Thursday, October 6, 2022

PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PEMBELAJARAN IPS SD

 

BAB III

PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PEMBELAJARAN IPS SD

Oleh : Antonius Gultom

 

A.         Pendekakatan Kognitif

Kurikulum Pendidikan dasar tahun 2006, telah merumuskan bahwa rnata pelajaran Ilmu kemampuan dan sikap rasional tentang gejala-gejala. sosial serta kemampuan tentang perkembangan masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia di masa lampau dan masa kini. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) rnempelajari berbagai kenyataan sosial dalam kehidupan sehari-hari yang bersumber dari Ilmu Bumi, Ekonomi, Sejarah, Antropologi, Sosiologi, dan Tata Negara (Depdikbud : 1994).

Dari kutipan diatas dapat ditafsirkan sebagai berikut:

1)... Materi mata pelajaran WS diramu dari materi berbagai bidang IPS atau apabila kita meminjam pola pikir Wesley (1968) merupakan simplifikasi atau penyederhanaan ilmu-ilmu sosial untuk tujuan pendidikan.

2)... Materi tersebut diseleksi dan diorganisasikan untuk mengembangkan kemampuan dan sikap rasional atau apabila kita meminjam pola pikir Banks (1977) adalah mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang rasional sebagai bekal untuk dapat melibatkan diri dalam masyarakat secara inteligent atau secara cerdas/nalar.

Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa karakteristik pembelajaran IPS di SD secara umum merupakan pendidikan kognitif sebagai dasar partisipasi sosial. Artinya, pusat perhatian utama pembelajaran IPS adalah pembangunan murid sebagai aktor sosial yang cerdas. Untuk menjadi aktor sosial yang cerdas, tidak berarti dan memang tidak bisa dikembangkan aspek cerdasan rasionalnya (rasional intelligence), tetapi juga kecerdasan emosionalnya (emotional intelligence) (Golernan: 1996). Seperti ditegaskan oleh Goleman (1996) maka dua kecerdasan itu sama - sama memiliki kontribusi terhadap keberhasilan seseorang, dalam masyarakat masing - masing diperkirakan 20% kecerdasan rasional dan 80% kecerdasan emosional.

Dalam kegiatan belajar ini anda akan mencoba mengkaji berbagai pendekatan yang berorientasi terutama pada pengembangan kecerdasan rasional.

Menurut Banks (1996) pendekatan yang khas dalam IPS yang potensial dapat mengembangkan kecerdasan rasional adalah Sosial Science Inquiry atau Penelitian Ilmu Sosial. Pendekatan ini memiliki karakteristik sebagai berikut. (Banks, 1977: 41- 70).

1.    Tujuan

Tujuan utama pendekatan penelitian sosial adalah membangun teori atau secara umum membangun pengetahuan. Untuk membangun pengetahuan atau teori diperlukan fakta konsep dan generalisasi. Pendekatan penelitian sosial untuk murid SD tentunya harus disesuaikan tingkat perkembangan kognitif anak usia kelas 4, 5 dan 6 karena rnata pelajaran IPS diajarkan di kelas - kelas itu. Menurut teori Piaget (Bell GradYer : 1989) pada usia kelas 4, 5, 6., yakni kira - kira usia 8 - 1.2 tahun berada dalam tahap operasi konkret dan operasi formal. Oleh karena itu, tujuan pendekatan penelitian sosial di SD adalah memperkSenalkan dan melatih anak cara bergikir sosial yang dapat dibangun tentu saja belum sampai pada teori pengetahuan sosial, tetapi berupa penetahuan sosial dengan kerangka keilmuan sederhana.

 

2.    Proses Penelitian

Menurut Banks (1977: 43) Ilmu Pengetahuan merupakan proses dan produk berupatubuh pengetahuan teaoitis (body of theoretical Knowledge). Oleh karena itu, proporsisi (pernyataan) dan generalisasi (kesimpulan) selalu terbuka untuk direvisi (diperbaiki, disempurnakan). Proses dan produk ilmu pengetahuan selalu bersifat interaktif. Metode ilmiah memungkinkan para ilmuwan merevisi dan menyempurnakan teorinya.

Bagi siswa SD proses penelitian berfungsi sebagai media untuk mengenal gejala - gejala sosial dan perkembangan masyarakat dengan menggunakan kaca mata atau cara kerja ilmu sosial, Barr, Barth, dan Shermis (1978) memberi label proses ini sebagai pengajaran sosial sebagai ilmu sosial (social studies thought as social science).

 

3.    Model-Model Penelitian Sosial

Banks (1977:57), rnemperkenalkan model, seperti gambar 5.1. model Banks (1977) tersebut pada dasarnya merupakan pengembangan lebih lanjut dari model dasar penelitian sebagaimana Anda pelajari dalarn modul 12 mata kuliah Strategi Belajar Mengajar, yaitu Model Pembelajaran di kelas Tinggi. Tentunya Anda dapat membayangkan modelnya dan bentuknya sebagai berikut:

Masalah ---------- Hipotesis ---------- Data ---------- Kesimpulan.

Oleh karena itu, penulis memodifikasi model Banks (1977) tersebut dengan menambah kotak garis putus untuk langkah-langkah yang memiliki ikatan yang sangat erat. Dengan demikian, model tersebut tampak lebih sederhana dan cocok untuk diterapkan dengan mudah di Sekolah Dasar.

