BAB III
PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PEMBELAJARAN
IPS SD
Oleh : Antonius Gultom
A.
Pendekakatan Kognitif
Kurikulum Pendidikan dasar tahun
2006, telah merumuskan bahwa rnata pelajaran Ilmu kemampuan dan sikap rasional
tentang gejala-gejala. sosial serta kemampuan
tentang perkembangan masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia di masa lampau
dan masa kini. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) rnempelajari berbagai kenyataan
sosial dalam kehidupan sehari-hari yang bersumber
dari Ilmu Bumi, Ekonomi, Sejarah, Antropologi, Sosiologi, dan Tata Negara
(Depdikbud : 1994).
Dari kutipan diatas dapat
ditafsirkan sebagai berikut:
1)... Materi mata pelajaran
WS diramu dari materi berbagai bidang IPS atau apabila kita meminjam pola pikir
Wesley (1968) merupakan simplifikasi atau penyederhanaan ilmu-ilmu sosial untuk
tujuan pendidikan.
2)... Materi tersebut
diseleksi dan diorganisasikan untuk mengembangkan kemampuan dan sikap rasional
atau apabila kita meminjam pola pikir Banks (1977) adalah mengembangkan
kemampuan mengambil keputusan yang rasional sebagai bekal untuk dapat
melibatkan diri dalam masyarakat secara inteligent atau secara cerdas/nalar.
Dengan demikian, dapat ditarik
kesimpulan bahwa karakteristik pembelajaran IPS di SD secara umum merupakan
pendidikan kognitif sebagai dasar partisipasi sosial. Artinya, pusat perhatian
utama pembelajaran IPS adalah pembangunan murid sebagai aktor sosial yang
cerdas. Untuk menjadi aktor sosial yang cerdas, tidak berarti dan memang tidak
bisa dikembangkan aspek cerdasan rasionalnya (rasional intelligence), tetapi
juga kecerdasan emosionalnya (emotional intelligence) (Golernan: 1996). Seperti
ditegaskan oleh Goleman (1996) maka dua kecerdasan itu sama - sama memiliki
kontribusi terhadap keberhasilan seseorang, dalam masyarakat masing - masing
diperkirakan 20% kecerdasan rasional dan 80% kecerdasan emosional.
Dalam kegiatan belajar ini anda
akan mencoba mengkaji berbagai pendekatan yang berorientasi terutama pada
pengembangan kecerdasan rasional.
Menurut Banks (1996) pendekatan yang khas dalam IPS yang potensial dapat mengembangkan kecerdasan rasional adalah Sosial Science Inquiry atau Penelitian Ilmu Sosial. Pendekatan ini memiliki karakteristik sebagai berikut. (Banks, 1977: 41- 70).
1. Tujuan
Tujuan utama pendekatan penelitian
sosial adalah membangun teori atau secara umum membangun pengetahuan. Untuk
membangun pengetahuan atau teori diperlukan fakta konsep dan generalisasi.
Pendekatan penelitian sosial untuk murid SD tentunya harus disesuaikan tingkat
perkembangan kognitif anak usia kelas 4, 5 dan 6 karena rnata pelajaran IPS
diajarkan di kelas - kelas itu. Menurut teori Piaget (Bell GradYer : 1989) pada
usia kelas 4, 5, 6., yakni kira - kira usia 8 - 1.2 tahun berada dalam tahap
operasi konkret dan operasi formal. Oleh karena itu, tujuan pendekatan
penelitian sosial di SD adalah memperkSenalkan dan melatih anak cara bergikir
sosial yang dapat dibangun tentu saja belum sampai pada teori pengetahuan
sosial, tetapi berupa penetahuan sosial dengan kerangka keilmuan sederhana.
2. Proses
Penelitian
Menurut Banks (1977: 43) Ilmu
Pengetahuan merupakan proses dan produk berupatubuh pengetahuan teaoitis (body
of theoretical Knowledge). Oleh karena itu, proporsisi (pernyataan) dan
generalisasi (kesimpulan) selalu terbuka untuk direvisi (diperbaiki,
disempurnakan). Proses dan produk ilmu pengetahuan selalu bersifat interaktif.
Metode ilmiah memungkinkan para ilmuwan merevisi dan menyempurnakan teorinya.
Bagi siswa SD proses penelitian
berfungsi sebagai media untuk mengenal gejala - gejala sosial dan perkembangan
masyarakat dengan menggunakan kaca mata atau cara
kerja ilmu sosial, Barr, Barth, dan Shermis (1978) memberi label proses ini
sebagai pengajaran sosial sebagai ilmu sosial (social studies thought as social
science).
3. Model-Model Penelitian Sosial
Banks (1977:57), rnemperkenalkan
model, seperti gambar 5.1. model Banks (1977) tersebut pada dasarnya merupakan
pengembangan lebih lanjut dari model dasar penelitian sebagaimana Anda pelajari
dalarn modul 12 mata kuliah Strategi Belajar
Mengajar, yaitu Model Pembelajaran di kelas Tinggi. Tentunya Anda dapat
membayangkan modelnya dan bentuknya sebagai berikut:
Masalah ----------
Hipotesis
---------- Data ---------- Kesimpulan.
Oleh karena itu, penulis memodifikasi model Banks (1977) tersebut dengan menambah kotak garis putus untuk langkah-langkah yang memiliki ikatan yang sangat erat. Dengan demikian, model tersebut tampak lebih sederhana dan cocok untuk diterapkan dengan mudah di Sekolah Dasar.
