kepala satuan pendidikan, pada SMK dibantu minimal oleh tiga wakil kepala
satuan pendidikan yang
masing-masing membidangi
akademik, sarana dan
prasarana, serta kesiswaan
(PP No. 19
Tahun 2005); (2) tenaga
administrasi sekolah mencakup
kepala tenagaadministrasi, pelaksana
urusan, dan petugas
layanan khusus (Permendiknas No.
24 Tahun 2008);
(3) tenaga perpustakaan
sekolah mencakup kepala perpustakaan dan tenaga perpustakaan
(Permendiknas No. 25 Tahun 2008); (3) tenaga laboratorium sekolah mencakup
kepala laboratorium, teknisi laboratorium,
dan laboran (Permendiknas
No. 26 Tahun 2008).
e.
Standar Sarana Dan
Prasarana
Menurut Soetopo (1998) dalam Ara Hidayat & Imam Machali (2012:204), sarana
pendidikan adalah segala
sesuatu yang meliputi
peralatan dan perlengkapan yang langsung digunakan dalam proses
pendidikan di sekolah seperti gedung,
ruangan, meja, kursi,
alat peraga, buku pelajaran, dan lain-lain. Sedangkan prasarana pendidikan
adalah semua komponen yang secara
tidak langsung menunjang jalannya proses belajar mengajar disebuah
lembaga pendidikan seperti
jalan menuju sekolah, halaman sekolah, tata tertib
sekolah, dan lain-lain.
Standar sarana dan
prasarana dalam sistem
pendidikan nasional adalah kriteria
mengenai ruang belajar,
tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan,
laboratorium, bengkel kerja, tempat
bermain, tempat berkreasi dan
berekreasi serta sumber
belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran, termasuk penggunaan
teknologi informasi dan
komunikasi (PP No.
13 Tahun 2015).
Kriteria minimal sarana dan prasarana untuk SMK menurut Permendiknas
Nomor 40 Tahun 2008, meliputi: (1)
prasarana: lahan, bangunan gedung, ruangruang; dan (2) sarana: perabot,
peralatan pendidikan, media pendidikan, buku & sumber belajar lain, bahan
habis pakai, teknologi komunikasi dan informasi, perlengkapan lain.
Setiap satuan pendidikan juga berkewajiban memelihara sarana dan
prasarana pendidikannya, hal ini dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 19
Tahun 2005. Pemeliharaan
dilakukan secara berkala
dan berkesinambungan dengan memperhatikan masa pakai. Untuk SMK yang perlu
diperhatikan adalah bengkel yang merupakan tempat untuk melatih dan mengembangkan
keterampilan peserta didik
di SMK sesuai
dengan bidangnya. Putut Hargiyarto (2011:209) berdasarkan hasil
penelitiannya mengungkapkan bahaya yang
terdapat di bengkel
SMK meliputi 9 kelompok pekerjaan/hal-hal yang berkaitan dengan: penanganan bahan, penggunaan
alat-alat tangan, perlindungan mesin, desain tempat kerja, pencahayaan, cuaca
kerja, pengendalian bahaya
bising, getaran dan listrik, fasilitas pekerja, dan
organisasi kerja. Perbaikan dilakukan dengan tahapan: menetapkan
sasaran, memilih pendekatan,
menetapkan prosedur serta melakukan evaluasi terus menerus terhadap
kondisi K3 di bengkel.
Sementara saran untuk
menekan risiko bahaya dan meningkatkan
keselamatan pekerja di
bengkel SMK (Putut
Hargiyarto; 2011:210)
adalah: (1) perlu
dilakukan audit yang
lebih cermat dan
mendalam tentang keadaan K3
di SMK; (2)
perlunya peningkatan tindakan pemeliharaan dan
perawatan fasilitas bengkel
secara terprogram dan taratur menggunakan berbagai pendekatan
yang telah banyak dilakukan di
industri, antara lain
dengan 5S/5R; (3)
perlunya melibatkan semua pihak
pengguna bengkel: guru,
teknisi, siswa dan
tamu dalam upaya menciptakan kondisi
yang aman, nyaman,
sehat dan selamat
sebagai bagian dari budaya dan karakter produktif.
f.
Standar Pengelolaan
Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 Tentang Standar Pengelolaan Pendidikan menyatakan,
“Setiap satuan pendidikan
wajib memenuhi standar pengelolaan
pendidikan yang berlaku
secara nasional”. Standar pengelolaan pendidikan
meliputi (1) perencanaan
program yang berisi: visi sekolah/madrasah, misi sekolah/madrasah, tujuan sekolah/madrasah,
rencana kerja sekolah/madrasah (RK-S/M)
dan rencana kegiatan
dan anggaran sekolah/madrasah
(RKA-S/M); (2) pelaksanaan rencana kerja; (3) pengawasan dan evaluasi;
(4) kepemimpinan sekolah/madrasah; dan (5) sistem informasi manajemen.
g.
Standar Pembiayaan
Menurut Ara Hidayat
& Imam Machali
(2012:212), standar pembiayaan adalah
standar yang mengatur
komponen dan besarnya biaya operasi
satuan pendidikan yang
berlaku selama satu
tahun. Peraturan Pemerintah Nomor
19 Tahun 2005 Tentang Standar
Nasional Pendidikan menyebutkan pembiayaan
pendidikan terdiri atas
biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Biaya investasi
meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumber daya manusia, dan modal
kerja tetap. Biaya
personal meliputi biaya
pendidikan yang harus dikeluarkan
oleh peserta didik
untuk bisa mengikuti
proses pembelajaran secara teratur
dan berkelanjutan. Biaya
operasi meliputi: gaji pendidik
dan tenaga kependidikan
serta segala tunjangan
yang melekat pada gaji;
bahan atau peralatan
pendidikan habis pakai;
dan biaya operasi pendidikan
tak langsung berupa
daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan
sarana dan prasarana,
uang lembur, transportasi,
konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya.
h.
Standar Penilaian
Pendidikan
Standar penilaian pendidikan
adalah standar nasional
pendidikan yang berkaitan dengan
mekanisme, prosedur, dan
instrumen penilaian hasil belajar
peserta didik. Standar
penilaian pendidikan dimaksudkan untuk mengendalikan mutu mutu
hasil pendidikan sesuai standar nasional pendidikan yang dikembangkan oleh
Badan Standar Nasional Pendidikan (Ara Hidayat & Imam Machali; 2012:215).
Penilaian pendidikan meliputi
penilaian sikap, penilaian pengetahuan, dan
penilaian keterampilan (Permendikbud
No. 23 Tahun 2016).
Penilaian sikap merupakan kegiatan untuk memperoleh informasi
deskriptif mengenai perilaku
peserta didik. Penilaian
pengetahuan merupakan
kegiatan yang dilakukan
untuk mengukur penguasaan pengetahuan peserta didik,
sedangkan penilaian keterampilan dilakukan
untuk mengukur kemampuan
peserta didik menerapkan
pengetahuan dalam melakukan tugas
tertentu. Penilaian pendidikan
terdiri atas: penilaian hasil
belajar oleh pendidik,
penilaian hasil belajar
oleh satuan pendidikan, dan
penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.
Penilaian hasil belajar oleh pendidik bertujuan untuk memantau dan mengevaluasi proses,
kemajuan belajar, dan
perbaikan hasil belajar peserta didik
secara berkesinambungan. Penilaian
hasil belajar oleh pendidik
dilakukan dalam bentuk
ulangan, pengamatan, penugasan, dan/atau bentuk
lain yang diperlukan.
Hasil penilaian dapat
digunakan oleh pendidik untuk:
mengukur dan mengetahui pencapaian kompetensi peserta didik; memperbaiki
proses pembelajaran; dan menyusun laporan kemajuan hasil belajar harian,
tengah semester, akhir
semester, akhir tahun dan/atau
kenaikan kelas.
Penilaian hasil belajar
oleh satuan pendidikan
bertujuan untuk menilai pencapaian
Standar Kompetensi Lulusan
untuk semua mata pelajaran. Penilaian hasil belajar oleh
satuan pendidikan dilakukan dalam bentuk
ujian sekolah. Hasil
penilaian digunakan sebagai
penentuan kelulusan dari satuan
pendidikan. Selain itu,
satuan pendidikan dapat menggunakan hasil penilaian oleh satuan pendidikan dan hasil penilaian oleh pendidik
untuk melakukan perbaikan
dan/atau penjaminan mutu pendidikan pada
tingkat satuan pendidikan.
Dalam rangka perbaikan dan/atau penjaminan
mutu pendidikan tersebut
satuan pendidikan menetapkan
kriteria ketuntasan minimal serta kriteria dan/atau kenaikan kelas peserta
didik.
Penilaian hasil belajar
oleh Pemerintah bertujuan
untuk menilai pencapaian kompetensi
lulusan secara nasional
pada mata pelajaran tertentu. Penilaian hasil belajar
oleh Pemerintah dilakukan dalam bentuk Ujian
Nasional dan/atau bentuk
lain yang diperlukan.
Hasil penilaian digunakan sebagai
dasar untuk: pemetaan
mutu program dan/atau satuan pendidikan;
pertimbangan seleksi masuk
ke jenjang pendidikan berikutnya; dan
pembinaan dan pemberian
bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk
meningkatkan mutu pendidikan.
Pelaksanaan penilaian dilakukan dengan mengikuti prinsip-prinsip penilaian, yaitu: sahih, objektif, adil, terpadu, terbuka, menyeluruh, berkesinambungan, sistematis, beracuan kriteria, dan akuntabel.
3.
Penjaminan Mutu Pendidikan
Nanang Fattah (2012:2)
berpendapat bahwa mutu
tidak berdiri sendiri, artinya
banyak faktor untuk
mencapainya dan untuk
memelihara mutu. Dalam kaitan ini peran dan fungsi sistem penjaminan
mutu (Quality Assurance System)
sangat dibutuhkan. Lebih lanjut Nanang
Fattah (2012:2) menjelaskan, penjaminan mutu (Quality Assurance/QA) adalah istilah umum yang digunakan sebagai
kata lain untuk semua bentuk kegiatan monitoring, evaluasi atau kajian (review) mutu. Kegiatan penjaminan mutu tertuju
pada proses untuk membangun kepercayaan dengan cara melakukan pemenuhan
persyaratan atau standar
minimum pada komponen
input, komponen proses, dan hasil
atau outcome sesuai dengan yang diharapkan oleh stake holders. Penjaminan
mutu memiliki dua
bentuk, yaitu: pertama,
dalam bentuk desain kegiatan
proses perbaikan dan pengembangan mutu secara berkelanjutan (continuous quality improvement), dan
kedua, dalam bentuk budaya mutu (quality
culture) yang mengandung
tata nilai (values)
yang menjadi keyakinan stake holders
pendidikan dan prinsip atau asas-asas yang dianutnya. Dengan
demikian penjaminan mutu
sebagai suatu sistem mengandung tata
nilai dan asas
dalam proses perubahan,
perbaikan dan peningkatan mutu
secara berkelanjutan.