1)         Masalah

Masalah ada dalam pikiran terkaitan dengan gejala yang tampak atau dapat ditangkap oleh panca indra kita. Misalnya, suatu waktu terjadi hujan lebat sehingga air sungai melimpah ke luar dari badan sungai dan masuk ke kawasan sekitar aliran sungai. Bisa persawahan, bisa perkampungan atau perkotaan yang dilanda banjir tersebut.

Apa-apa yang diamati adalah.fenomena atau gejala alam. Apabila banjir itu banyak rumah penduduk yang rusak, harta benda hilang, terjadi wabah penyakit, terjadi pengungsian, timbul gerakan sumbangan bencana alam dan lain - lain, muncul gejala sosial, apabila dengan melihat fenomena itu timbul pertanyaan dalam diri kita mengapa banjir?

Apa akibatnya? Bagaimana menanggulanginya, mulailah ada masalah dalam pikiran kita. Pikiran kita mulai mencari kaitan antarhal, berikut ini :

a. .. Debit/volume air besar ---- badan sungai sempit ---- dan dangkal ---- air meluap ---- timbul banjir.

b. .. Debit air besar ---- badan sungai tidak tahan sehingga bobol ----air meluap timbul banjir.

c. ... Dan seterusnya.

Bertolak dari kemungkinan kaitan antara hal tersebut, kita dapat merumuskan masalah sebagai berikut:

a. .. Sempit dan dangkalnya badan sungai tidak dapat menampung volume debit air sungai yang besar;

b. .. Badan sungai yang tidak tahan bisa bobol dan air sungai akan meluap ke luar;

c. ... Dan seterusnya.

Masalah dapat pula dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, seperti berikut ini:

a.    Apakah sebab-sebab banjir?

b.    Apa saja akibat banjir?

c.    Bagaimana mengatasi banjir?

Masalah pada dasarnya muncul dari rasa ingin tahu terhadap, suatu gejala yang tertangkap pancaindra. Namun demikian, tidak serrtua hal yang kita amati ukan dirasakan sebagai masalah. Hal ini tergantung pada apakah ada pertentangan antara apa yang kita amati dengan konsep-konsep yang ada dalam pikiran. Ingatlah bahwa menurut Piaget (Bell - Qrudler : 1986) proses berpikir terjadi bila ada prases asimilasi (kontak objek dengan pikiran) dan keterkaitan konsep-konsep dalam pikiran dengan infortnasi tentang objek yang disebut proses akomodasi. Oleh karena itu, sesuatu yang menjadi masalah bagi seseorang belum tentu menjadi masalah bagi orang lain. Searang dokter lebih peka terhadap gejala penyakit, sedangkan seorang insinyur akan lebih peka terhadap gejala keteknikan, misalnya bangunan, mesin.

Dalam tahap masalah model tersebut di atas tugas guru adalah menyajikan situasi yang mengandung masalah. Situasi bermasalah ini dihadapkan kepada murid untuk diamati dan selanjutnya dikaitkan dengan konsep yang ada dalam pikiran murid. Guru, seyogianya membimbing dengan memberi pertanyaan-pertanyaan pelacak misalnya coba kenapa bisa begitu ya?

Telah dibahas, masalah pada dasarnya ada dalam pikiran. Jadi, bersifat individual. Sebelum behadapan dengan situasi bermasalah dalam diri kita pasti sudah ada skemata yang berbentuk konsep atau teori dan nilai. Misalnya dalam kasus banjir Anda dapat mengaitkan dengan konsep hujan, erosi atau pengikisan tanah oleh air, pendangkalan sungai, limbah dan prinsip bahwa air akan mengalir dari tempat yang tinggi ke permukaan yang rendah. Dengan kata lain, suatu masalah yang dirumuskan pada dasarnya hasil rekayasa pikiran berkenaan dengan fenomena dan teori dan nilai yang ada dalam pikiran kita.

2)    Hipotesis

Hipotesis berasal dari bahasa latin hypo dan thesis. Hypo artinya setengah, Thesis artinya kesimpulan. jadi, hypothesis atau diterjemahkan mejadi hipotesis dapat diartikan sebagai suatu kesimpulan yang rnasih semantara atau setengah benar dan masih memerlukan pengujian dan pembuktian. Apabila hipotesis itu diuji secara empiris dengan munggunakan data yang tersedia maka hipotesis ini akan menjadi tesis atau kesimpulan.

Suatu hipotesis seyogianya dirumuskan berdasarkan asumsi (assumtion), sedangkan yang dimaksud dengan asumsi adalah pernyataan mengenai hal - hal yang berhubungan dengan unsur-unsur yang dipermasalahkan yang diterima sebagai kebenaran tanpa bukti-bukti. Pernyataan kebenaran ini sangatlah penting agar kita bisa berkomunikasi dengan yang lain. Asumsi ini sering juga disebut postulat. (Banks, 1977: 58). Kita ambil contoh kasus banjir.

Masalah : Mengapa banjir?

Asumsi      :    Debit dan volume air sungai yang tidak sebanding dengan badan sungai menimbulkan banjir.

Hipotesis :   

a.    Pengikisan tanah atau erosi di sekitar aliran sungai menimbulkan pendangkalan dan penyempitan badan sungai.

b.    Penggundulan kawasan di hulu dan aliran sungai menirnbulkan terbatasnya resapan air sehingga sebagian besar air hujan terbuang ke sungai.

c.     Penggundulan kawasan dan erosi di hulu dan aliran sungai menimbulkan banjir. Apabila asumsinya berubah hipotesis pun akan berubah, Misalnya, asumsinya diubah menjadi kesadaran masyarakat terhadap pentingnya konservasi lingkungan berkaitan erat dengan gejala banjir.