1)
Masalah
Masalah ada dalam pikiran terkaitan dengan gejala yang
tampak atau dapat ditangkap oleh panca indra kita. Misalnya, suatu waktu
terjadi hujan lebat sehingga air sungai melimpah ke luar dari badan sungai dan
masuk ke kawasan sekitar aliran sungai. Bisa persawahan, bisa perkampungan atau
perkotaan yang dilanda banjir tersebut.
Apa-apa yang diamati adalah.fenomena
atau gejala alam. Apabila banjir itu banyak rumah penduduk yang rusak, harta
benda hilang, terjadi wabah penyakit, terjadi pengungsian, timbul gerakan
sumbangan bencana alam dan lain - lain, muncul gejala sosial, apabila dengan
melihat fenomena itu timbul pertanyaan dalam diri kita mengapa banjir?
Apa akibatnya? Bagaimana menanggulanginya, mulailah ada
masalah dalam pikiran kita. Pikiran kita mulai mencari kaitan antarhal, berikut
ini :
a. .. Debit/volume
air besar ---- badan sungai sempit ----
dan
dangkal ---- air meluap ----
timbul
banjir.
b. .. Debit
air besar ---- badan sungai tidak tahan sehingga
bobol ----air meluap timbul banjir.
c. ... Dan
seterusnya.
Bertolak dari kemungkinan kaitan antara hal
tersebut, kita dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
a. .. Sempit
dan dangkalnya badan sungai tidak dapat menampung volume debit air sungai yang
besar;
b. .. Badan
sungai yang tidak tahan bisa bobol dan air sungai akan meluap ke luar;
c. ... Dan
seterusnya.
Masalah dapat pula dirumuskan dalam bentuk
pertanyaan, seperti berikut ini:
a. Apakah sebab-sebab banjir?
b. Apa saja akibat banjir?
c. Bagaimana mengatasi banjir?
Masalah pada dasarnya muncul dari rasa ingin tahu
terhadap, suatu gejala yang tertangkap pancaindra. Namun demikian, tidak
serrtua hal yang kita amati ukan dirasakan sebagai masalah. Hal ini tergantung
pada apakah ada pertentangan antara apa yang kita amati dengan konsep-konsep yang ada dalam
pikiran. Ingatlah bahwa menurut Piaget (Bell - Qrudler : 1986) proses berpikir
terjadi bila ada prases asimilasi (kontak objek dengan pikiran) dan keterkaitan
konsep-konsep dalam pikiran dengan infortnasi tentang objek
yang disebut proses akomodasi. Oleh karena itu, sesuatu yang menjadi masalah
bagi seseorang belum tentu menjadi masalah bagi orang lain. Searang dokter
lebih peka terhadap gejala penyakit, sedangkan seorang insinyur akan lebih peka
terhadap gejala keteknikan, misalnya bangunan, mesin.
Dalam tahap masalah model tersebut di atas tugas
guru adalah menyajikan situasi yang mengandung masalah. Situasi bermasalah ini
dihadapkan
kepada murid untuk diamati dan selanjutnya dikaitkan dengan konsep yang ada
dalam pikiran murid. Guru, seyogianya membimbing dengan memberi pertanyaan-pertanyaan pelacak misalnya
coba kenapa bisa begitu ya?
Telah dibahas, masalah pada dasarnya ada dalam
pikiran. Jadi, bersifat individual. Sebelum behadapan dengan situasi bermasalah
dalam diri kita pasti sudah ada skemata yang berbentuk konsep atau teori dan
nilai. Misalnya dalam kasus banjir Anda dapat mengaitkan dengan konsep hujan,
erosi atau pengikisan tanah oleh air, pendangkalan sungai, limbah dan prinsip
bahwa air akan mengalir dari tempat yang tinggi ke permukaan yang rendah.
Dengan kata lain, suatu masalah yang dirumuskan pada dasarnya hasil rekayasa
pikiran berkenaan dengan fenomena dan teori dan nilai yang ada dalam pikiran
kita.
2) Hipotesis
Hipotesis berasal dari bahasa latin hypo dan thesis.
Hypo artinya setengah, Thesis artinya kesimpulan. jadi, hypothesis atau
diterjemahkan mejadi hipotesis dapat diartikan sebagai suatu kesimpulan yang
rnasih semantara atau setengah benar dan masih memerlukan pengujian dan
pembuktian. Apabila hipotesis itu diuji secara empiris dengan munggunakan data
yang tersedia maka hipotesis ini akan menjadi tesis atau kesimpulan.
Suatu hipotesis seyogianya dirumuskan berdasarkan
asumsi (assumtion), sedangkan yang dimaksud dengan asumsi adalah pernyataan
mengenai hal - hal yang berhubungan dengan unsur-unsur yang
dipermasalahkan yang diterima sebagai kebenaran tanpa bukti-bukti. Pernyataan
kebenaran ini sangatlah penting agar kita bisa berkomunikasi dengan yang lain.
Asumsi ini sering juga disebut postulat. (Banks, 1977: 58). Kita ambil contoh
kasus banjir.
Masalah : Mengapa banjir?
Asumsi : Debit dan volume air
sungai yang tidak sebanding dengan badan sungai menimbulkan banjir.
Hipotesis :
a. Pengikisan tanah atau erosi di sekitar aliran sungai menimbulkan
pendangkalan dan penyempitan badan sungai.
b. Penggundulan kawasan di hulu dan aliran sungai menirnbulkan
terbatasnya resapan air sehingga sebagian besar air hujan terbuang ke sungai.
c. Penggundulan kawasan dan erosi di hulu dan aliran sungai
menimbulkan banjir. Apabila asumsinya berubah hipotesis pun akan berubah,
Misalnya, asumsinya diubah menjadi kesadaran masyarakat terhadap pentingnya
konservasi lingkungan berkaitan erat dengan gejala banjir.