Sementara Husaini Usman (2006:418)
merumuskan penjaminan mutu mencakup
seluruh kegiatan terencana
dan sistematis yang
diterapkan di dalam sistem
manajemen mutu untuk
meyakinkan bahwa sesuatu
produk akan memenuhi persyaratan
mutu. Dengan demikian,
penjaminan mutu pendidikan sebagai
suatu mekanisme yang
sistematis, terintegrasi, dan berkelanjutan untuk
memastikan bahwa seluruh
proses penyelenggaraan
pendidikan telah sesuai
dengan standar mutu
(SNP) dan aturan
yang ditetapkan (Kemdikbud; 2016:7).
Penjaminan mutu pendidikan
menjadi tanggung jawab
dari berbagai pihak. Pelaksanaan
penjaminan mutu pendidikan
dilakukan oleh satuan/program
pendidikan dan penyelenggara satuan/program pendidikan pada tingkat
pemerintah kabupaten/kota, pemerintah
provinsi, dan Pemerintah. Tahapan
penjaminan mutu pendidikan menurut Nanang Fattah (2012:6) dimulai
dari penetapan standar
mutu, pemenuhan standar, pengukuran dan
evaluasi dengan cara pengumpulan data
dan analisis, perbaikan dan
pengembangan standar dalam peningkatan mutu pendidikan yang mengacu
pada acuan mutu
pendidikan, yakni Standar
Pelayanan Minimal, Standar Nasional
Pendidikan, dan Standar
Mutu Pendidikan yang melampaui Standar Nasional Pendidikan.
Secara kelembagaan, Sistem
Penjaminan Mutu Pendidikan
(SPMP) diposisikan sebagai bagian
dari keseluruhan fungsi
manajemen pendidikan (Nanang
Fattah; 2012:3). SPMP
sebagai salah satu
fungsi manajemen pendidikan mengemban
tugas dan tanggung
jawab untuk mengukur
dan menilai pemenuhan standar mutu. SPMP fokus terhadap peningkatan mutu
secara berkelanjutan dengan
cara mengukur dan
menilai mutu sistem pendidikan, kinerja
institusi pendidikan, dan
mutu program studi.
SPMP merupakan instrumen
implementasi kebijakan sebagai akuntabilitas satuan pendidikan terhadap
masyarakat atau publik.
SPMP pada Pendidikan Dasar dan Menengah
terdiri atas dua komponen yaitu Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI)
dan Sistem Penjaminan Mutu Eksternal
(SPME) (Kemdikbud; 2016:7).
SPMI dilaksanakan dalam
satuan pendidikan dan dijalankan
oleh seluruh komponen
satuan pendidikan, sedangkan SPME
dilaksanakan oleh pemerintah,
pemerintah daerah, lembaga
akreditasi dan lembaga standardisasi pendidikan.
Dalam implementasinya, sistem
penjaminan mutu pendidikan
dasar dan menengah mengikuti siklus kegiatan sesuai dengan komponen masing-masing. Siklus
SPMI terdiri atas:
(1) pemetaan mutu
pendidikan yang dilaksanakan oleh
satuan pendidikan berdasarkan
Standar Nasional Pendidikan; (2)
pembuatan rencana peningkatan
mutu yang dituangkan dalam Rencana Kerja Sekolah; (3) pelaksanaan pemenuhan mutu baik dalam
pengelolaan satuan pendidikan
maupun proses pembelajaran;
(4) monitoring dan evaluasi
proses pelaksanaan pemenuhan
mutu yang telah dilakukan; dan
(5) penetapan standar
baru dan penyusunan
strategi peningkatan mutu berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi.
Sementara siklus SPME terdiri atas: (1) pemetaan mutu pendidikan di
tingkat satuan pendidikan
berdasarkan Standar Nasional
Pendidikan; (2) pembuatan rencana
peningkatan mutu yang
dituangkan dalam Rencana Strategis Pembangunan
Pendidikan; (3) fasilitasi
pemenuhan mutu di seluruh
satuan pendidikan; (4)
monitoring dan evaluasi
terhadap proses pelaksanaan pemenuhan
mutu; (5) pelaksanaan
evaluasi dan penetapan standar nasional pendidikan dan
penyusunan strategi peningkatan mutu;
(6) pelaksanaan akreditasi satuan pendidikan dan/atau program keahlian.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penjaminan mutu pendidikan merupakan suatu kegiatan terencana dan sistematis untuk memastikan bahwa seluruh proses penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan standar mutu (SNP) melalui perbaikan dan peningkatan mutu secara berkelanjutan. Pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan pada satuan pendidikan meliputi: penetapan standar mutu, pemetaan mutu, penyusunan rencana pemenuhan mutu, pelaksanaan pemenuhan mutu, dan evaluasi pemenuhan mutu.
B.
Kajian Program yang Dievaluasi
1.
Pelaksanaan Penjaminan Mutu Pendidikan
Seperti yang telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya bahwa penjaminan mutu pendidikan dilaksanakan terutama berada pada satuan pendidikan. Pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan di satuan pendidikan meliputi langkah-langkah: penetapan standar mutu, pemetaan mutu, penyusunan rencana pemenuhan mutu, pelaksanaan pemenuhan mutu, dan evaluasi pemenuhan mutu.
Uraian selengkapnya adalah sebagai berikut :
a.
Penetapan standar
mutu
Menurut Nanang Fattah (2012:3) stake
holder pendidikan seperti orangtua,
masyarakat, pemerintah, dan dunia industri memiliki persepsi yang berbeda
tentang mutu. Perbedaan
persepsi ini berimplikasi
bagi sekolah atau institusi
pendidikan akan perlunya
menetapkan standar mutu sebagai
acuan dalam mencapai mutu pendidikan.
Dengan demikian, satuan pendidikan harus melibatkan seluruh komponen dalam
penetapan standar mutu (Kemdikbud; 2016:49).
Lebih lanjut Nanang
Fattah (2012:3) menjelaskan,
penetapan standar mutu pendidikan
atau pendekatan berbasis
standar (Standard Based Approach)
dimaksudkan untuk mengukur dan menilai pemenuhan standar sebagaimana
yang telah ditetapkan
dalam kebijakan mutu (Quality Policy). Kebijakan mutu secara nasional mengacu pada Standar
Nasional Pendidikan, sebagaimana
dijelaskan dalam Pasal
1 Peraturan Pemerintah Nomor
13 Tahun 2015
bahwa Standar Nasional
Pendidikan adalah kriteria minimal
tentang sistem pendidikan
di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia. SNP berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan
pendidikan dalam rangka mewujudkan
pendidikan nasional yang
bermutu. Lingkup SNP meliputi:
Standar Isi, Standar
Proses, Standar Kompetensi
Lulusan, Standar Pendidik dan
Tenaga Kependidikan, Standar
Sarana dan Prasarana, Standar
Pengelolaan, Standar Pembiayaan,
dan Standar Penilaian Pendidikan.
b.
Pemetaan mutu
Kemdikbud (2016:21) menjelaskan, pemetaan mutu dilaksanakan melalui kegiatan
Evaluasi Diri Sekolah (EDS) dengan mengacu pada SNP. Pemetaan mutu
melibatkan seluruh komponen
satuan pendidikan dan pemangku
kepentingan, seperti: kepala
satuan pendidikan, pendidik, tenaga kependidikan,
komite, orangtua, peserta
didik, perwakilan yayasan, pengawas
serta pemangku kepentingan
di luar satuan pendidikan. Setiap personel tersebut
memiliki peran sesuai posisi masingmasing.
Lebih lanjut Kemdikbud
(2016:21) menjelaskan, langkah-langkah yang dapat dilakukan satuan
pendidikan dalam melaksanakan pemetaan mutu, yaitu: penyusunan instrumen,
pengumpulan data, pengolahan dan analisa
data serta penyusunan
hasil. Satuan pendidikan
menyusun instrumen mencakup seluruh
standar beserta indikator
dari masingmasing standar.
Penyusunan instrumen ini
akan membantu satuan pendidikan dalam
mengembangkan proses pemetaan
mutu. Dalam menyusun
instrumen harus memperhatikan
bagaimana sumber data tersebut
akan didapatkan, karena
prinsip pemetaan mutu
dilakukan berdasarkan bukti-bukti fisik.
Pengumpulan data bukti
yang sistematik dibutuhkan
dalam pemetaan mutu. Penentuan
ruang lingkup data
bukti penting untuk dilakukan karena terlalu banyak
informasi akan menyebabkan pemetaan mutu
menjadi tidak terkendali,
tidak berkelanjutan dan
tidak produktif.
Tahap pengumpulan data menurut Nanang
Fattah (2012:21-22) dapat dilakukan satuan pendidikan melalui
kegiatan sebagai berikut :
1)
Melakukan sosialisasi
cara pengisian alat Evaluasi
Diri Satuan pendidikan oleh
pengawas dan Kepala
Satuan pendidikan kepada sivitas satuan pendidikan.
2)
Melakukan pengisian
EDS dengan standar acuan SPM dan/atau SNP.
3)
Menelaah hasil
pengisian dengan cara diskusi seluruh komponen pada satuan pendidikan
yang bersangkutan agar
diperoleh data yang akurat.
4)
Mengumpulkasn hasil
pengisian instrumen untuk diolah.
Setelah data bukti
terkumpul, satuan pendidikan
melakukan pengolahan dan analisa.
Data bukti yang
terkumpul menggambarkan kondisi
mutu satuan pendidikan terhadap
SNP. Dalam analisa data yang dapat dilakukan
satuan pendidikan adalah
sebagai berikut (Nanang Fattah; 2012:22).
1)
Mengecek kebenaran
data dilengkapi dengan
bukti-bukti kemutakhiran, juga fakta yang ada pada satuan pendidikan.
2)
Mengolah data dengan
cara sesuai dengan indikator dan kategori yang terdapat pada EDS.
3)
Merangkum data
hasil kategorisasi menjadi
deskripsi kondisi satuan pendidikan.
4)
Menganalisis hasil
pengolahan dengan mengacu
pada rubrik EDS sehingga diperoleh hasil tentang
kedudukan satuan pendidikan sesuai dengan capaian SPM dan /atau SNP.