Sebagai latihan coba anda rumuskan hipotesis masalah banjir tersebut. Diskusikan dan rumuskan hipotesis itu secara berpasangan. Hipotesis merupakan dasar metodologis pengumpulan data. Agar data yang dikumpulkan benar-benar sesuai dengan arah hipotesis, perlu sekali kita memberikan batasan dan debit air yang ada dalam rumusan hipotesis itu. Mari kita lihat kembali contoh hipotesis l. Di situ terdapat istilah-istilah pengikisan tanah atau erosi, aliran sungai, pendangkalan, dan penyempitan sungai. Semua istilah tersebut harus kita beri batasan pengertian.

Misalnya :

a.    Pengikisan tanah adalah penurunan permukaan tanah oleh air hujan

b.    Aliran sungai adalah kawasan yang berada di sekitar aliran sungai itu

c.     Pendangkalan dan penyempitan sungai adalah proses berkurangnva badan sungai sebagai akibat endapan lumpur dan sisi kiri-kanan sungai.

Pada saat merumuskan batasan pengertian Anda harus kembali berpaling melihat teori dan nilai yang ada dalam bidang pengetahuan yang relevan dengan masalah dan hipotesis. Untuk itu, Anda dapat menggunakan kamus umum, kamus bidang ilmu, misalnya ilmu-ilmu sosial atau ensiklopedia (kamus istilah teknis bidang ilmu) Bisa juga merumuskan istilah tersebut berdasarkan skemata yang ada dalam pikiran, yang penting logis dan dapat diterima.

3)    Pengumpulan dan Analisis Data

Data berasal "dari bahasa latin datum yang artinya satu informasi petunjuk. Apabila informasi itu lebih dari satu maka disebut data. jadi, datum bersifat tunggal, sedangkan data bersifat jamak. Oleh karena itu, apabila Anda menyebut data-data, cukup data saja. Data dapat berbentuk kenyataan yang dapat ditangkap oleh panca indra (dilihat, didengar, dirasa, dicium, diraba). Apa yang ditangkap pancaindra menurut apa adanya, ini disebut fakta. Data juga dapat berbentuk informasi hasil pengukuran atau perhitungan, misalnya tinggi gunung, panjang jalan, luas tanah, jumlah penduduk. Selain itu, dapat pula berupa informasi hasil pengolahan, misalnya persentase (10%, 50%) atau rasio (2: 4 : 1 : 10).

Data diperlukan untuk menguji hipotesis, misalnya apakah benar erosi menimbulkan banjir. Anda harus mengamati keadaan kawasan hulu dan aliran sungai, dan aliran sungai, keadaan badan sungai dan keadaan kawasan yang sering dilanda banjir. Data yang dikumpulkan dari surnber pertama, disebut data primer. Apabila data tersebut dikumpulkan dari sumber data pengamatan orang lain disebut data sekunder. Data primer dinilai lebih terpercaya daripada data sekunder karena masih relatif murni belum banyak tercampur dengan pemikiran.

Untuk mendapat data yang terpercaya diperlukan instrumen atau alat pengurnpul data dan teknik pengumpulan data yang memadai. Instrumen yang baik adalah yang dapat mengukur apa yang seharusnya diukur dan ini disebut alat yang valid atau sahih. Misalnya, meteran untuk mengukur panjang, timbangan untuk mengukur berat. Data yang diperoleh dari instrumen yang valid sangat menunjang pengujian hipotesis. Apabila data rnengenai hal - ha1 yang bersifat psikologis, sosial atau kultural diperlukan alat pengumpulan data berupa observasi, daftar cek, catatan pengamatan, angket, pedoman wawancara dan tes. Alat ini harus disusun sendiri oleh kita sebagai peneliti, kemudian di uji coba, disempurnakan barulah dipakai setelah kita yakin bahwa alat tersebut cukup memadai.

Apabila memang ada, dapat menggunakan alat yang teiah ada dan diakui baku, contoh timbangan atau dinilai baku, seperti tes inteligensia (Tes Stanford's Binetsimon Revised Test). Tes Potensial Akademik (TPA), TOEFL. Namun, untuk kepentingan pembelajaran kita dapat mengembangkan alat yang sederhana, misalnya Angket Hobi Siswa, makanan yang disukai, catatan harian lepas dan yang paling penting dapat memperoleh sejumlah data yang memang kita perlukan untuk menguji hipotesis.

4)    Kesimpulan

Kesimpulan adalah hipotesis yang diuji dan dibuktikan kebenarannya. Misalnya, hipotesis 1 di muka telah diuji rumusannya dapat dibuat sebagai berikut:

Erosi di hulu dan sekitar aliran sungai ciliwung menimbulkan pendangkalan dan penyempitan badan sungai di kawasan jakarta. Keadaan ini tidak bisa tidak telah menimbulkan banjir dibeberapa kawasan permukiman disekitar Jakarta terutama di sekitar aliran dan muara sungai. Kesimpulan ini dapat disebut sebagai tesis. Tesis selalu benar di atas asumsi yang melandasinya. Apabila asumsinya diubah kesimpulan tersebut menjadi tidak tepat lagi.