Sebagai latihan coba anda rumuskan
hipotesis masalah banjir tersebut. Diskusikan dan rumuskan hipotesis itu secara
berpasangan. Hipotesis merupakan dasar metodologis pengumpulan data. Agar data
yang dikumpulkan benar-benar sesuai dengan arah hipotesis,
perlu sekali kita memberikan batasan dan debit air yang ada dalam rumusan
hipotesis itu. Mari kita lihat kembali contoh hipotesis l. Di situ terdapat
istilah-istilah pengikisan tanah atau erosi, aliran sungai,
pendangkalan, dan penyempitan sungai. Semua istilah tersebut harus kita beri
batasan pengertian.
Misalnya
:
a. Pengikisan tanah adalah penurunan permukaan tanah oleh air hujan
b. Aliran sungai adalah kawasan yang berada di sekitar aliran sungai
itu
c. Pendangkalan dan penyempitan sungai adalah proses berkurangnva
badan sungai sebagai akibat endapan lumpur dan sisi kiri-kanan sungai.
Pada saat merumuskan batasan
pengertian Anda harus kembali berpaling melihat teori dan nilai yang ada dalam
bidang pengetahuan yang relevan dengan masalah dan hipotesis. Untuk itu, Anda
dapat menggunakan kamus umum, kamus bidang ilmu, misalnya ilmu-ilmu sosial atau ensiklopedia
(kamus istilah teknis bidang ilmu) Bisa juga merumuskan istilah tersebut
berdasarkan skemata yang ada dalam pikiran, yang penting logis dan dapat
diterima.
3) Pengumpulan dan Analisis Data
Data berasal "dari bahasa
latin datum yang artinya satu informasi petunjuk. Apabila informasi itu lebih
dari satu maka disebut data. jadi, datum bersifat tunggal, sedangkan data
bersifat jamak. Oleh karena itu, apabila Anda menyebut data-data, cukup data saja.
Data dapat berbentuk kenyataan yang dapat ditangkap oleh panca indra (dilihat,
didengar, dirasa, dicium, diraba). Apa yang ditangkap pancaindra menurut apa
adanya, ini disebut fakta. Data juga dapat berbentuk informasi hasil pengukuran
atau perhitungan, misalnya tinggi gunung, panjang jalan, luas tanah, jumlah
penduduk. Selain itu, dapat pula berupa informasi hasil pengolahan, misalnya
persentase (10%, 50%) atau rasio (2: 4 : 1 : 10).
Data diperlukan untuk menguji
hipotesis, misalnya apakah benar erosi menimbulkan banjir. Anda harus mengamati
keadaan kawasan hulu dan aliran sungai, dan aliran sungai, keadaan badan sungai
dan keadaan kawasan yang sering dilanda banjir. Data yang dikumpulkan dari
surnber pertama, disebut data primer. Apabila data tersebut dikumpulkan dari
sumber data pengamatan orang lain disebut data sekunder. Data primer dinilai
lebih terpercaya daripada data sekunder karena masih relatif murni belum banyak
tercampur dengan pemikiran.
Untuk mendapat data yang terpercaya
diperlukan instrumen atau alat pengurnpul data dan teknik pengumpulan data yang
memadai. Instrumen yang baik adalah yang dapat mengukur apa yang seharusnya
diukur dan ini disebut alat yang valid atau sahih. Misalnya, meteran untuk
mengukur panjang, timbangan untuk mengukur berat. Data yang diperoleh dari
instrumen yang valid sangat menunjang pengujian hipotesis. Apabila data
rnengenai hal - ha1 yang bersifat psikologis, sosial atau kultural diperlukan
alat pengumpulan data berupa observasi, daftar cek, catatan pengamatan, angket,
pedoman wawancara dan tes. Alat ini harus disusun sendiri oleh kita sebagai
peneliti, kemudian di uji coba, disempurnakan barulah dipakai setelah kita
yakin bahwa alat tersebut cukup memadai.
Apabila memang ada, dapat
menggunakan alat yang teiah ada dan diakui baku, contoh timbangan atau dinilai
baku, seperti tes inteligensia (Tes Stanford's Binetsimon Revised Test). Tes Potensial Akademik
(TPA), TOEFL. Namun, untuk kepentingan pembelajaran kita dapat mengembangkan
alat yang sederhana, misalnya Angket Hobi Siswa, makanan yang disukai, catatan
harian lepas dan yang paling penting dapat memperoleh sejumlah data yang memang
kita perlukan untuk menguji hipotesis.
4) Kesimpulan
Kesimpulan adalah hipotesis yang
diuji dan dibuktikan kebenarannya. Misalnya, hipotesis 1 di muka telah diuji
rumusannya dapat dibuat sebagai berikut:
Erosi di hulu dan sekitar aliran
sungai ciliwung menimbulkan pendangkalan dan penyempitan badan sungai di
kawasan jakarta. Keadaan ini tidak bisa tidak telah menimbulkan banjir
dibeberapa kawasan permukiman disekitar Jakarta terutama di sekitar aliran dan
muara sungai. Kesimpulan ini dapat disebut sebagai tesis. Tesis selalu benar di
atas asumsi yang melandasinya. Apabila asumsinya diubah kesimpulan tersebut
menjadi tidak tepat lagi.
Apabila kesimpulan-kesimpulan tersebut terus
di uji dan dibangun secara kait-mengkait dalam suatu
bidang akan lahir dari kesimpulan tersebut suatu teori. Teori pada dasarnya
merupakan pernyataan hubungan antar hal yang sudah dites kebenaranya dan
berlaku umum. Oleh karena itu, teori dapat digunakan untuk meramalkan atau
memperkirakan keadaan dimasa yang akan datang. Misalnya, banjir bekaitan erat
dengan gejala alam dan perilaku manusia. Teori merupakan bentuk pengetahuan
yang paling tinggi dan merupakan isi pokok ilmu pengetahuan.