5)
Hasil analisis
berupa ketercapaian standar
acuan mutu satuan pendidikan, apakah belum atau sudah
memenuhi SPM, apakah sudah mencapai atau melampaui SNP.
Hasil analisa data bukti menggambarkan peta capaian mutu satuan pendidikan terhadap
standar, masalah-masalah yang
dihadapi serta rekomendasi perbaikannya.
Hasil pemetaan mutu
dari EDS sebaiknya disajikan secara singkat namun informatif
(Kemdikbud; 2016:29).
c.
Penyusunan rencana
pemenuhan
Kemdikbud (2016:31) menjelaskan,
Tim Penjaminan Mutu Pendidikan Sekolah
melalui tim pengembang
sekolah menganalisis
informasi yang telah
dikumpulkan dan mempergunakannya untuk mengidentifikasi dan
memprioritaskan bidang yang
membutuhkan perhatian, yang kemudian akan menjadi dasar bagi rencana pemenuhan mutu.
Selain itu, rencana pemenuhan mutu disusun berdasarkan evaluasi diri satuan pendidikan,
kebijakan pemerintah pusat dan daerah, serta visi, misi dan
kebijakan satuan pendidikan.
Rencana pemenuhan mutu berisikan tanggung
jawab untuk pelaksanaannya, dilengkapi
dengan kerangka waktu, tenggang waktu dan ukuran keberhasilan.
Lebih lanjut Kemdikbud
(2016:31) menjelaskan, bentuk
dari rencana pemenuhan mutu
dapat berupa rencana
kerja tahunan yang merupakan penjabaran
rinci dari rencana
kerja menengah satuan pendidikan yang
meliputi masa 4
(empat) tahun. Sebagaimana telah diatur
dalam standar pengelolaan
bahwa satuan pendidikan
memiliki kewajiban untuk menyusun
Rencana Kerja Sekolah
(RKS) meliputi Rencana Kerja
Jangka Menengah (RKJM)
dan Rencana Kerja
Tahunan(RKT). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa rencana pemenuhan mutu di satuan pendidikan diwujudkan dalam
bentuk RKS berupa RKJM/RKT.
Penyusunan RKS dilakukan
melalui tiga jenjang,
yaitu: persiapan,penyusunan RKS,
dan pengesahan RKS
(Kemdikbud; 2015:21). Alur proses penyusunan RKS tersebut
dilukiskan sebagai berikut:
|
||||||
Gambar 1. Alur Penyusunan RKS (Kemdikbud; 2015:21)
Rencana
Kerja Sekolah (RKS)
baik RKJM maupun
RKT/RKAS tersebut harus disusun
secara sistematik dan
mencakup berbagai komponen yang
diperlukan. Secara umum sistematika dan isi RKS adalah sebagai berikut:
|
Gambar 2. Sistematika Dan Isi RKS (Kemdikbud; 2015: 21)
d.
Pelaksanaan pemenuhan
mutu
Menurut Nanang Fattah
(2012:21), pemenuhan standar
mutu berupa pencapaian SPM
dan SNP merupakan
bagian dari upaya peningkatan mutu
pendidikan. Pemenuhan standar
mutu pendidikan menjadi tanggung
jawab satuan pendidikan.
Pelaksanaan pemenuhan
standar mutu satuan
pendidikan adalah realisasi
seluruh program dan kegiatan
yang telah dirancang
dan telah tertuang
dalam dokumen perencanaan
pemenuhan mutu satuan pendidikan yang harus dikerjakan oleh seluruh
pemangku kepentingan (Kemdikbud;
2016:37). Seluruh pemangku kepentingan
di satuan pendidikan
harus memiliki komitmen untuk mengimplementasikannya. Proses
implementasi dari rencana tersebut dijabarkan dan diatur
pelaksanaannya dalam level ruang kelas,
level antar jenjang
kelas dan level
satuan pendidikan agar
pelaksanaan perencanaan
tersebut berjalan optimal.
Rencana pelaksanaan dan pemantauan program dan kegiatan selalu
disosialisasikan kepada seluruh pemangku kepentingan.
e.
Evaluasi Pemenuhan
Mutu
Kemdikbud (2016:45) menjelaskan,
evaluasi pemenuhan mutu merupakan tahapan
pengujian yang sistematis
dan independen untuk menentukan apakah
pelaksanaan dan hasil
pemenuhan mutu sesuai dengan
strategi yang direncanakan
dan apakah strategi
tersebut diimplementasikan
secara efektif dan
sesuai untuk mencapai
tujuan.
Dalam hal ini Nanang Fattah (2012:28) menjelaskan bahwa Evaluasi Diri
Satuan Pendidikan (EDS)
adalah salah satu
kegiatan pengukuran ketercapaian
standar mutu pada satuan pendidikan. Alat yang digunakan untuk pengukuran
ketercapaian standar mutu
pada satuan pendidikan tersebut adalah Instrumen Evaluasi
Diri Satuan Pendidikan (EDS). Setiap satuan
pendidikan melakukan penjaringan
data dengan cara
mengisi instrumen evaluasi diri. Pengukuran kinerja melalui pengukuran
evaluasi diri satuan pendidikan dilakukan setahun sekali.
Luaran dari kegiatan evaluasi pemenuhan mutu adalah laporan pelaksanaan pemenuhan SNP dan implementasi rencana pemenuhan mutu oleh satuan pendidikan. Selain itu dirumuskan rekomendasi tindakan perbaikan jika ditemukan adanya penyimpangan dari rencana dalam pelaksanaan pemenuhan mutu. Dengan demikian ada jaminan kepastian terjadinya peningkatan mutu secara berkelanjutan (Kemdikbud; 2016:15).
C.
Kajian Model Evaluasi
1.
Pengertian Evaluasi
Evaluasi memiliki pengertian
yang beragam. Berdasarkan terjemahannya, definisi
evaluasi dalam kamus
Oxford Advanced Learner’s Dictionary Of
Current English dalam
AS Hornby (1986)
yang dikutip Suharsimi dan Cepi (2014:1), evaluasi adalah to find
out, decide the amount or value yang
artinya suatu upaya
untuk menentukan nilai
atau jumlah.
Menurut Cronbach (1963),
Alkin (1969), dan
Stufflebeam (1971) dalam Djudju Sudjana (2008: 19) mengemukakan
bahwa evaluasi adalah kegiatan untuk
mengumpulkan, memperoleh, dan
menyediakan informasi bagi pembuat keputusan. Definisi lain dikemukakan Malcolm dan Provus (1971) dalam Djudju
Sudjana (2008: 19)
bahwa evaluasi adalah
kegiatan untuk mengetahui perbedaan
antara apa yang
ada dengan suatu
standar yang telah ditetapkan
serta bagaimana menyatakan perbedaan antara keduanya.
Dari beberapa pendapat
di atas dapat
dipahami evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan
informasi dengan membandingkan
dengan suatu standar yang
selanjutnya dapat digunakan
bagi pengambil keputusan. Kaitannya dalam
pendidikan, Stufflebeam (1971)
dalam Djudju Sudjana (2008:20) merumuskan evaluasi
pendidikan yaitu: “educational evaluation is the process of
delineating, obtaining and providing useful information for judging decision
alternatives”. Menurut rumusan tersebut, evaluasi program pendidikan merupakan
proses mendeskripsikan, mengumpulkan,
dan menyajikan informasi yang berguna untuk menetapkan alternatif
keputusan.
Menurut Wirawan (2012:5) evaluasi program pendidikan dapat digunakan untuk mengevaluasi berbagai aspek pendidikan misalnya: kurikulum, proses dan metode pembelajaran mata pelajaran, layanan pendidikan, tenaga pendidik, dan sebagainya.
2.
Model Evaluasi
Model-model evaluasi dalam
ilmu evaluasi program
pendidikan yang dikembangkan para
ahli evaluasi program
memiliki perbedaan antara
satu dengan yang lain, akan tetapi maksud dan tujuannya sama yaitu
melakukan kegiatan pengumpulan data
atau informasi yang
berkenaan dengan objek yang
dievaluasi. Kaufman dan
Thomas dalam tulisan
Suharsimi dan Cepi (2014:40-41) membedakan
model evaluasi menjadi
delapan, yaitu: Goal Oriented Evaluation Model, Goal Free Evaluation Model, Formatif Summatif Evaluation Model,
Countenance Evaluation Model,
Responsive Evaluation Model, CSE-UCLA
Evaluation Model, CIPP Evaluation Model, dan Discrepancy Model.
Uraian secara lengkap
masing-masing model evaluasi
di atas adalah sebagai berikut.
a.
Goal Oriented
Evaluation Model
Goal Oriented Evaluation
Model dikembangkan oleh
Tyler dan menjadi model
evaluasi yang paling
awal muncul. Sebagai
objek pengamatan pada model
ini adalah tujuan
dari program yang
sudah ditetapkan jauh sebelum
program dimulai. Pelaksanaan
evaluasinya dilakukan secara berkesinambungan, terus-menerus, mencek
seberapa jauh tujuan tersebut
sudah terlaksana di
dalam proses pelaksanaan program.
b.
Goal Free Evaluation
Model
Goal Free Evaluation Model adalah model evaluasi yang dikembangkan oleh Michael Sciven. Model ini dapat dikatakan berlawan dengan Goal Oriented Evaluation Model. Scriven berpendapat dalam melaksanakan evaluasi program, evaluator tidak perlu memerhatikan apa yang menjadi tujuan program. Sementara yang perlu diperhatikan adalah bagaimana kerjanya program. Namun demikian, model ini bukannya lepas sama sekali dari tujuan, tetapi hanya lepas dari tujuan khusus. Model ini hanya mempertimbangkan tujuan umum yang akan dicapai oleh program, bukan secara rinci per komponen.
c.
Formatif Summatif
Evaluation Model
Selain Goal Free
Evaluation Model, Michael
Scriven juga mengembangkan model
lain yaitu Formatif
Summatif Evaluation Model. Model
ini menunjukkan adanya
tahapan dan lingkup
objek yang dievaluasi, yaitu evaluasi
yang dilakukan pada
waktu program masih berjalan (disebut evaluasi formatif) dan ketika program sudah selesai
atau berakhir (disebut evaluasi sumatif).
Evaluasi formatif merupakan
evaluasi yang dilaksanakan
ketika program masih berjalan atau dekat dengan permulaan kegiatan.
Tujuan evaluasi formatif adalah
mengetahui seberapa jauh
program yang dirancang dapat
berlangsung, sekaligus mengidentifikasi hambatan. Dengan diketahuinya hambatan dan
hal-hal yang menyebabkan program tidak
lancar, pengambil keputusan
secara dini dapat
mengadakan perbaikan yang mendukung
kelancaran pencapaian tujuan
program. Setelah program berakhir,
kemudian dilakukan evaluasi sumatif.
d.