Apabila kesimpulan-kesimpulan tersebut terus di uji dan dibangun secara kait-mengkait dalam suatu bidang akan lahir dari kesimpulan tersebut suatu teori. Teori pada dasarnya merupakan pernyataan hubungan antar hal yang sudah dites kebenaranya dan berlaku umum. Oleh karena itu, teori dapat digunakan untuk meramalkan atau memperkirakan keadaan dimasa yang akan datang. Misalnya, banjir bekaitan erat dengan gejala alam dan perilaku manusia. Teori merupakan bentuk pengetahuan yang paling tinggi dan merupakan isi pokok ilmu pengetahuan.

Model penelitian sosial sebagaimana telah kita bahas merupakan salah satu kecenderungan dalam pendekatan kognitif yang berorientasi pada proses inkuiri (inquiry orientation). Orientasi ini sering diberi label bermacam-macam, seperti inquery, discovery, problem solving, critical thinking, reflective thinking; induction, Jan investigation (Jarolimek, 1971 : 11).

Semua istilah tersebut walaupun tidak mengandung pengertian yang sama persis, pada dasarnya memiliki karakteristik yang sama yakni :

a.    Menitik beratkan pada proses berpikir yang berkaitan dengan pemecahan masalah;

b.    Melibatkan murid dalam proses belajar;

c.     Merupakan altematif lain yang bersifat inovatif yang lebih maju dari pada penyampai informasi secara eksposito.

Demikian sebagaimana ditegaskan oleh Jarolimek (1971: 11). Kecenderungan lain dalam pendekatan kognitif adalah pendekatan konseptual (conceptual Approach). Jarolimek (1971) menyebutkan sebagai ide ;antered program atau program pemhelajaran yang berorientasi pada ide atau gagasan. Gagasan yang dimaksud adalah konsep, generalisasi, konstruk, ide dasar, ide pokok, atau pengertian umum.

 

4.    Konsep

Konsep merupakan suatu kata atu penyataan abstrak yang berguna untuk mengelompokkan benda, ide atau peristiwa (Banks, 1977: 85). Contoh konsep adalah pantai, silsilah, keluarga, norma, pemerintah., pasar, dan organisasi. Tentunya, Anda dapat menyebutkan contoh lainya dalam berbagai bidang, suatu konsep dipelajari elalui proses pembentukan konsep atau concept formation atau concept attainment menurut Bruner (1966). Proses pernbentukan konsep atau proses konseptualisasi pada dasarnya merupakan proses mengelompokkan dan memberi nama konsep serta merumuskan pengertian konsep itu. Misalnya, semua daratan yang menjorok ke laut disebut ujung atau tanjung. Ujung atau tanjung merupakan sebuah konsep.

Cobalah sebagai latihan, Anda meumuskan beberapa konsep. Kemudian, bicarakan dengan mahasiswa lainnya. Apabila dilihat dari sifatnya, ada beberapa jenis konsep, yakni konsep teramati atau obseved concept, konsep tersimpul atau inferred concept, konsep relasional atau relational concept, dan konsep ideal atau ideal type concept. (Fenton : 1966, Jarolimek : 1971, Banks : 1977). Konsep teramati adalah konsep yang contohnya dapat ditangkap pancaindra, sepetti manusia, rumah jalan raya, bising, manis, merdu. Konsep tersimpul adalah konsep yang contohnya harus disimpulkan dari beberapa hasil pengamatan atau beberapa peristiwa sebagai indikator. Misalnya, sopan, tertib, pahlawan, makmur, dan adat.

Konsep relational adalah konsep yang melibatkan jarak dan waktu. Misalnya, abad, dasawarsa, mile, lintang, bujur, isobar, isotherm, kawasan, dan landasan - preen.

Konsep ideal adalah konsep tersimpul yang lebih abstrak dan merupakan konsep yang memerlukan pengumpulan indikator yang lebih luas. Misalnya, keadilan, pancasilais, takwa, nyaman, patriotik, kasih sayang, kejujuran, dan kesejahteraan.

 

5.    Generalisasi

Sekarang marilah kita mengkaji apa dan mengapa serta bagaimana generalisasi. Banks (1977:97) merumuskan bahwa generalisasi adalah pernyataan mengenai keterkaitan dua konsep atau lebih. Contohnya, perilaku guru dimuka kelas merupakan produk interaktif antara konpetensi mengajar guru dengan lingkungan belajar. Apabila dianalisis, dalam generalisasi tersebut terdapat 3 konsep, yaitu perilaku guru, kompetensi mengajar, dan lingkunagan belajar.

Keterkaitan antara ke tiga konsep, dapat di gambarkan sebagai berikut:

 

Perilaku Guru

Kompetensi Mengajar

Lingkungan Belajar

 

 

 

 

                                            Gambar ……

Pernyataan hubungan antar konsep, biasanya menggunakan kata-kata : merupakan hasil dari, disebabkan oleh, berakibat pada bertambah besar oleh, menurun karena di pengaruhi oleh, berdampak pada, merupakan buah dari, berkaitan dengan, berkorelasi dengan, menghasilkan, menimbulkan, dan sebagainya.

Setiap generalisasi selalu memiliki cakupan keberlakuan pernyataannya. Luasnya cakupan suatu generalisasi akan melukiskan aras (level) dari generalisasi itu. Secara umum generalisasi dapat digolongka menjadi tiga aras (Banks, 1977: 99-100).

1)    Generalisasi aras tinggi.