Model penelitian sosial sebagaimana
telah kita bahas merupakan salah satu kecenderungan dalam pendekatan kognitif
yang berorientasi pada proses inkuiri (inquiry orientation). Orientasi ini
sering diberi label bermacam-macam, seperti inquery,
discovery, problem solving, critical thinking, reflective thinking; induction,
Jan investigation (Jarolimek, 1971 : 11).
Semua istilah tersebut walaupun
tidak mengandung pengertian yang sama persis, pada dasarnya memiliki
karakteristik yang sama yakni :
a. Menitik
beratkan pada proses berpikir yang berkaitan dengan pemecahan masalah;
b. Melibatkan
murid dalam proses belajar;
c. Merupakan
altematif lain yang bersifat inovatif yang lebih maju dari pada penyampai
informasi secara eksposito.
Demikian sebagaimana ditegaskan
oleh Jarolimek (1971: 11). Kecenderungan lain dalam pendekatan kognitif adalah
pendekatan konseptual (conceptual Approach). Jarolimek (1971) menyebutkan
sebagai ide ;antered program atau program pemhelajaran yang berorientasi pada
ide atau gagasan. Gagasan yang dimaksud adalah konsep, generalisasi, konstruk,
ide dasar, ide pokok, atau pengertian umum.
4. Konsep
Konsep merupakan suatu kata atu
penyataan abstrak yang berguna untuk mengelompokkan benda, ide atau peristiwa
(Banks, 1977: 85). Contoh konsep adalah pantai, silsilah, keluarga, norma,
pemerintah., pasar, dan organisasi. Tentunya, Anda dapat menyebutkan contoh
lainya dalam berbagai bidang, suatu konsep dipelajari elalui proses pembentukan
konsep atau concept formation atau concept attainment menurut Bruner (1966).
Proses pernbentukan konsep atau proses konseptualisasi pada dasarnya merupakan
proses mengelompokkan dan memberi nama konsep serta merumuskan pengertian
konsep itu. Misalnya, semua daratan yang menjorok ke laut disebut ujung atau
tanjung. Ujung atau tanjung merupakan sebuah konsep.
Cobalah sebagai latihan, Anda
meumuskan beberapa konsep. Kemudian, bicarakan dengan mahasiswa lainnya.
Apabila
dilihat dari sifatnya, ada beberapa jenis konsep, yakni konsep teramati atau
obseved concept, konsep tersimpul atau inferred concept, konsep relasional atau
relational concept, dan konsep ideal atau ideal type concept. (Fenton : 1966,
Jarolimek : 1971, Banks : 1977). Konsep teramati adalah konsep yang contohnya
dapat ditangkap pancaindra, sepetti manusia, rumah jalan raya, bising, manis,
merdu. Konsep tersimpul adalah konsep yang contohnya harus disimpulkan dari
beberapa hasil pengamatan atau beberapa peristiwa sebagai indikator. Misalnya,
sopan, tertib, pahlawan, makmur, dan adat.
Konsep relational adalah konsep
yang melibatkan jarak dan waktu. Misalnya, abad, dasawarsa, mile, lintang,
bujur, isobar, isotherm, kawasan, dan landasan - preen.
Konsep ideal adalah konsep
tersimpul yang lebih abstrak dan merupakan konsep yang memerlukan pengumpulan
indikator yang lebih luas. Misalnya, keadilan, pancasilais, takwa, nyaman,
patriotik, kasih sayang, kejujuran, dan kesejahteraan.
5. Generalisasi
Sekarang marilah kita mengkaji apa
dan mengapa serta bagaimana generalisasi. Banks (1977:97) merumuskan bahwa
generalisasi adalah pernyataan mengenai keterkaitan dua konsep atau lebih.
Contohnya, perilaku guru dimuka kelas merupakan produk interaktif antara
konpetensi mengajar guru dengan lingkungan belajar. Apabila dianalisis, dalam
generalisasi tersebut terdapat 3 konsep, yaitu perilaku guru, kompetensi
mengajar, dan lingkunagan belajar.
Keterkaitan antara ke tiga konsep,
dapat di gambarkan sebagai berikut:
Perilaku Guru Kompetensi Mengajar Lingkungan
Belajar
Gambar ……
Pernyataan
hubungan antar konsep, biasanya menggunakan kata-kata : merupakan hasil dari,
disebabkan oleh, berakibat pada bertambah besar oleh, menurun karena di
pengaruhi oleh, berdampak pada, merupakan buah dari, berkaitan dengan,
berkorelasi dengan, menghasilkan, menimbulkan, dan sebagainya.
Setiap
generalisasi selalu memiliki cakupan keberlakuan pernyataannya. Luasnya cakupan
suatu generalisasi akan melukiskan aras (level) dari generalisasi itu. Secara
umum generalisasi dapat digolongka menjadi tiga aras (Banks, 1977: 99-100).
1) Generalisasi aras tinggi.
2) Generalisasi aras sedang.
3) Generalisasi aras rendah.
Marilah
kita berlatih merumuskan generalisasi dari konsep-konsep sebagai berikut : 1.
Tingkat pendidikan 2.
Pendapatan 3.
Perubahan 4.
Perkembangan masyarakat 5.
Ilmu dan teknologi Coba
rumuskan generalisasi dari konsep-konsep tersebut. Tidak perlu semua konsep
dipaksakan masuk ke dalam suatu generalisasi. Bekerjalah sendiri atau
secara berpasangan.