Countenance
Evaluation Model
Countenance Evaluation Model dikembangkan oleh Stake. Menurut ulasan Fernandes
(1984) yang dikutip
Suharsimi dan Cepi
(2014: 43), Model Stake
menekankan pada adanya pelaksanaan dua hal
pokok, yaitu: (1) deskripsi (description)
dan (2) pertimbangan
(judgements); serta
membedakan adanya tiga
tahap dalam evaluasi
program, yaitu (1) anteseden
(antecedents/context), (2) transaksi
(transactions/process), dan
(3) keluaran (output-outcomes). Model
evaluasi ini diajukan
dalam bentuk diagram yang
menggambarkan deskripsi dan
tahapan evaluasi sebagaimana
dijelaskan dalam gambar berikut:
Gambar 3. Evaluasi Model Stake (Suharsimi dan Cepi, 2014:43)
Berdasarkan gambar di
atas, tiga hal yang dituliskan di antara
dua diagram menunjukan objek
atau sasaran evaluasi.
Dalam tiap program yang dievaluasi, evaluator harus
mampu mengidentifikasi tiga hal, yaitu (1)
anteseden yang diartikan konteks, (2) transaksi yang diartikan proses, dan (3)
outcomes yang diartikan
hasil. Kedua matriks
tersebut digambarkan menjadi deskripsi
dan pertimbangan sebagai
langkahlangkah yang terjadi
selama proses evaluasi.
Matriks deskripsi menyangkut dua
hal yang menunjukan posisi sesuatu (sasaran evaluasi), yaitu maksud
atau tujuan yang
diharapkan oleh program,
dan pengamatan atau akibat yang terjadi. Selanjutnya matriks pertimbangan,
yang dalam langkah tersebut mengacu pada standar.
e.
CSE-UCLA Evaluation Model
CSE-UCLA
terdiri dari dua
singkatan yaitu CSE
dan UCLA. CSE merupakan singkatan dari Center for the
Study of Evaluation, sedangkan UCLA
merupakan singkatan dari
University of California
in Los Anggles. Ciri dari model evaluasi ini
yaitu dilakukan dalam lima
tahapan evaluasi, yaitu: perencanaan, pengembangan, implementasi, hasil, dan
dampak.
f.
CIPP Evaluation Model
CIPP
Evaluation Model dikembangkan
oleh Stufflebeam, dkk.
di Ohio State University. CIPP adalah singkatan dari Contex (konteks), Input (masukan), Process
(proses), dan Product (hasil). Keempat kata tersebut merupakan sasaran
evaluasinya, yang tidak
lain adalah komponen
dari proses sebuah program kegiatan. Dengan demikian, model CIPP adalah model evaluasi
yang memandang program
yang dievaluasi sebagai sebuah sistem.
g.
Discrepancy Model
Discrepancy Model atau dalam bahasa Indonesia model kesenjangan dikembangkan oleh Malcolm Provus. Model ini menekankan pada pandangan adanya kesenjangan di dalam pelaksanaan program. Evaluasi program yang dilakukan oleh evaluator mengukur besarnya kesenjangan yaitu perbedaan antara yang seharusnya dicapai dengan yang sudah riil dicapai pada setiap komponen.
BAB III
METODE SURVEY
A.
Tempat dan Waktu Survey
1.
Tempat Survey
Survey ini
dilaksanakan di SMK
Negeri 2 Pematangsiantar yang beralamat di
Jl. Asahan Siopat Suhu
Siantar Timur, Kota Pematangsiantar,
Sumatera Utara 21151.
2.
Waktu Survey
Pelaksanaan penelitian
dilakukan pada bulan November 2018.
B.
Subject Survey
Adapun yang menjadi subjek survey dalam riset ini, adalah Kepala Sekolah, pimpinan masing-masing unit kerja, dan Tim Renbang di
SMK Negeri 2 Pematangsiantar.
Uraian secara lengkap subyek penelitian disajikan dalam tabel berikut:
Tabel Subyek survey
No |
Subyek Penelitian
|
Jumlah |
1 |
Kepala Sekolah
|
1 orang |
2 |
Wakil Kepala Sekolah
|
4 orang |
3 |
Ketua Jurusan
|
5 orang |
4 |
Kepala Tata Usaha
|
1 orang |
5 |
Tim Renbang |
7 orang |
Jumlah = |
18 orang |
C.
Instrument Survey
Metode pengumpulan data
dilakukan dengan pemberian
angket, dokumentasi, dan wawancara.
Pemberian angket terdiri
dari angket tertutup dan
angket terbuka kepada
Kepala Sekolah, Wakil
Kepala Sekolah, Ketua Jurusan, Kepala Tata Usaha, dan Tim
Renbang. Pengambilan data dokumentasi
adalah dengan mengumpulkan
dokumen EDS, Dokumen RKJM, dan
dokumen RKT. Sementara wawancara
dilakukan kepada Ketua
Renbang untuk memperjelas makna
data angket dan dokumentasi.
Sebelum membuat instrumen
terlebih dahulu dibuat
kisi-kisi instrumen. Instrumen
selanjutnya dikonsultasikan dengan ahli
sebagai langkah pengujian instrumen untuk menjamin validitas instrumen.
1.
Kisi-kisi instrumen
angket
Dalam riset ini
menggunakan angket dalam
bentuk angket tertutup (jawaban
sudah tersedia, responden tinggal memilih dalam bentuk check-list) dan
angket terbuka (penjelasan
jawaban langung dari responden). Penjelasan
kisi-kisi instrumen angket
tertutup dan angket terbuka adalah sebagai berikut:
a.
Kisi-kisi instrumen
angket tertutup
Tabel Kisi-kisi
Instrumen Angket Tertutup
Variabel |
Indikator
Butir |
Pertanyaan |
Penetapan Standar Mutu |
Dasar penetapan standar mutu |
1,2,3 |
Pihak yang terlibat
|
4,5,6 |
|
Pemetaan
Mutu |
Pemetaan
berdasarkan hasil EDS |
7 |
Pemetaan
pada 8 SNP |
8,9,10,11 |
|
Pemetaan
didukung bukti fisik |
12 |
|
Pemetaan
menggambarkan mutu sekolah |
13,14 |
|
Penyusunan
Rencana
Pemenuhan |
Persiapan
sekolah |
15 |
Dasar
penyusunan |
16,17,18,19,20 |
|
Isi |
21,22,23,24,25,26 |
|
Pengesahan |
27,28 |
|
Sosialisasi |
29,30 |
|
Pelaksanaan
Pemenuhan |
Pemenuhan
8 SNP |
31,32,33,34,35,36,37,38 |
Komitmen
komponen sekolah |
39 |
|
Evaluasi
Pemenuhan |
Evaluasi
melalui EDS |
40 |
Tujuan
evaluasi |
41,42 |
|
Tahapan evaluasi
|
43,44,45,46,47 |
|
Jumlah = |
47
Butir |
Dari kisi-kisi angket tertutup tersebut kemudian dijabarkan ke dalam pertanyaan-pertanyaan yang telah disediakan jawabannya. Skala yang digunakan adalah Skala Guttman yang telah dimodifikasi dengan alternatif jawaban, yaitu: “ Ya (Y) dengan diberi skor 1” dan “Tidak (T) dengan di beri skor 0”.
b.
Kisi-kisi instrumen
angket terbuka
Tabel Kisi-Kisi
Instrumen Angket Terbuka
Variabel |
Indikator |
Butir Pertanyaan |
Penetapan Standar Mutu |
Fungsi standar mutu |
1 |
Dasar penetapan standar mutu |
2 |
|
Pemetaan Mutu |
Pemetaan menggambarkan mutu sekolah |
3 |
Persiapan sekolah |
4 |
|
Penyusunan Rencana Pemenuhan |
Dasar penyusunan
|
5
|
Pelaksanaan Pemenuhan |
Pemenuhan 8 SNP
|
6 |
Evaluasi
Pemenuhan |
Tujuan evaluasi |
7 |
Hambatan dan cara mengatasi |
8 |
|
Jumlah = |
8 Butir |
Dari kisi-kisi angket
terbuka, kemudian dijabarkan
ke dalam
pertanyaan-pertanyaan. Jawaban diperoleh
dari hasil pengisian
atau tanggapan dari responden
dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.
2.
Kisi-kisi instrumen
dokumentasi
Tabel Kisi-kisi
Instrumen Dokumentasi
Sumber |
Dokumentasi Yang Diambil |
Keterangan |
SMK Negeri
2 Pematangsiantar |
1. Visi
dan misi sekolah |
Bukti
Nyata/Otentik dalam
Bentuk Dokumentasi |
2. Tujuan
sekolah |
||
3. Manajemen
organisasi sekolah |
||
4. Kebijakan
mutu sekolah |
||
5. Dokumen
EDS |
||
6. Dokumen
RKJM |
||
7. Dokumen
RKT |
||
Jumlah
= 7 Butir |
3.
Kisi-kisi instrumen pedoman
wawancara
Wawancara
dilakukan dengan Ketua
Renbang untuk memperjelas makna data
angket dan dokumentasi.
Kisi-kisi instrumen pedoman wawancaranya adalah sebagai berikut.
Tabel Kisi-kisi Pedoman Wawancara
Variabel |
Indikator |
Butir Pertanyaan |
Penetapan
Standar Mutu |
Dasar
penetapan standar mutu |
1 |
Pihak
yang terlibat |
2 |
|
Penyusunan
Rencana Pemenuhan
|
Persiapan
sekolah |
3 |
Dasar
penyusunan |
4 |
|
Pengesahan |
5 |
|
Pelaksanaan
Pemenuhan |
Komitmen
komponen sekolah |
6 |
Evaluasi Pemenuhan
|
Evaluasi
melalui EDS |
7 |
Tahapan
evaluasi |
8 |
|
Jumlah = 8 butir |
D.
Teknik Analisis Data
Riset ini menggunakan teknik analisis data deskriptif kuantitatif yang kemudian
diinterpretasikan dengan kualitatif.
1.
Statistik deskriptif
kuantitatif
Statistik deskriptif kuantitatif digunakan untuk menganalisa data yang
diperoleh dari kegiatan riset melalui bentuk pemberian angket tertutup
model check-list. Data
dari angket tersebut
dianalisa dengan menghitung persentase pencapaian untuk setiap
indikator. Persentase pencapaian adalah skor butir atau indikator dibagi skor
total yang seharusnya dicapai oleh butir atau indikator tersebut dikali 100%.
Adapun rumus perhitungannya
adalah sebagai berikut (Sugiyono: 2010).