2)    Generalisasi aras sedang.

3)    Generalisasi aras rendah.

Marilah kita berlatih merumuskan generalisasi dari konsep-konsep sebagai berikut :

1. Tingkat pendidikan

2. Pendapatan

3. Perubahan

4. Perkembangan masyarakat

5. Ilmu dan teknologi

Coba rumuskan generalisasi dari konsep-konsep tersebut. Tidak perlu semua konsep dipaksakan masuk ke dalam suatu generalisasi. Bekerjalah sendiri atau secara berpasangan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Generalisasi aras tinggi, berlaku secara universal, artinya pernyataan itu berlaku, dimana saja, kapan saja, dan bagi siapa saja. Contohnya, interaksi antara manusia dengan lingkungannya mempengaruhi cara pemenuhan kebutuhan. (Banks, 1977:99).

Generalisasi aras sedang berlaku terbatas pada suatu wilayah budaya atau kurun waktu tertentu. Contohnya, pada masa penjajahan Belanda kesempatan pendidikan bagi rakyat Indonesia sangat terbatas. Contohnya, lainnya ASEAN berfungsi memperkuas solidaritas dan kerja sama Ekonomi antar negara di kawasan Asia Tenggara. Generalisasi aras rendah berlaku lebih terbatas lagi pada lingkup yang lebih sempit. Contohnya, pada musim angin barat penghasilan nelayan tradisional di Pelabuhan Ratu menurun karena terbatasnya frekuensi dan jarak tangkapan ikan.

Sebagai latihan, cobalah kembali anda bekerja secara berpasangan untuk merumuskan 3 buah generalisasi, masing-masing satu buah untuk aras tinggi, sedang dan rendah.

 

 

6.    Teori / Konstruk

Teori atau Konstruk merupakan bentuk pengetahuan tertinggi yang dapat digunakan untuk menerangkan dan memperkirakan perilaku manusia (Banks, 1977:103). Teori dibangun oleh generalisasi aras tinggi yang memenuhi syarat - syarat sebagai berikut:

1)    Melukiskan hubungan antar konsep atau variabel yang didefenisikan secara jernih;

2)    Mengandung sistem dedukasi yang secara logis ajeg atau tetap;

3)    Merupakan sumber dari hipotesis yang sudah diuji kebenarannya (Banks, 1977: 103).

Contohnya, harga ditentukan oleh permintaan dan penawaran (Teori Supply and demand dalam ekonomi). Contoh lainnya, yaitu perilaku manusia dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan (Teori Konverhensi William dan Casta Sterm dalam Psikologi Belajar) atau contoh lainnya lagi, adalah teori Contract Sosial dari John Locke dan Rousseau yang menyatakan bahwa negara terbentuk karena adanya perjanjian sosial antara manusia (Djahiri, 1968). Coba sekarang anda tuliskan contoh teori lainnya.

 

Latihan

Untuk memperdalam pemahaman anda rnengenai materi diatas kerjakanlah latihan berikut.

1)    Apakah sasaran pendekatan Kognitif yang berorientasi proses penelitian ?

2)    Apakah sasaran pendekatan Kognitif yang berorientasi proses konseptualisasi?

 

B.         PENDEKATAN SOSIAL, PERSONAL DAN PERILAKU DALAM PEMBELAJARAN IPS SD

Pendekatan sosial, personal, dan perilaku pada prinsipnya merupakan bentuk sentuhan pedagoginya terhadap dimensi sosial dan personal atau dimensi inteligensia emosional atau emotional intelligence menurut Goleman (1996). Apabila kita menganalisis, dimensi atau aspek sosial dan personal atau emosional ini memiliki aspek - aspek emosi, nilai dan sikap, serta perilaku sosial yang satu sama lain memiliki saling keterkaitan.

 

1.    Emosi

Apabila dilihat secara harfiah, Oxford English Dictionary mengartikan emosi (Emotion) sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat atau meluap - luap. Bertolak dari pengertian itu Goleman (1996) mengartikan emosi sebagai suatu perasaan dan pikiran atau suatu keadaan biologis dan Psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Tercakup dalam emosi ini adalah amarah, kesehatan, rasa takut, kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel, dan malu (Goleman, 1996 : 411 - 412) pikiran emosional cenderung bersifat cepat, namun ceroboh atau tidak teliti. Berbeda dengan pikiran rasional yang cenderung sangat teliti, namun lambat. Pikiran emosional merupakan dorongan hati bukan dorongan kepala. Kedua jenis pikiran ini saling mengisi satu sama lain dan potensial ada dalam diri kita. Hal yang sangat diperlukan adalah penyelarasan dan penyeimbangan pikiran emosional dan pikiran rasional.

Untuk menyelaraskan dan menyeimbangkan kedua aspek pikiran itu perlu pendidikan emosi yang harmonis dengan pendidikan rasio.

Menurut W. T. Grand Consortiums, dalam Golem (1996 : 426-427) keterampilan emosional mencakup hal-hal berikut:

1)    Mengidentifikasi dan memberi nama perasaan-perasaan.

2)    Mengungkapkan perasaan.

3)    Menilai intensitas perasaan.

4)    Mengelola perasaan.

5)    Menunda pemuasan.

6)    Mengendalikan dorongan hati.

7)    Mengurangi stres.

8)    Mengetahui perbedaan antara perasaan dan tindakan.