Generalisasi
aras tinggi, berlaku secara universal, artinya pernyataan itu berlaku, dimana
saja, kapan saja, dan bagi siapa saja. Contohnya, interaksi antara manusia
dengan lingkungannya mempengaruhi cara pemenuhan kebutuhan. (Banks, 1977:99).
Generalisasi
aras sedang berlaku terbatas pada suatu wilayah budaya atau kurun waktu
tertentu. Contohnya, pada masa penjajahan Belanda kesempatan pendidikan bagi
rakyat Indonesia sangat terbatas. Contohnya, lainnya ASEAN berfungsi memperkuas
solidaritas dan kerja sama Ekonomi antar negara di kawasan Asia Tenggara.
Generalisasi aras rendah berlaku lebih terbatas lagi pada lingkup yang lebih
sempit. Contohnya, pada musim angin barat penghasilan nelayan tradisional di
Pelabuhan Ratu menurun karena terbatasnya frekuensi dan jarak tangkapan ikan.
Sebagai
latihan, cobalah kembali anda bekerja secara berpasangan untuk merumuskan 3
buah generalisasi, masing-masing satu buah untuk aras tinggi, sedang dan
rendah.
6. Teori
/ Konstruk
Teori atau Konstruk
merupakan bentuk pengetahuan tertinggi yang dapat digunakan untuk menerangkan
dan memperkirakan perilaku manusia (Banks, 1977:103). Teori dibangun oleh
generalisasi aras tinggi yang memenuhi syarat - syarat sebagai berikut:
1)
Melukiskan hubungan antar konsep atau
variabel yang didefenisikan secara jernih;
2)
Mengandung sistem dedukasi yang secara
logis ajeg atau tetap;
3)
Merupakan sumber dari hipotesis yang
sudah diuji kebenarannya (Banks, 1977: 103).
Contohnya, harga
ditentukan oleh permintaan dan penawaran (Teori Supply and demand dalam
ekonomi). Contoh lainnya, yaitu perilaku manusia dipengaruhi oleh pembawaan dan
lingkungan (Teori Konverhensi William dan Casta Sterm dalam Psikologi Belajar)
atau contoh lainnya lagi, adalah teori Contract Sosial dari John Locke dan
Rousseau yang menyatakan bahwa negara terbentuk karena adanya perjanjian sosial
antara manusia (Djahiri, 1968). Coba sekarang anda tuliskan contoh teori
lainnya.
Latihan
Untuk memperdalam
pemahaman anda rnengenai materi diatas kerjakanlah latihan berikut.
1) Apakah sasaran pendekatan Kognitif yang
berorientasi proses penelitian ?
2) Apakah sasaran pendekatan Kognitif yang
berorientasi proses konseptualisasi?
B.
PENDEKATAN SOSIAL, PERSONAL DAN
PERILAKU DALAM PEMBELAJARAN IPS SD
Pendekatan
sosial, personal, dan perilaku pada prinsipnya merupakan bentuk sentuhan
pedagoginya terhadap dimensi sosial dan personal atau dimensi inteligensia
emosional atau emotional intelligence menurut Goleman (1996). Apabila kita
menganalisis, dimensi atau aspek sosial dan personal atau emosional ini
memiliki aspek - aspek emosi, nilai dan sikap, serta perilaku sosial yang satu
sama lain memiliki saling keterkaitan.
1. Emosi
Apabila dilihat secara
harfiah, Oxford English Dictionary mengartikan emosi (Emotion) sebagai setiap
kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang
hebat atau meluap - luap. Bertolak dari pengertian itu Goleman (1996)
mengartikan emosi sebagai suatu perasaan dan pikiran atau suatu keadaan
biologis dan Psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Tercakup
dalam emosi ini adalah amarah, kesehatan, rasa takut, kenikmatan, cinta,
terkejut, jengkel, dan malu (Goleman, 1996 : 411 - 412) pikiran emosional
cenderung bersifat cepat, namun ceroboh atau tidak teliti. Berbeda dengan
pikiran rasional yang cenderung sangat teliti, namun lambat. Pikiran emosional
merupakan dorongan hati bukan dorongan kepala. Kedua jenis pikiran ini saling
mengisi satu sama lain dan potensial ada dalam diri kita. Hal yang sangat
diperlukan adalah penyelarasan dan penyeimbangan pikiran emosional dan pikiran
rasional.
Untuk menyelaraskan dan
menyeimbangkan kedua aspek pikiran itu perlu pendidikan emosi yang harmonis
dengan pendidikan rasio.
Menurut W. T. Grand
Consortiums, dalam Golem (1996 : 426-427) keterampilan emosional mencakup hal-hal
berikut:
1) Mengidentifikasi dan memberi nama perasaan-perasaan.
2) Mengungkapkan perasaan.
3) Menilai intensitas perasaan.
4) Mengelola perasaan.
5) Menunda pemuasan.
6) Mengendalikan dorongan hati.
7) Mengurangi stres.
8) Mengetahui perbedaan antara perasaan dan
tindakan.
2. Nilai Dan Sikap
1)
Nilai
Menurut
Doley dan Copaldi (1965 : 32) kata Value yang diterjemahkan menjadi nilai
memiliki dua sisi, yaitu sebagai kata benda dan kata kerja. Sebagai kata benda
nilai mempunyai dua pengertian.
Pertama,
sebagai objek sesuatu dianggap suatu nilai, apabila memiliki kualitas kebaikan
atau harga (Goodness and worth). Misalnya, gula manis, gadis-cantik, orang
alim, udara - sejuk. Manis, cantik, alim, dan sejuk itulah nilai.
Kedua,
sebagai pengamatan suatu hal dianggap bernilai atau memiliki nilai apabila
dilihat dari pikiran seseorang sebagai memiliki, kualitas atau harga.