Kriteria persentase pencapaian merujuk pada modifikasi kriteria yang dikemukakan Suharsimi
Arikunto (1990:35). Ketentuan
rekomendasi tersebut yaitu sebagai berikut.
Tabel Kategori Skor Persentase
Interval Presentase Kategori |
Interval Presentase Kategori |
0% - 19,99% |
Kurang |
20,00% - 39,99% |
Tidak Baik |
40,00% - 59,99% |
Sedang |
60,00% - 79,99% |
Baik |
80,00% - 100% |
Sangat Baik |
2.
Statistik deskriptif
kualitatif
Statistik deskriptif kualitatif
digunakan untuk menganalisa
data yang diperoleh dari angket
terbuka, dokumentasi, dan wawancara. Analisis dilakukan
dengan memberikan predikat
pada variabel yang
disurvey sesuai dengan kondisi
yang sebenarnya. Analisis
kualitatif secara umum berupa kata-kata yang disusun kedalam
teks (Sugiyono: 2010).
a.
Pengelompokan data
Data angket
terbuka, dokumentasi, dan
wawancara yang mempunyai kesamaan atau
mendekati sama dikelompokkan
sesuai jenis dan macamnya.
b.
Reduksi data
Reduksi data
merupakan analisis data
yang menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan dan
mengorganisasikan data sehingga mendapatkan sebuah kesimpulan. Reduksi
dilakukan untuk memfokuskan dan
mengarahkan pada permasalahan
yang diteliti. Sedangkan
reduksi terhadap dokumen dilakukan
dengan cara menggolongkan
dan mengorganisasikan data sehinggga
diperoleh data yang
mendukung survey.
c.
Penyajian/pemaparan
data
Penyajian data dalam survey
ini selain berupa teks naratif.
Abstraksi data dikategorikan dalam kelompok-kelompok dan disajikan dalam bentuk kalimat, tabel, dan diagram.
d.
Membuat kesimpulan
Setelah melakukan
penafsiran data melalui
penafsiran deskriptif, untuk meringkas inti
dari analisis data
dibuatlah kesimpulan dalam
bentuk kalimat.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil Survey
Survey yang dilakukan di SMK
Negeri 2 Pematangsiantar
mendapatkan hasil sebagai berikut:
1.
Penetapan Standar
Mutu di SMK Negeri 2 Pematangsiantar
Data tentang penetapan standar mutu diperoleh dari Kepala Sekolah, Wakil
Kepala Sekolah, Ketua Jurusan, Kepala Tata Usaha, dan Tim Renbang SMK Negeri
2 Pematangsiantar. Penetapan
standar mutu di SMK Negeri 2 Pematangsiantar mencapai rata-rata
97%, sehingga termasuk
kategori sangat baik. Data
penetapan standar mutu yang masuk dalam kategori sangat baik diperoleh dari
dasar dalam penetapan standar mutu (100%) dan pihak yang terlibat dalam
penetapan standar mutu (94%).
2.
Pemetaan Mutu di SMK
Negeri 2 Pematangsiantar
Pemetaan mutu pada satuan pendidikan dilaksanakan melalui kegiatan EDS untuk
memetakan mutu 8 SNP
dengan didukung bukti
fisik, sehingga dapat menggambarkan
pencapaian mutu sekolah
secara akurat. Data pemetaan mutu diperoleh dari Kepala
Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Ketua Jurusan, Kepala Tata Usaha, dan Tim
Renbang SMK Negeri 2 Pematangsiantar.
Data angket model tertutup
untuk variabel pemetaan
mutu di SMK
Negeri 2 Pematangsiantar adalah mencapai rata-rata 92%, sehingga termasuk kategori sangat baik.
Data pemetaan mutu yang masuk dalam kategori sangat baik diperoleh dari
pemetaan berdasarkan hasil
EDS (100%), pemetaan
pada 8 SNP
(86%), pemetaan didukung bukti
fisik (100%), dan
pemetaan menggambarkan mutu
sekolah (83%).
3.
Penyusunan Rencana
Pemenuhan Mutu di SMK Negeri 2 Pematangsiantar
Penyusunan rencana pemenuhan
mutu diwujudkan dalam
bentuk rencana kerja sekolah
(RKS) berupa rencana kerja jangka
menengah (RKJM) dan rencana kerja
tahunan (RKT). Dalam
menyusun RKJM/RKT sekolah melakukan persiapan dan memiliki
dasar penyusunan yang tepat. Kemudian dapat dilihat isi dan bagaimana
pengesahan serta sosialisasi RKJM/RKT
yang dilakukan sekolah.
Data tentang penyusunan
RKJM/RKT diperoleh dari
Kepala Sekolah, Wakil Kepala
Sekolah, Ketua Jurusan, Kepala Tata Usaha, dan Tim Renbang SMK Negeri
2 Pematangsiantar. Data angket
model tertutup variabel
penyusunan rencana pemenuhan mutu
yang diwujudkan dalam bentuk RKJM/RKT di SMK Negeri 2 Pematangsiantar menunjukkan
bahwa penyusunan RKJM/RKT mencapai rata-rata 96%, sehingga termasuk kategori
sangat baik.
Data penyusunan RKJM/RKT
yang masuk dalam
kategori sangat baik diperoleh dari persiapan sekolah dalam
menyusun RKJM/RKT (100%), dasar penyusunan RKJM/RKT (98%), isi RKJM/RKT (99%),
pengesahan RKJM/RKT (97%), dan sosialisasi RKJM/RKT (86%).
4.
Pelaksanaan Pemenuhan
Mutu di SMK Negeri 2 Pematangsiantar
Pelaksanaan pemenuhan mutu merupakan pelaksanaan program dan kegiatan pemenuhan
8 SNP yang telah disusun dalam rencana kerja sekolah (RKJM/RKT). Pelaksanaan
pemenuhan mutu dapat
dilihat dari sekolah melaksanaan program pemenuhan 8 SNP
dan bagaimana komitmen seluruh komponen sekolah dalam pelaksanaan pemenuhan
mutu.
Data tentang pelaksanaan
pemenuhan mutu diperoleh
dari Kepala Sekolah, Wakil Kepala
Sekolah, Ketua Jurusan, Kepala Tata Usaha, dan Tim Renbang SMK Negeri 2 Pematangsiantar. Data angket model tertutup untuk variabel pelaksanaan pemenuhan
mutu di SMK
Negeri 2 Pematangsiantar mencapai rata-rata
90%, sehingga termasuk
kategori sangat baik. Data pelaksanaan pemenuhan mutu yang masuk dalam kategori sangat baik
diperoleh dari sekolah melakukan pemenuhan 8 SNP (97%) dan komitmen komponen
sekolah dalam pemenuhan mutu (83%).
5.
Evaluasi Pemenuhan
Mutu di SMK Negeri 2 Pematangsiantar
Evaluasi pemenuhan mutu
merupakan kegiatan untuk
melihat pelaksanaan dan hasil
pemenuhan 8 SNP. Evaluasi dilaksanakan melalui EDS, evaluasi berbasis tujuan dengan mengikuti tahapan
evaluasi. Data tentang evaluasi pemenuhan
mutu diperoleh dari
Kepala Sekolah, Wakil
Kepala Sekolah, Ketua Jurusan, Kepala Tata Usaha, dan Tim Renbang SMK Negeri 2 Pematangsiantar. Data angket model tertutup untuk variabel evaluasi
pemenuhan mutu di SMK Negeri 2 Pematangsiantar menunjukkan bahwa
evaluasi pemenuhan mutu
mencapai rata-rata 97%,
sehingga termasuk kategori sangat baik.
Data evaluasi pemenuhan
mutu yang masuk
dalam kategori sangat baik
diperoleh dari evaluasi
melalui EDS (100%),
tujuan evaluasi (97%), dan
tahapan evaluasi (93%).
6.
Penjaminan Mutu
Pendidikan di SMK Negeri 2 Pematangsiantar
Berdasarkan data penetapan standar mutu, pemetaan mutu, penyusunan rencana pemenuhan mutu, pelaksanaan pemenuhan mutu, dan evaluasi pemenuhan mutu di SMK Negeri 2 Pematangsiantar mendapat persentase rata-rata 94%, sehingga termasuk dalam kategori sangat baik.
B.
Pembahasan
1.
Penetapan Standar
Mutu di SMK Negeri 2 Pematangsiantar
Penetapan standar mutu
merupakan tahapan awal
dalam sistem penjaminan mutu.
Standar mutu adalah sebagai gambaran mutu yang akan dicapai sekolah.
Selain itu menurut
pendapat Nanang Fattah
(2012:3) bahwa stakeholder pendidikan
seperti orangtua, masyarakat,
pemerintah, dan dunia industri memiliki persepsi yang berbeda tentang
mutu. Perbedaan persepsi ini berimplikasi bagi sekolah atau institusi
pendidikan akan perlunya menetapkan standar mutu sebagai acuan dalam mencapai
mutu pendidikan.
Oleh karena itu,
kedudukan standar mutu
memiliki posisi yang
sangat penting dalam mewujudkan sekolah yang bermutu. Data hasil
penelitian menunjukkan penetapan standar
mutu di SMK Negeri
2 Pematangsiantar mencapai rata-rata
97% sehingga termasuk
kategori sangat baik. Standar
mutu bagi SMK
Negeri 2 Pematangsiantar adalah
sebagai acuan program pengembangan
sekolah, sebagai arah
dan koridor dalam menjalankan fungsi dan mencapai tujuan
sekolah, dan sebagai acuan dalam pelayanan kepada masyarakat. Data penetapan standar mutu yang masuk dalam
kategori sangat baik
diperoleh dari dasar
yang digunakan sekolah dalam
penetapan standar mutu
(100%) dan pihak
yang terlibat dalam penetapan standar mutu (94%).
Jawaban angket tertutup
menyatakan dasar penetapan standar mutu di SMK Negeri 2 Pematangsiantar mengacu
pada 8 SNP, penetapan standar mutu mempertimbangkan kebutuhan
sekolah, dan penetapan
standar mutu
mempertimbangkan kemampuan sumber
daya sekolah. Dari
rangkuman angket terbuka diperoleh keterangan, dasar yang digunakan
sekolah dalam menetapkan standar mutu
adalah visi dan
misi sekolah, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,
Permendikbud, dan Standar BSNP. Berdasarkan data tersebut peneliti
melakukan wawancara dengan
Ketua Renbang sehingga diperoleh kesimpulan,
dasar penetapan standar
mutu di SMK
Negeri 2 Pematangsiantar mengacu pada 8 SNP dengan selalu menyesuaikan
peraturan yang berlaku, yaitu: Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,
Permendikbud, dan Standar BSNP. Penetapan
standar mutu di
SMK Negeri 2 Pematangsiantar juga berdasar pada
kebutuhan sekolah yaitu
berupa rumusan visi
dan misi sekolah, serta
mempertimbangkan kemampuan sumber daya sekolah.