 

 

2.    Nilai Dan Sikap

1)    Nilai

Menurut Doley dan Copaldi (1965 : 32) kata Value yang diterjemahkan menjadi nilai memiliki dua sisi, yaitu sebagai kata benda dan kata kerja. Sebagai kata benda nilai mempunyai dua pengertian.

Pertama, sebagai objek sesuatu dianggap suatu nilai, apabila memiliki kualitas kebaikan atau harga (Goodness and worth). Misalnya, gula manis, gadis-cantik, orang alim, udara - sejuk. Manis, cantik, alim, dan sejuk itulah nilai.

Kedua, sebagai pengamatan suatu hal dianggap bernilai atau memiliki nilai apabila dilihat dari pikiran seseorang sebagai memiliki, kualitas atau harga.

Contohnya :   Gadis itu dianggap cantik apabila dilihat dari pandangan orang lain.

Dengan kata lain, sesuatu dapat dinilai memiliki value atau harga apabila memang hal itu memiliki kualitas kebaikan dan dilihat oleh pengamat sebagai hal yang baik. Dilain pihak, sebagai kata kerja menilai diartikan sebagai perilaku mental untuk memberi atau mengatakan sesuatu sebagai memiliki kualitas kebaikan. Misalnya, menilai barang yang artinya melihat apakah barang itu berguna atau tidak, baik atau tidak.

Dalam pengertian teknis, seperti Milton Rokeach dalam Banks (1977:407-408) nilai adalah suatu jenis kepercayaan yang ada dalam keseluruhan sistem kepercayaan seseorang, mengenai bagaimana seseorang seharusnya atau tidak seharusnya berperilaku atau perlu tidak sesuatu dicapai Nilai juga merupakan ukuran untuk menetapkan baik dan buruk. Nilai dapat dibangun dalam satu tatanan atau sistem yang bisa merupakan sistem nilai perseorangan atau kelornpok. Contohnya, setiap orang rnemiliki sistem nilai religi yang terbentuk dari pengetahuan pemahaman pelaksanaan dan komitmen seseorang pada agama yang dipeluknya dengan baik. Negara RI memiliki sistem nilai Pancasila dan UUD 1945 yang merupakan tatanan nilai yang dipahami dan dihayati dalam rangka berkehidupan dan berbangsa serta bernegara Indonesia. Sistem nilai ini dapat juga sebagai tatanan kebaikan yang diyakini dan dilaksanakan.

 

2)    Sikap

Menurut Adport (1935) dalam winataputra (1989:148) sikap adalah suatu kondisi kesiapan mental dan syarat yang terbentuk melalui pengalaman yang memancarkan arah atau pengarah yang dinamis terhadap respons atau tanggapan individu terhadap objek atau situasi yang dihadapinya. Dengan rumusan sederhana sikap dapat dipahami sebagai kecenderungan seseorang untuh berbuat berkenaan dengan objek atau situasi. Contohnya, apabila tiba-tiba kita berhadapan dengan seekor anjing galak maka seketika kita kaget dan siap untuk berteriak atau lari sambil berteriak. Berteriak dan lari bukanlah sikap, tetapi perilaku yang merupakan sikap adalah kesiapan kita untuk berteriak atau lari.

Sikap dapat bersifat senang atau tak senang, takut atau berani, penuh perhatian atau acuh tak acuh, sayang atau benci, dan bertanggung jawab atau lepas tangan. Dilihat dari kadarnya sikap juga dapat bersifat simpleks atau sederhana atau dapat pula bersifat multipleks atau rumit. Misalnya, Anda menonon RCTI karena ada acara si Doel tetmasuk sikap, yang simpleks . Tetapi apabila senang menonton RCTI karena alasan yang banyak, misalnya acaranya, penyiarnya, jadwalnya kualits siarannya, termasuk sikap yang multipleks. Sikap yang simpleks lebih mudah berubah daripada sikap yang multipleks. Hal itu tentu dapat dipahami. Coba anda terka apa sebabnya!

 

3.    Perilaku Sosial

Perilaku sosial juga sering disebut keterampilan sosial (Social Skills) atau keterampilan studi sosial (Social Studies Skills) (Marsh dan Print, 1975, Jarolime, 1971). Keterampilan, seperti ditegaskan oleh Jarolimek (1971 : 65) mengandung unsur profiency atau kemahiran dan the capability of doing something well atau kemampuan melakukan sesuatu dengan baik. Keterampilan ini memiliki dua karakteristik, yakni developmental atau bertahap dan practice atau latihan. Artinya, keterampilan memerlukan latihan secara bertahap.

Termasuk kedalam keterampilan sosial, antara lain berkomunikasi (Krech dkk, 1962), membaca, menulis, menggunakan kepustakaan, menganalisis, menggunakan peta (Pellison, 1989), Keterampilan sosial pada dasarnya mencakup semua kemampuan operasional yang memungkinkan individu dapat berhubungan dan hidup bersama secara tertib dan teratur dengan orang lain Dengan demikian, dapat memerankan dirinya sebagai aktor sosial yang cerdas secara rasional, emosional, dan sosial. Semua itu mencerminkan pola perilaku sosial seseorang.

Setelah membahas apa dan mengapa emosi, nilai dan sikap, serta perilaku sosial, berikut pembahasan mengenai bagaimana pengembangan aspek - aspek tersebut dalam pembelajaran IPS di Sekolah Dasar.