Contohnya
: Gadis itu dianggap cantik apabila
dilihat dari pandangan orang lain.
Dengan
kata lain, sesuatu dapat dinilai memiliki value atau harga apabila memang hal
itu memiliki kualitas kebaikan dan dilihat oleh pengamat sebagai hal yang baik.
Dilain pihak, sebagai kata kerja menilai diartikan sebagai perilaku mental
untuk memberi atau mengatakan sesuatu sebagai memiliki kualitas kebaikan.
Misalnya, menilai barang yang artinya melihat apakah barang itu berguna atau
tidak, baik atau tidak.
Dalam
pengertian teknis, seperti Milton Rokeach dalam Banks (1977:407-408) nilai
adalah suatu jenis kepercayaan yang ada dalam keseluruhan sistem kepercayaan
seseorang, mengenai bagaimana seseorang seharusnya atau tidak seharusnya
berperilaku atau perlu tidak sesuatu dicapai Nilai juga merupakan ukuran untuk
menetapkan baik dan buruk. Nilai dapat dibangun dalam satu tatanan atau sistem yang bisa merupakan sistem
nilai perseorangan atau kelornpok. Contohnya, setiap orang rnemiliki sistem
nilai religi yang terbentuk dari pengetahuan pemahaman pelaksanaan dan komitmen
seseorang pada agama yang dipeluknya dengan baik. Negara RI memiliki sistem
nilai Pancasila dan UUD 1945 yang merupakan tatanan nilai yang dipahami dan dihayati
dalam rangka berkehidupan dan berbangsa serta bernegara Indonesia. Sistem nilai
ini dapat juga sebagai tatanan kebaikan yang diyakini dan dilaksanakan.
2)
Sikap
Menurut
Adport (1935) dalam winataputra (1989:148) sikap adalah suatu kondisi kesiapan
mental dan syarat yang terbentuk melalui pengalaman yang memancarkan arah atau
pengarah yang dinamis terhadap respons atau tanggapan individu terhadap objek
atau situasi yang dihadapinya. Dengan rumusan sederhana sikap dapat dipahami
sebagai kecenderungan seseorang untuh berbuat berkenaan dengan objek atau
situasi. Contohnya, apabila tiba-tiba kita berhadapan dengan seekor anjing
galak maka seketika kita kaget dan siap untuk berteriak atau lari sambil
berteriak. Berteriak dan lari bukanlah sikap, tetapi perilaku yang merupakan
sikap adalah kesiapan kita untuk berteriak atau lari.
Sikap
dapat bersifat senang atau tak senang, takut atau berani, penuh perhatian atau
acuh tak acuh, sayang atau benci, dan bertanggung jawab atau lepas tangan.
Dilihat dari kadarnya sikap juga dapat bersifat simpleks atau sederhana atau
dapat pula bersifat multipleks atau rumit. Misalnya, Anda menonon RCTI karena
ada acara si Doel tetmasuk sikap, yang simpleks . Tetapi apabila senang
menonton RCTI karena alasan yang banyak, misalnya acaranya, penyiarnya,
jadwalnya kualits siarannya, termasuk sikap yang multipleks. Sikap yang
simpleks lebih mudah berubah daripada sikap yang multipleks. Hal itu tentu
dapat dipahami. Coba anda terka apa sebabnya!
3. Perilaku Sosial
Perilaku sosial juga
sering disebut keterampilan sosial (Social Skills) atau keterampilan studi
sosial (Social Studies Skills) (Marsh dan Print, 1975, Jarolime, 1971).
Keterampilan, seperti ditegaskan oleh Jarolimek (1971 : 65) mengandung unsur
profiency atau kemahiran dan the capability of doing something well atau
kemampuan melakukan sesuatu dengan baik. Keterampilan ini memiliki dua
karakteristik, yakni developmental atau bertahap dan practice atau latihan.
Artinya, keterampilan memerlukan latihan secara bertahap.
Termasuk kedalam
keterampilan sosial, antara lain berkomunikasi (Krech dkk, 1962), membaca,
menulis, menggunakan kepustakaan, menganalisis, menggunakan peta (Pellison, 1989),
Keterampilan sosial pada dasarnya mencakup semua kemampuan operasional yang
memungkinkan individu dapat berhubungan dan hidup bersama secara tertib dan
teratur dengan orang lain Dengan demikian, dapat memerankan dirinya sebagai
aktor sosial yang cerdas secara rasional, emosional, dan sosial. Semua itu
mencerminkan pola perilaku sosial seseorang.
Setelah membahas apa dan
mengapa emosi, nilai dan sikap, serta perilaku sosial, berikut pembahasan
mengenai bagaimana pengembangan aspek - aspek tersebut dalam pembelajaran IPS
di Sekolah Dasar.
Di sekolah dasar aspek
emosi, sosial dan keterampilan sosial dapat dikembalikan melalui berbagai
kegiatan, antara lain yang ditawarkan oleh Jarolimek (1971: 67) sebagai
berikut.
Kehidupan kelas sehari-hari
yang menitik beratkan pada kepedulian pada orang lain, kebebasan dan persamaan,
kemerdekaan berpikir, tanggung jawab,dan penghormatan terhadap harga diri
manusia.
1) Mempelajari sejarah dan perkembangan
kehidupan negara terutama mengenai cita-cita dan ideologinya yang memerlukan
usaha untuk terus mewujudkannya.
2) Mernpelajari riwayat hidup toko - toko
penting yang menceminkan nilai - nilaidari bangsa dan negara.
3) Mempelajari hukum beserta sistem hukum dan
sistem peradilan.
4) Merayakan hari-hari besar yang mempekenalkan
nilai dan sikap.