Dasar yang digunakan
SMK Negeri 2 Pematangsiantar dalam penetapan standar mutu,
sejalan dengan hasil
penelitian Musyafa’ Fathoni
dalam Disertasinya dengan judul
“Peningkatan Kualitas Pendidikan Melalui Sistem Penjaminan Mutu (Studi Multi
Situs di SD Al Falah Tropodo 2 Sidoarjo, SDIT Bina Insani
Kediri, dan SDIT Al
Hikmah Blitar)”, dimana
pengelola sekolah dalam menetapkan
standar mutu berpijak pada idealisme sekolah (cita-cita pendirian, visi
sekolah, dan profil lulusan yang diharapkan). Adapun faktorfaktor yang
menjadi pertimbangan penetapan
standar mutu adalah: kebutuhan dan
ketrampilan yang harus
dikuasai anak usia
sekolah dasar, kebutuhan orang
tua, keyakinan keagamaan,
faktor ekonomi, dan
faktor sosial.
Dalam menetapkan standar
mutu yang perlu
menjadi perhatian sebagaimana
dijelaskan Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah (2016:49)
adalah dengan melibatkan
seluruh komponen sekolah.
SMK Negeri 2 Pematangsiantar
dalam menetapkan standar
mutu melibatkan seluruh komponen sekolah, bahkan melibatkan
juga pemangku kepentingan di luar sekolah.
Dari wawancara peneliti
dengan Ketua Renbang
diperoleh keterangan bahwa pelibatan
seluruh komponen sekolah
yaitu melalui perwakilan dari
masing-masing unit kerja
yang ada di
SMK Negeri 2 Pematangsiantar serta melibatkan juga
komite sekolah. Sementara untuk pelibatan pemangku kepentingan
di luar sekolah
yaitu dari Dinas
pendidikan Kota Pematangsiantar
yang dalam hal ini diwakili oleh pengawas sekolah.
2.
Pemetaan Mutu di SMK
Negeri 2 Pematangsiantar
Data hasil riset
menunjukkan pemetaan mutu
di SMK Negeri
2 Pematangsiantar mencapai rata-rata 92% sehingga termasuk kategori
sangat baik. Pemetaan mutu bagi SMK Negeri 2 Pematangsiantar bermanfaat dalam beberapa hal, yaitu: a) sebagai
evaluasi dan koreksi, b) agar dapat diketahui sampai dimana standar mutu itu
dilaksanakan, c) mengetahui ketercapaian sebagai feedback untuk
melakukan improvement, dan
d) memperoleh gambaran yang jelas situasi dan kondisi
sekolah pada waktu tertentu. Data
pemetaan mutu yang masuk kategori sangat baik
diperoleh dari pemetaan berdasarkan hasil EDS (100%), pemetaan pada 8 SNP (86%),
pemetaan didukung bukti fisik (100%), dan pemetaan menggambarkan mutu sekolah
(83%).
Pemetaan berdasarkan hasil
EDS mendapat persentase
100% sehingga termasuk kategori sangat baik. Pelaksanaan EDS di SMK Negeri 2 Pematangsiantar dilakukan
untuk memetakan mutu 8 SNP. Hal tersebut dibuktikan dengan dokumen EDS SMK
Negeri 2 Pematangsiantar yang berisi
pemetaan mutu 8 SNP. Pemetaan
dilakukan per SNP, per komponen SNP,
sampai pada per indikator SNP. Pemetaan
pada setiap indikator didukung dengan bukti fisik serta penjelasan
kondisi yang telah
dicapai pada setiap
indikatornya. Selanjutnya
diberikan nilai tahapan
pengembangan pada setiap
indikator dengan skala 1 sampai 4 sesuai bukti fisik yang ada dan
kondisi yang telah dicapai. Dengan demikian, pemetaan mutu melalui EDS yang
dilakukan SMK Negeri 2 Pematangsiantar mampu menggambarkan mutu sekolah secara
akurat.
3.
Penyusunan Rencana
Pemenuhan Mutu di SMK Negeri 2 Pematangsiantar
Penyusunan rencana pemenuhan
mutu di satuan
pendidikan diwujudkan dalam bentuk
RKS berupa RKJM/RKT.
Dari hasil riset menunjukkan penyusunan RKJM/RKT di SMK Negeri 2 Pematangsiantar
mencapai rata-rata 96% sehingga
termasuk kategori sangat
baik. Data penyusunan RKJM/RKT yang masuk dalam kategori
sangat baik diperoleh dari persiapan sekolah
dalam menyusun RKJM/RKT (100%), dasar penyusunan RKJM/RKT (98%), isi RKJM/RKT (99%),
pengesahan RKJM/RKT (97%), dan
sosialisasi RKJM/RKT (86%).
Persiapan SMK Negeri
2 Pematangsiantar dalam
menyusun RKJM/RKT mendapat persentase
100% sehingga termasuk
kategori sangat baik. Persiapan yang dilakukan berupa
pembentukan tim penyusun, penyusunan skedul,
study banding ke
institusi lain, dan
workshop unit kerja. Pembentukan tim penyusun menjadi
persiapan pertama dalam penyusunan RKJM/RKT
atau disebut juga
Rencana Strategis (Renstra)
di SMK Negeri 2 Pematangsiantar. Penyusunan
Renstra di SMK
Negeri 2 Pematangsiantar menjadi
tugas dan tanggung jawab unit kerja Renbang (Perencanaan dan
Pengembangan), sehingga seluruh tim
penyusun merupakan anggota
Renbang. Dalam struktur Tim
Penyusun untuk Renstra
Tahun 2014-2018, Kepala
Sekolah berperan sebagai penanggungjawab.
Penyusunan skedul yaitu
berupa penyusunan rencana
tahapantahapan kegiatan yang
akan dilalui dalam
penyusunan Renstra. Dalam penyusunan Renstra SMK Negeri 2 Pematangsiantar
Tahun 2014-2018 dilaksanakan pada bulan Juli 2013 sampai dengan Juni 2014.
Adapaun skedulnya adalah sebagai berikut.
Tabel Skedul Penyusunan Renstra
SMK Negeri 2 Pematangsiantar Tahun
2014-2018
No |
Tahap-Tahap Kegiatan |
Waktu (Bulan ke) |
|||||||||||
7 |
8 |
9 |
10 |
11 |
12 |
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
6 |
||
1 |
Rapat design draf
renstra |
√ |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2 |
Tinjauan Peraturan Pemerintah |
√ |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3 |
Study Banding ke sekolah Unggulan |
|
√ |
√ |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4 |
Penjaringan masukan dari Unit Kerja |
|
|
√ |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5 |
Workshop Pembuatan Draf Restra |
|
|
√ |
√ |
|
|
|
|
|
|
|
|
6 |
Rapat sosialisasi draf renstra |
|
|
|
|
√ |
|
|
|
|
|
|
|
7 |
Revisi Renstra |
|
|
|
|
√ |
√ |
|
|
|
|
|
|
8 |
Finalisasi dan Pengesahan Restra |
|
|
|
|
|
√ |
|
|
|
|
|
|
9 |
Penyusunan Program Kerja Tahunan |
√ |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
10 |
Penerapan Program
Kerja |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
Study banding merupakan
rangkaian tahapan penyusunan
Renstra SMK Negeri 2 Pematangsiantar Tahun 2014-2018 yang telah disusun
dalam skedul. Tujuan kegiatan ini
adalah konsultasi penyusunan
Renstra ke institusi
lain yang terkait. Melalui Surat Tugas No. 424 / 798 / 230. SMK.01,
Kepala SMK Negeri 2 Pematangsiantar memberikan tugas
kepada 20 Pendidik
dan Tenaga Kependidikan
perwakilan dari masing-masing unit kerja untuk melaksanakan konsultasi penyusunan
Renstra ke P4TK/
VEDC Pematangsiantar pada tanggal 27 dan 28 September 2013.
Jawaban
angket tertutup menyatakan
dasar yang digunakan
SMK Negeri 2 Pematangsiantar dalam menyusun RKJM/RKT meliputi: peta mutu, visi dan
misi sekolah, tujuan sekolah, dan kebijakan mutu sekolah. Dari rangkuman angket
terbuka diperoleh keterangan, dasar yang digunakan sekolah dalam menyusun RKJM/RKT
yaitu: visi misi
sekolah, hasil EDS,
Sekolah Rujukan, SED-TVET, Teaching Factory, dan Output
Management Review.
Berdasarkan data
tersebut penulis melakukan
wawancara dengan Ketua
Renbang sehingga diperoleh keterangan,
saat ini sekolah
memiliki tiga RKS
yaitu Renstra, SDP (School Development Plan), dan dokumen ISO. Renstra
berisi program pemenuhan 8
SNP dan dasar
yang digunakan untuk
menyusun Renstra yaitu visi misi sekolah, tujuan sekolah, kebijakan mutu
sekolah, dan hasil EDS atau peta mutu.
SDP merupakan RKS yang berisi perencanaan SMK Negeri 2 Pematangsiantar sebagai
Sekolah Rujukan, sedangkan
dokumen ISO merupakan RKS
berdasarkan SMM ISO
9001:2015. Kedepannya sekolah akan menyusun ketiga RKS ini menjadi
satu.
Dokumen Rencana Strategis (Rencana Kerja Jangka
Menengah) SMK Negeri 2 Pematangsiantar Tahun 2014-2018 berisi:
1) latar belakang,
identifikasi pelanggan dan stakeholder, kondisi umum dan profil sekolah,
serta landasan dan acuan; 2) visi, misi,
kebijakan mutu, dan
nilai-nilai; 3) lingkungan strategis internal
(analisis kekuatan dan
kelemahan), lingkungan strategis eksternal (analisis peluang dan
tantangan), dan faktor penentu
keberhasilan; 4) tujuan, sasaran, dan strategi; 5) rencana kerja operasional
berisi rencana kerja lima tahunan,
rencana kerja tahunan,
dan pengukuran dan
evaluasi kinerja; serta 6)
penutup. Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah (2016:31) menjelaskan bahwa
dalam rencana pemenuhan mutu sedikitnya berisikan tanggung jawab pelaksana,
dilengkapi dengan kerangka waktu,
tenggang waktu dan ukuran
keberhasilan. Pada rencana kerja lima
tahunnan (RKJM) SMK Negeri 2 Pematangsiantar berisi rencana pemenuhan 8 SNP yang dilengkapi
aspek, indikator, dan
strategi pelaksanaan. Sementara dalam rencana kerja tahunannya
(RKT) dilengkapi dengan kegiatan, tujuan, indikator keberhasilan,
bentuk kegiatan/ bukti,
jadwal/ bulan, dan
sumber dana.