Di sekolah dasar aspek emosi, sosial dan keterampilan sosial dapat dikembalikan melalui berbagai kegiatan, antara lain yang ditawarkan oleh Jarolimek (1971: 67) sebagai berikut.

Kehidupan kelas sehari-hari yang menitik beratkan pada kepedulian pada orang lain, kebebasan dan persamaan, kemerdekaan berpikir, tanggung jawab,dan penghormatan terhadap harga diri manusia.

1)    Mempelajari sejarah dan perkembangan kehidupan negara terutama mengenai cita-cita dan ideologinya yang memerlukan usaha untuk terus mewujudkannya.

2)    Mernpelajari riwayat hidup toko - toko penting yang menceminkan nilai - nilaidari bangsa dan negara.

3)    Mempelajari hukum beserta sistem hukum dan sistem peradilan.

4)    Merayakan hari-hari besar yang mempekenalkan nilai dan sikap.

5)    Menganalisis makna kata-kata dalam proklamasi, pembukaan UUD'45 batang tubuh, UUD’45 dan peraturan perundangan lainya.

Apabila kita lihat keenam bentuk pembelajaran itu dapat dibuat dalam 2 kelompok sebagai berikut:

1)    Pembelajaran formal yang menitik beratkan pada pemahaman dan analisa di dalam atau di luar kelas.

2)    Pembelajaran informal yang menitik beratkan pada penghayatan, pelibatan, dan penciptaan suasana yang mencerminkan komitmen terhadap nilai dan sikap terutama di luar kelas.

Khusus dalam pembelajaran formal Simon, Howe, dan Kirshenbaum (1972) menawarkan 4 pendekatan yang berorientasi pada nilai dan sikap sebagai berikut:

1)         Transmisi nilai secara bebas. Anak didik diberi kebebasan untuk menangkap, mengkaji dan memilih nilai atas dasar pertirnbangannya sendiri. Kelihatannya bagi Indonesia modul ini perlu diadaptasi menjadi transmisi nilai secara bebas terarah. Anak disajikan pilihan nilai secara bebas atas altenatif nilai yang secara sosial dapat diterima dalam masyarakat Indonesia.

2)    Penanaman Nilai atau Value Inculcatian yang pada dasarnya merupakan proses pembelajaran nilai secara langsung mengenai konsep dan nilai yang sudah dianggap balk. Contohnya, pembelajaran niali - nilai Pancasila dan UUD 45 dan nilai-nilai keagamaan yang dianut.

3)    Suri teladan atau modeling model ini menitik beratkan pada penampilan teladan atau keteladanan dalam berbagai bidang dan berbagai lingkungan kehidupan. Misalnya, siswa teladan, guru teladan, keluarga teladan, dokter teladan, sopir teladan, kampung dan desa teladan dan kantor teladan.

4)    Klasifikasi Nilai atau Value. Clarification yang menitik bratkan pada langkah sistematis dalam menghayati, memaharni, dan melaksanakan nilai.

Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

a     Bangga atas nilai dan perilaku

a).   Menunjang rasa senang dan bangga

b).   Mengatakan nilai pada orang lain

b     Memiliki nilai dan perilaku

a).   Memilih dari berbagai kemungkinan

b).   Memilih setelah mengujinya

c).   Memilih dengan bebas

c      Bertindak atas dasar pilihan itu.

a).   Bertindak atau berperilaku

b).   Bertindak sesuai pola secara tetap/konsisten.

Pada dasarnya model klarifikasi niali ini merupakan bentuk komunikasi dialogis guru dengan murid dalam mementapakan nilai yang dihayati murid atas pengarahan guru. Dengan cara ini murid tidak akan merasa bahwa nilai itu diajarkan, tetapi dipahami, dihayati dn dipilih sendiri.

5)    Klarifikasi nilai terintegrasi struktur. Model ini menitik beratkan pada pembelajaran nilai melahii analisis konsep bidang studi. Jadi sebenarnya model ini bertolaka dari pendekatan kogrritif, iet«pi diupayakan bermuara pada pembelajaran niali. Misalnya, dapat menganalisis masalah banjir, yaitu apa, mengapa, dan bagaimana banjir. Pada saat pembicaraan materi, guru selalu menghubungkan dengan nilai dan sikap warga masyarakat.

Khusus mengenai Model 4 dan 5 telah dikembangkan berbagai strategi atau model kecil Simon dkk (1972) menghimpun 79 Model VCT. Selain itu Joyce dan Weil (1986) juga telah menghimpun berbagai model yang dikelompokkan kedalam model personal dan model sosial.

Untuk kebutuhan praktis dalam pembelajaran IPS di Sekolah Dasar dalam modul ini akan disajikan beberapa model terpilih yang dapat diterapkan di SD. Model tersebut akan berbentuk model perpaduan atau model eklektik yang dalam modul ini kan dikemukakan sebagai berikut:

1)    Pendekatan eksplositori berorientsi nilai dan sikap.

2)    Pendekatan analtik keteladan.

3)    Pendekatan kajian nilai.

4)    Pendekatan integatif konsep dan nilai.