5) Menganalisis makna kata-kata dalam
proklamasi, pembukaan UUD'45 batang tubuh, UUD’45 dan peraturan perundangan
lainya.
Apabila kita lihat
keenam bentuk pembelajaran itu dapat dibuat dalam 2 kelompok sebagai berikut:
1)
Pembelajaran formal yang menitik
beratkan pada pemahaman dan analisa di dalam atau di luar kelas.
2)
Pembelajaran informal yang menitik
beratkan pada penghayatan, pelibatan, dan penciptaan suasana yang mencerminkan
komitmen terhadap nilai dan sikap terutama di luar kelas.
Khusus dalam
pembelajaran formal Simon, Howe, dan Kirshenbaum (1972) menawarkan 4 pendekatan
yang berorientasi pada nilai dan sikap sebagai berikut:
1)
Transmisi
nilai secara bebas. Anak didik diberi kebebasan untuk menangkap, mengkaji dan
memilih nilai atas dasar pertirnbangannya sendiri. Kelihatannya bagi Indonesia
modul ini perlu diadaptasi menjadi transmisi nilai secara bebas terarah. Anak
disajikan pilihan nilai secara bebas atas altenatif nilai yang secara sosial
dapat diterima dalam masyarakat Indonesia.
2)
Penanaman Nilai atau Value Inculcatian
yang pada dasarnya merupakan proses pembelajaran nilai secara langsung mengenai
konsep dan nilai yang sudah dianggap balk. Contohnya, pembelajaran niali -
nilai Pancasila dan UUD 45 dan nilai-nilai keagamaan yang dianut.
3)
Suri teladan atau modeling model ini
menitik beratkan pada penampilan teladan atau keteladanan dalam berbagai bidang
dan berbagai lingkungan kehidupan. Misalnya, siswa teladan, guru teladan,
keluarga teladan, dokter teladan, sopir teladan, kampung dan desa teladan dan
kantor teladan.
4)
Klasifikasi Nilai atau Value.
Clarification yang menitik bratkan pada langkah sistematis dalam menghayati,
memaharni, dan melaksanakan nilai.
Langkah-langkahnya
adalah sebagai berikut:
a Bangga atas nilai dan perilaku
a). Menunjang rasa senang dan bangga
b). Mengatakan nilai pada orang lain
b Memiliki nilai dan perilaku
a). Memilih dari berbagai kemungkinan
b). Memilih setelah mengujinya
c). Memilih dengan bebas
c Bertindak atas dasar pilihan itu.
a).
Bertindak atau berperilaku
b).
Bertindak sesuai pola secara
tetap/konsisten.
Pada dasarnya model klarifikasi
niali ini merupakan bentuk komunikasi dialogis guru dengan murid dalam
mementapakan nilai yang dihayati murid atas pengarahan guru. Dengan cara ini
murid tidak akan merasa bahwa nilai itu diajarkan, tetapi dipahami, dihayati dn
dipilih sendiri.
5) Klarifikasi nilai terintegrasi struktur.
Model ini menitik beratkan pada pembelajaran nilai melahii analisis konsep
bidang studi. Jadi sebenarnya model ini bertolaka dari pendekatan kogrritif,
iet«pi diupayakan bermuara pada pembelajaran niali. Misalnya, dapat
menganalisis masalah banjir, yaitu apa, mengapa, dan bagaimana banjir. Pada
saat pembicaraan materi, guru selalu menghubungkan dengan nilai dan sikap warga
masyarakat.
Khusus mengenai Model 4
dan 5 telah dikembangkan berbagai strategi atau model kecil Simon dkk (1972)
menghimpun 79 Model VCT. Selain itu Joyce dan Weil (1986) juga telah menghimpun
berbagai model yang dikelompokkan kedalam model personal dan model sosial.
Untuk kebutuhan praktis
dalam pembelajaran IPS di Sekolah Dasar dalam modul ini akan disajikan beberapa
model terpilih yang dapat diterapkan di SD. Model tersebut akan berbentuk model
perpaduan atau model eklektik yang dalam modul ini kan dikemukakan sebagai
berikut:
1) Pendekatan eksplositori berorientsi nilai dan
sikap.
2) Pendekatan analtik keteladan.
3) Pendekatan kajian nilai.
4) Pendekatan integatif konsep dan nilai.
1) Pendekatan Eksplositori Berorientasi Nilai
dan Sikap
a. Tujuannya adalah menyampaikan nilai / sikap
secara dialogis melalui ceramah, peragaan dan tanya jawab.
b. Langkah-langkahnya:
a) Guru memiliki suatu nilai yang sudah
seharusnya diterima oleh semua murid karena memang telah diterima kebenarannya,
misalnya tertib, cinta lingkungan, tanggung jawab sosial, berdagang dengan
jujur, menghargai pahlawan.
b) Guru menyiapkan bahan peragaan berupa
diagram, rekaman, clipping dan lain-lain
c) Guru menyajikan konsep nilai dengan
memanfaatkan peragaan yang telah disiapkan diselingi dengan dialog yang hangat
mengenai pentingnya nilai
d) Menguasai murid untuk menerapkan nilai-nilai
yang telah dikaji dalam kehidupan sehari-hari, misalnya tertib di rumah, tertib
di jalan raya, tertib di sekolah, dan tertib di masyarakat.
e) Pada kesempatan selanjutnya guru meminta
laporan penerapan nilai itu dan membicarakannya kembali di kelas.