Dokumen Rencana
Strategis (Rencana Kerja Jangka Menengah) SMK Negeri 2 Pematangsiantar Tahun
2014-2018 disahkan oleh
Kepala Sekolah. Dari wawancara peneliti
dengan Ketua Renbang
diperoleh keterangan,
pengesahan oleh Kepala
Sekolah dilakukan dengan
persetujuan komite sekolah
melalui mekanisme rapat yang dihadiri oleh perwakilan dari seluruh unit kerja
di SMK Negeri 2 Pematangsiantar. Sementara Dinas
Pendidikan Kota sebatas mengetahui
dan akan diperiksa
saat tinjauan ke
sekolah. Pada kesempatan itu
juga sebagai bagian dari sosialisasi
Renstra yang dilakukan sekolah,
disamping masing-masing unit
kerja nantinya dibagikan
hardcopy Renstra.
4.
Pelaksanaan Pemenuhan
Mutu di SMK Negeri 2 Pematangsiantar
Dari hasil riset
menunjukkan pelaksanaan pemenuhan
mutu di SMK Negeri 2 Pematangsiantar
mencapai rata-rata 90% sehingga termasuk kategori sangat
baik. Data pelaksanaan pemenuhan mutu
yang masuk dalam kategori sangat baik diperoleh dari sekolah melakukan
pemenuhan 8 SNP (97%) dan komitmen komponen sekolah dalam pemenuhan mutu (83%).
SMK Negeri 2 Pematangsiantar melakukan pemenuhan
mutu melalui pelaksanaan program
dan kegiatan yang
telah disusun dalam
RKJM/RKT meliputi: pemenuhan Standar Isi, pemenuhan Standar Proses,
pemenuhan Standar Kompetensi Lulusan,
pemenuhan Standar Pendidik
dan Tenaga Kependidikan, pemenuhan
Standar Sarana dan
Prasarana, pemenuhan Standar Pengelolaan,
pemenuhan Standar Pembiayaan,
dan pemenuhan Standar Penilaian
Pendidikan. Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah (2016:37) menjelaskan, implementasi pemenuhan mutu
satuan pendidikan adalah realisasi
seluruh program dan
kegiatan yang telah dirancang dan
telah tertuang dalam
dokumen perencanaan pemenuhan mutu satuan
pendidikan yang harus
dikerjakan oleh seluruh
pemangku kepentingan. Pelaksanaan program dan kegiatan pemenuhan 8 SNP
di SMK Negeri 2 Pematangsiantar dilaksanakan oleh masing-masing unit kerja
sesuai tugas dan tanggung jawabnya
masing-masing. Unit kerja
melakukan persiapan dan membuat
perencanaan pelaksanaan program
untuk selanjutnya dilaksanakan
dengan sebaik mungkin.
Seluruh pemangku kepentingan
di satuan pendidikan
harus memiliki komitmen untuk mengimplementasikan program dan kegiatan
pemenuhan 8 SNP (Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah; 2016:37).
Data komitmen komponen sekolah di SMK Negeri 2 Pematangsiantar dalam
melaksanaan pemenuhan mutu mendapat
persentase sebesar 83% sehingga termasuk kategori sangat baik. Wawancara peneliti dengan Ketua Renbang
diperoleh keterangan bahwa pada dasarnya seluruh warga sekolah selalu terlibat
aktif dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh sekolah. Para guru yang
memiliki jabatan fungsional di sekolah juga memiliki komitmen yang tinggidalam
mendukung pelaksanaan pemenuhan mutu sekolah, dapat dilihat dari rajin mengikuti
rapat-rapat, aktif memberi
pendapat dan mengajukan usulan, dan tanggungjawab terhadap
tugas yang dibebankan padanya.
5.
Evaluasi Pemenuhan
Mutu di SMK Negeri 2 Pematangsiantar
Dari hasil penelitian
menunjukkan evaluasi pemenuhan
mutu di SMK Negeri
2 Pematangsiantar mencapai
rata-rata 97% sehingga
termasuk kategori sangat baik.
Data evaluasi pemenuhan
mutu yang masuk
dalam kategori sangat baik
diperoleh dari evaluasi
melalui EDS (100%),
tujuan evaluasi (97%), dan
tahapan evaluasi (93%).
Jawaban angket tertutup
menyatakan SMK Negeri
2 Pematangsiantar melaksanakan evaluasi pemenuhan mutu melalui EDS. Wawancara peneliti dengan Ketua
Renbang memperoleh keterangan
bahwa SMK Negeri 2 Pematangsiantar rutin tiap
tahun melaksanakan EDS
yang dilaksanakan di
akhir tahun pelajaran. EDS
dilaksanakan untuk mengetahui
ketercapaian kinerja sekolah atas
apa yang telah direncanakan. Evaluasi
yang dilakukan melalui EDS berfokus pada hasil dari pelaksanaan program dan
kegiatan pemenuhan 8 SNP yang telah disusun dalam RKT, sehingga pedoman dalam
evaluasinya berdasar indikator keberhasilan pada RKT.
Selain pada hasil,
evaluasi pemenuhan mutu
juga dilakukan untuk melihat
keterlaksanaan suatu program dan kegiatan yang telah ditetapkan di SMK Negeri 2 Pematangsiantar. Pengukuran dan evaluasi keterlaksanaan suatu program dan kegiatan
yang telah ditetapkan diperlukan oleh SMK Negeri 2 Pematangsiantar, dengan
tujuan: 1) pengukuran
tingkat keterlaksanaan program kegiatan yang
sudah ditetapkan; 2)
pengukuran komitmen dan
efektifitas kinerja Pendidik dan
Tenaga Kependidikan; 3)
penentuan “lost of opportunity”, kehilangan kesempatan jika
program kegiatan tidak terlaksana dengan
baik, 4) mendeteksi
secara dini pelemahan
kinerja sekolah; 5) pengukuran tingkat efisiensi waktu dan
biaya program kegiatan; 6) sebagai acuan penyusunan Rencana Strategi yang akan
datang; dan 7) pengukuran akuntabilitas unit kerja. Metode pengukuran dan
evaluasi tersebut dilakukan dengan menetapkan petugas yang sesuai dengan bidang
tugas yang sesuai, untuk selanjutnya
dilaporkan kepada Kepala Sekolah atau disampaikan pada rapat manajemen
sekolah.
Ditemukannya permasalahan yang
dihadapi dalam pelaksanaan pemenuhan mutu
menjadi salah satu
tujuan dilakukannya evaluasi. Wawancara peneliti dengan Ketua
Renbang memperoleh keterangan bahwa dalam
kegiatan evaluasi pemenuhan
mutu juga dilakukan
diskusi untuk saling menyampaikan
keluhan yang dirasakan
oleh personil yang
terlibat dalam pelaksanaan program, sehingga dapat ditemukan
permasalahan baik yang dirasakan masing-masing
individu mapun kelompok
serta semua hal yang mendukung pelaksanaan program. Dari
permasalahan yang ditemukan selanjutnya
dirumuskan rekomendasi perbaikan
yang harus dilakukan.
Permasalahan yang ditemui
sekolah dalam pelaksanaan
pemenuhan mutu beserta cara
mengatasi yang dilakukan yaitu: 1) hambatan waktu dan biaya diatasi dengan cara
diprogramkan atau dilaksanakan pada tahun berikutnya atau dilaksanakan
secara berjenjang; 2)
hambatan sibuk mengajar
cara mengatasinya dengan cari waktu tepat untuk melaksanakan koordinasi
dan pelatihan; dan 3) hambatan kurangnya sarana dan prasarana diatasi dengan
cara dilakukan pemenuhan secara berkelanjutan.
Selain berdasarkan permasalahan,
rekomendasi perbaikan juga dirumuskan dari indikator yang belum
dicapai maksimal. Rekomendasi yang dirumuskan
pada dasarnya berupa:
memperbaiki hasil pemenuhan, meningkatkan target
yang belum tercapai,
memperbaiki hasil temuan, peningkatan aspek yang memungkinkan,
dan penetapan sasaran mutu lebih meningkat. Hal ini sesuai dengan penjelasan
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (2016: 15) bahwa luaran dari
kegiatan evaluasi selaian laporan
pelaksanaan pemenuhan SNP
dan implementasi rencana pemenuhan mutu
oleh satuan pendidikan,
juga rekomendasi tindakan perbaikan jika
ditemukan adanya penyimpangan
dari rencana dalam pelaksanaan pemenuhan
mutu. Dengan demikian
ada jaminan kepastian terjadinya peningkatan mutu
berkelanjutan.
6.
Penjaminan Mutu
Pendidikan di SMK Negeri 2 Pematangsiantar
Dari hasil penelitian
diperoleh data bahwa
pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan
di SMK Negeri
2 Pematangsiantar mendapat
persentase 94% sehingga termasuk
dalam kategori sangat
baik. Data pelaksanaan penjaminan mutu
pendidikan yang masuk
dalam kategori sangat
baik diperoleh dari penetapan
standar mutu (97%),
pemetaan mutu (92%), penyusunan rencana
pemenuhan mutu (96%),
pelaksanaan pemenuhan mutu (90%),
dan evaluasi pemenuhan mutu (97%).
Penetapan standar mutu
di SMK Negeri
2 Pematangsiantar mengacu 8 SNP dengan selalu menyesuaikan peraturan yang
berlaku yaitu Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, Permendikbud, dan
standar BSNP, serta mempertimbangkan visi, misi, dan
kemampuan sumber daya sekolah. Dalam menetapkan
standar mutu melibatkan
perwakilan dari masing-masing
unit kerja sekolah, komite sekolah, dan pengawas sekolah.
Setelah sekolah menetapkan standar mutu, maka langkah selanjutnya adalah
sekolah melakukan pemetaan mutu. Pemetaan mutu di SMK Negeri 2 Pematangsiantar
dilakukan berdasarkan hasil EDS untuk memetakan mutu 8 SNP. Pemetaan mutu 8 SNP didukung bukti fisik, sehingga dapat
menggambarkan mutu sekolah secara akurat. Gambaran mutu sekolah ini
sebagai feedback untuk melakukan improvement
mutu sekolah melalui penyusunan program dan kegiatan peningkatan yang
dituangkan ke dalam RKJM/RKT.