2)
Pendekatan Analtik Keteladanan
a. Tujuan adalah menagkap nilai / sikap melalui nanalisis
sampel keteladanan dalam masyarakat dalam berbagai bidang, di berbagai tempat,
dan di berbagai era / kurun waktu, dan memotivasi murid untuk mangadaptasi
keteladanan itu.
b. Langkah-langkah:
a) Guru memilih sampel keteladanan dalam
berbagai bidang / tempat / erat, misalnya para Nabi dan Rasul, negarawan,
pejuang, ilmuwan, pemuda, anak, binatang (Nabi Muhammad saw, Nabi Isya. As,
J.F. Kennedy, Kemal Ataturk, Nehru, Soekarno, Hatta, Bung Tomo, Thomas Alva
Edison, Tjut Nyak Dhien, Wolter Monginsidi, RA Kartini, Ibu Tien Suharto,Si
Doel Anak Betawi, Si kancil)
b) Guru membaca dan menyediakan sumber informasi
berupa, buku majalah, cliping, koran, gambar, rekaman, film dan lain-lain
mengenai teladan yang dipilih sebagi sampel.
c) Guru menyajikan pertanyaan mengapa, misalnya
Si Doel dipilih sebagai teladan? Dalam hal ini apa ia perlu diteladani?
Mengapa?
d) Secara berkelompok murid mencari jawaban
dengan memanfaatkan sumber yang tersedia
e) Guru memimpin diskusi kelas setelah masing-masing
kelompok selesai mendapatkan jawaban dari sumber yang tersedia.
f) Bersama murid guru mengidentitikasi
cirri-ciri keteladanan dari sampel dalam contoh Si Doel.
g) Bersama murid guru memilih ciri mana yang
dapat diterapkan oleh murid-murid sesuai dengan tingkat usia dan lingkungan
h) Guru menugaskan murid untuk mencoba
menerapkan ciri keteladanan yang dipilih.
i) Pada kesempatan berikutnya guru meminta
kesan-kesan penerapan ciri keteladanan itu dari setiap murid.
Sebagi catatan perlu
ditambahkan hal-hal sebagai berikut:
a) Sumber informasi keteladanan dapat
dikumpulkan bersama murid-murid
b) Teladan yang dipilih dapat berasal dari
pertibangan guru atau murid atau pilihan bersama.
c) Janganlah memilih teladan yang kontroversi
(menimbulkan pertentangan pendapat), misalnya Robin Hood.
d) Dapat pula memilih teladan yang masih hidup.
3) Pendekatan Kajian Nilai
a.
Tujuan adalah menagkap nilai melatui
kajian nilai antara sistemati dan mendasar.
b.
Langkah-langkah:
Langkah-langkah ini diadaptasi dari
model Hunt and Metcalf’s Decision Making:
a) Membahas apa hakikat dari objek peristiwa
atau kebijaksanaan yang akan dinilai. Misalnya, diambil masalah pemerataan.
(a) Membahas kriteria untuk menilai pemarataan.
(b) Menyepakati kriteria.
b) Membahas konsekuensi penerapan kriteria
dalam hal ini untuk menilai masalah pemerataan.
c) Menguji keberlahuan kriteria dengan cara
melihat kekurangan dan kebaikan dari kriteria itu.
d) Memberi justifikasi kriteria dengan cara
melihat apakah kriteria itu dapat diterpkan secara ajek / konsisten. Aspabila
ternyata ajek dan dapat diterima pengambilan keputusan telah selesai.
4)
Pendekatan Integratif Konsep dan Nilai
a.
Tujuan adalah menangkap nilai yang
melekat pada atau merupakan implikasi nilai dan suatu konsep melalui kajian
akademis.
b. Langkah-langkah
a)
Guru menetapkan suatu konsep yang akan
dibahas yng memiliki implikasi nilai atau mengandung nilai, misalnya konsep
banjir diperkirakan memiliki implikasi nilai Cinta lingkungan, kepedulian
sosial, gotongroyong dan lain-lain.
b)
Guru bersama murid membahas sebab dan
akibat banjir secara akademis malalui analisis pemecahan masalah dengan
menggunakan matriks sebagai berikut:
Banjir |
|||
Sebab |
Akibat |
||
Alam |
Manusia
|
Alam |
Manusia |
|
|
|
|
c)
Memusatkan perhatian pada sebab dan
akibat banjir dari sudut manusia, misalnya, banjir, antara lain kenapa
penebangan hutan. Akibat banjir, antara lain kesengsaraan.
d)
Mengangkat isu nilai / sikap / moril
dari maslah penebangan hutan dan kesengsaraan melalui dalog guru murid atau
diskusi kelompok.
e)
Membahas secara analisis cara-cara
penanggulangan banjir dari sudut manusia dan mengangkat isu nilai / sikap /
moral yang terkait pada cara-cara itu.
f)
Memusatkan perhatian pada faktor.
Manusia termassuk pengetahuan nilai / sikap / moral dalam menghadapi berbagi
masalah yang terjadi dalam kehidupan manusia.
g)
Memberi penguasaan pentingnya unsur
manusia khusus nilai, sikap,moral daiam memelihara kelangsungan hidup agar
lebih baik danlebih menenangkan.
Keempat
contoh pendekatn sosial, personal, dan peilaku pada dasarnya merupakan sarana
pembelajaran yang dapat dipakai oleh guru dalam upaya mengembangkan dimensi
sosial, personal, dan perilaku dalam pembelajaran IPS di SD. Pendekatan ini secara
utuh saling melengkapi dengan pendekatan kognitif.
Latihan
Untuk memperdalam
pemahaman anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut:
1) Bagaimana kaitan antara pembinaan emosi,
nilai dan sikap, serta perilaku social dengan tuntutan untuk menjadikan murid
sebagai actor social?
2) Diantara 4 model pembelajaran model dan
sikap model mana (pilih satu model) yang menurut anda mudah digunakan dalam
pembelajaran IPS kelas yang anda pegang (kelas 4 atau 5 atau 6).
No comments:
Post a Comment