Dalam menyusun RKJM/RKT,
SMK Negeri 2 Pematangsiantar melakukan beberapa pesiapan, yaitu:
pembentukan tim penyusun, penyusunan skedul, study banding,
dan workshop unit
kerja. Dasar yang
digunakan dalam menyusun RKJM/RKT
tersebut diantaranya: peta
mutu hasil EDS,
visi misi sekolah, tujuan
sekolah, dan kebijakan
mutu sekolah. RKJM/RKT
berisi program dan kegiatan
pemenuhan 8 SNP,
tujuan, indikator keberhasilan, bentuk kegiatan/
bukti, jadwal/ bulan,
dan sumber dana.
RKJM/RKT disahkan oleh Kepala
Sekolah atas persetujuan
komite sekolah dan disosialisasikan kepada
seluruh unit kerja
sekolah melalui rapat
dan pembagian hardcopy Renstra.
Pelaksanaan pemenuhan mutu di SMK Negeri 2 Pematangsiantar merupakan
realisasi program dan kegiatan RKJM/RKT yang dilaksanakan oleh masingmasing unit kerja
sesuai tugas dan tanggung jawabnya. Dalam pelaksanaan pemenuhan mutu
ini dilakukan dengan
komitmen dari seluruh
komponen sekolah, sehingga pelaksanaan
pemenuhan mutu dapat
berjalan dengan baik. Hasil
evaluasi dilaporkan kepada Kepala Sekolah atau disampaikan pada rapat manajemen
sekolah. Dari evaluasi ditemukan juga permasalahan yang dihadapi sekolah yang
kemudian dirumuskan rekomendasi perbaikannya.
BAB V
SIMPULAN REKOMENDASI
A.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian
dan pembahasan yang
telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa penjaminan mutu
pendidikan di SMK Negeri 2 Pematangsiantar adalah sebagai berikut.
1.
Penetapan standar
mutu di SMK Negeri 2 Pematangsiantar mencapai persentase ratarata 97% sehingga
masuk kategori sangat baik. Penetapan standar mutu yang mencapai kategori
sangat baik diperoleh
dari dasar dalam
penetapan standar mutu (100%)
dan pihak yang
terlibat dalam penetapan
standar mutu (94%). Dasar
penetapan standar mutu
mengacu 8 SNP
dengan selalu menyesuaikan peraturan 8
SNP yang berlaku,
serta mempertimbangkan visi,
misi, dan kemampuan sumber
daya sekolah.
2.
Pemetaan mutu di SMK
Negeri 2 Pematangsiantar mencapai persentase rata-rata 92% sehingga masuk
kategori sangat baik. Pemetaan mutu yang mencapai kategori sangat baik
diperoleh dari pemetaan berdasarkan hasil EDS (100%), pemetaan pada 8
SNP (86%), pemetaan
didukung bukti fisik
(100%), dan pemetaan menggambarkan mutu sekolah
(83%). Pemetaan mutu dilakukan
berdasarkan hasil EDS untuk memetakan mutu 8 SNP dengan didukung bukti fisik,
sehingga dapat menggambarkan mutu sekolah secara akurat.
3.
Penyusunan rencana
pemenuhan mutu yang
diwujudkan dalam bentuk RKJM/RKT di
SMK Negeri 2 Pematangsiantar mencapai persentase
rata-rata 96% sehingga masuk
kategori sangat baik.
Penyusunan RKJM/RKT yang
mencapai kategori sangat baik
diperoleh dari persiapan
sekolah dalam menyusun RKJM/RKT (100%), dasar penyusunan
RKJM/RKT (98%), isi RKJM/RKT (99%), pengesahan
RKJM/RKT (97%), dan
sosialisasi RKJM/RKT (86%).
Persiapan sekolah berupa
pembentukan tim penyusun, penyusunan skedul,
study banding, dan workshop unit
kerja. Dasar yang
digunakan dalam menyusun
RKJM/RKT yaitu visi misi sekolah, tujuan sekolah, kebijakan mutu sekolah,
dan hasil EDS. RKJM/RKT berisi program
dan kegiatan pemenuhan
8 SNP, tujuan,
indikator keberhasilan,
bentuk kegiatan/ bukti,
jadwal/ bulan, dan
sumber dana. RKJM/RKT disahkan
oleh Kepala Sekolah atas persetujuan komite sekolah dan disosialisasikan kepada
seluruh unit kerja
melalui rapat dan
pembagian hardcopy RKJM/RKT.
4.
Pelaksanaan pemenuhan
mutu di SMK Negeri 2 Pematangsiantar mencapai persentase rata-rata 90% sehingga masuk kategori sangat baik.
Pelaksanaan pemenuhan mutu yang mencapai
kategori sangat baik
diperoleh dari sekolah
melakukan pemenuhan 8 SNP (97%) dan komitmen komponen sekolah dalam
pemenuhan mutu (83%). SMK
Negeri 2 Pematangsiantar melakukan
pemenuhan mutu melalui realisasi program
dan kegiatan pemenuhan
8 SNP yang
telah disusun dalam RKJM/RKT dengan didukung komitmen dari
seluruh komponen sekolah.
5.
Evaluasi pemenuhan
mutu di SMK Negeri 2 Pematangsiantar mencapai persentase ratarata 97% sehingga
masuk kategori sangat baik. Evaluasi
pemenuhan mutu yang mencapai kategori sangat
baik diperoleh dari
evaluasi melalui EDS
(100%), tujuan evaluasi (97%), dan tahapan evaluasi (93%). Evaluasi
pemenuhan mutu dilakukan melalui EDS
untuk melihat hasil
pelaksanaan pemenuhan 8 SNP.
Selain hasil, evaluasi
dilakukan untuk melihat
keterlaksanaan program yang telah ditetapkan dengan menetapkan
petugas evaluasi sesuai bidang tugasnya, untuk
selanjutnya dilaporkan kepada
Kepala Sekolah atau
disampaikan pada rapat manajemen
sekolah.
B.
Saran
Berdasarkan riset yang
sudah dilakukan, saran
yang dapat diberikan adalah sebagai berikut.
1.
Bagi SMK
Negeri 2 Pematangsiantar, hasil
evaluasi penjaminan mutu
pendidikan menunjukkan sudah sangat
baik, sehingga dapat
digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan penjaminan mutu
pendidikan selanjutnya.
2.
Bagi sekolah lain,
hasil penelitian evaluasi penjaminan mutu pendidikan di SMK Negeri 2 Pematangsiantar dapat dijadikan
sebagai rujukan dalam
melaksanakan penjaminan mutu pendidikan,
karena penjaminan mutu
pendidikan di SMK Negeri 2 Pematangsiantar sudah
dilaksanakan dengan sangat baik.
DAFTAR PUSTAKA
Ara Hidayat & Imam Machali. (2012). Pengelolaan Pendidikan. Yogyakarta: Kaukaba.
Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah. (2015). Peringkat Akreditasi SMK. Diakses dari bansm.or.id/akreditasi/rekapitulasi pada tanggal 28 November 2018, Jam 10.10 WIB.
Danang D.W. (2008). Pelaksanaan Manajemen Penjaminan Mutu Pendidikan Di SMK N 2 Depok. Skripsi. FT UNY.
Djudju Sudjana. (2008). Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Edward Sallis. (2010). Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan. (Alih bahasa: Dr. Ahmad Ali Ryadi & Fahrurrozi, M.Ag.). Jogjakarta: IRCiSoD.
Engkoswara & Aan Komariah. (2010). Administrasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Husaini Usman. (2012). Kepemimpinan Pendidikan Kejuruan. Yogyakarta: Uny Press.
Husaini Usman. (2006). Manajemen: Teori, Riset, Dan Praktek Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Kemdikbud. (2016). Pedoman Umum Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Kemdikbud
Kemdikbud. (2016). Petunjuk Pelaksanaan Penjaminan Mutu Pendidikan oleh Satuan Pendidikan. Jakarta: Kemdikbud.
Musyafa’ Fathoni. (2009). Peningkatan Kualitas Pendidikan Melalui Sistem Penjaminan Mutu (Studi Multi Situs di SD Al Falah Tropodo 2 Sidoarjo, SDIT Bina Insani Kediri, dan SDIT Al Hikmah Blitar). Disertasi. PPs-UM.
Nanang Fattah. (2012). Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Oemar H. Malik. (1990). Pendidikan Tenaga Kerja Nasional, Kejuruan, Kewiraswastaan, Dan Manajemen. Bandung: PT. Citra Aditya Bhakti.\
Patna Sustiwi. (2016). Keefektifan Penjaminan Mutu Standar Proses Di Sdn Kaliurang 2 Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman. Diakses dari journal.uny.ac.id pada tanggal 20 Januari 2017, jam 14.16 WIB.
Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
Peraturan Pemerintah
No. 32 Tahun
2013 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah No. 19
Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan
Permendikbud No. 20 Tahun 2016 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar Dan Menengah
Permendikbud No. 21 Tahun 2016 Tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah
Permendikbud No. 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar Dan Menengah.
Permendikbud No. 23 Tahun 2016 Tentang Standar Penilaian Pendidikan Dasar Dan Menengah.
Permendikbud No. 70 Tahun 2013 Tentang Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan.
Permendiknas No. 13 Tahun 2007 Tentang Standar Kepala Sekolah Madrasah.
Permendiknas No. 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Guru.
Permendiknas No 19 Tahun 2007 Tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan.
Permendiknas No. 24 Tahun 2008 Tentang Standar Tenaga Administrasi Sekolah.
Permendiknas No. 25 Tahun 2008 Tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah Madrasah.
Permendiknas No. 26 Tahun 2008 Tentang Standar Tenaga Laboran Sekolah Madrasah.
Permendiknas No. 40 Tahun 2008 Tentang Standar Sarana Prasarana Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan.
Putut Hargiyarto. (2011). Analisis Kondisi Dan Pengendalian Bahaya Di Bengkel/Laboratorium Sekolah Menengah Kejuruan. Diakses dari journal.uny.ac.id pada tanggal 20 Januari 2017, jam 13.39 WIB.
Sugiyono. (2010).
Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan RrD).
Bandung: Alfabeta.
Suharsimi Arikunto. (1990). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipt
Suharsimi Arikunto & Cepi Safrudin A.J. (2014). Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Suwandi. (2016). Analisis Studi Kebijakan Pengelolaan Guru Smk Dalam Rangka Peningkatan Mutu Pendidikan. Diakses dari journal.uny.ac.id pada tanggal 20 Januari 2017, jam 13.17 WIB.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Wardiman Djojonegoro. (1999). Pengembangan Sumber Daya Manusia melalui Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta: Balai Pustaka.
Wirawan. (2012).
Evaluasi: Teori, Model, Standar, Aplikasi, Dan Profesi. Depok: PT Rajagrafindo
Persada.
No comments:
Post a Comment