 

1)    Pendekatan Eksplositori Berorientasi Nilai dan Sikap

a.    Tujuannya adalah menyampaikan nilai / sikap secara dialogis melalui ceramah, peragaan dan tanya jawab.

b.    Langkah-langkahnya:

a)    Guru memiliki suatu nilai yang sudah seharusnya diterima oleh semua murid karena memang telah diterima kebenarannya, misalnya tertib, cinta lingkungan, tanggung jawab sosial, berdagang dengan jujur, menghargai pahlawan.

b)    Guru menyiapkan bahan peragaan berupa diagram, rekaman, clipping dan lain-lain

c)    Guru menyajikan konsep nilai dengan memanfaatkan peragaan yang telah disiapkan diselingi dengan dialog yang hangat mengenai pentingnya nilai

d)    Menguasai murid untuk menerapkan nilai-nilai yang telah dikaji dalam kehidupan sehari-hari, misalnya tertib di rumah, tertib di jalan raya, tertib di sekolah, dan tertib di masyarakat.

e)    Pada kesempatan selanjutnya guru meminta laporan penerapan nilai itu dan membicarakannya kembali di kelas.

2)    Pendekatan Analtik Keteladanan

a.    Tujuan adalah menagkap nilai / sikap melalui nanalisis sampel keteladanan dalam masyarakat dalam berbagai bidang, di berbagai tempat, dan di berbagai era / kurun waktu, dan memotivasi murid untuk mangadaptasi keteladanan itu.

b.    Langkah-langkah:

a)    Guru memilih sampel keteladanan dalam berbagai bidang / tempat / erat, misalnya para Nabi dan Rasul, negarawan, pejuang, ilmuwan, pemuda, anak, binatang (Nabi Muhammad saw, Nabi Isya. As, J.F. Kennedy, Kemal Ataturk, Nehru, Soekarno, Hatta, Bung Tomo, Thomas Alva Edison, Tjut Nyak Dhien, Wolter Monginsidi, RA Kartini, Ibu Tien Suharto,Si Doel Anak Betawi, Si kancil)

b)    Guru membaca dan menyediakan sumber informasi berupa, buku majalah, cliping, koran, gambar, rekaman, film dan lain-lain mengenai teladan yang dipilih sebagi sampel.

c)    Guru menyajikan pertanyaan mengapa, misalnya Si Doel dipilih sebagai teladan? Dalam hal ini apa ia perlu diteladani? Mengapa?

d)    Secara berkelompok murid mencari jawaban dengan memanfaatkan sumber yang tersedia

e)    Guru memimpin diskusi kelas setelah masing-masing kelompok selesai mendapatkan jawaban dari sumber yang tersedia.

f)     Bersama murid guru mengidentitikasi cirri-ciri keteladanan dari sampel dalam contoh Si Doel.

g)    Bersama murid guru memilih ciri mana yang dapat diterapkan oleh murid-murid sesuai dengan tingkat usia dan lingkungan

h)    Guru menugaskan murid untuk mencoba menerapkan ciri keteladanan yang dipilih.

i)     Pada kesempatan berikutnya guru meminta kesan-kesan penerapan ciri keteladanan itu dari setiap murid.

Sebagi catatan perlu ditambahkan hal-hal sebagai berikut:

a)    Sumber informasi keteladanan dapat dikumpulkan bersama murid-murid

b)    Teladan yang dipilih dapat berasal dari pertibangan guru atau murid atau pilihan bersama.

c)    Janganlah memilih teladan yang kontroversi (menimbulkan pertentangan pendapat), misalnya Robin Hood.

d)    Dapat pula memilih teladan yang masih hidup.

 

3)    Pendekatan Kajian Nilai

a.    Tujuan adalah menagkap nilai melatui kajian nilai antara sistemati dan mendasar.

b.    Langkah-langkah:

Langkah-langkah ini diadaptasi dari model Hunt and Metcalf’s Decision Making:

a)    Membahas apa hakikat dari objek peristiwa atau kebijaksanaan yang akan dinilai. Misalnya, diambil masalah pemerataan.

(a)   Membahas kriteria untuk menilai pemarataan.

(b)   Menyepakati kriteria.

b)    Membahas konsekuensi penerapan kriteria dalam hal ini untuk menilai masalah pemerataan.

c)    Menguji keberlahuan kriteria dengan cara melihat kekurangan dan kebaikan dari kriteria itu.

d)    Memberi justifikasi kriteria dengan cara melihat apakah kriteria itu dapat diterpkan secara ajek / konsisten. Aspabila ternyata ajek dan dapat diterima pengambilan keputusan telah selesai.

4)    Pendekatan Integratif Konsep dan Nilai

a.    Tujuan adalah menangkap nilai yang melekat pada atau merupakan implikasi nilai dan suatu konsep melalui kajian akademis.

b.    Langkah-langkah

a)    Guru menetapkan suatu konsep yang akan dibahas yng memiliki implikasi nilai atau mengandung nilai, misalnya konsep banjir diperkirakan memiliki implikasi nilai Cinta lingkungan, kepedulian sosial, gotongroyong dan lain-lain.

b)    Guru bersama murid membahas sebab dan akibat banjir secara akademis malalui analisis pemecahan masalah dengan menggunakan matriks sebagai berikut:

 

Banjir

Sebab

Akibat

Alam

Manusia

Alam

Manusia

 

 

 

 

c)    Memusatkan perhatian pada sebab dan akibat banjir dari sudut manusia, misalnya, banjir, antara lain kenapa penebangan hutan. Akibat banjir, antara lain kesengsaraan.

d)    Mengangkat isu nilai / sikap / moril dari maslah penebangan hutan dan kesengsaraan melalui dalog guru murid atau diskusi kelompok.

e)    Membahas secara analisis cara-cara penanggulangan banjir dari sudut manusia dan mengangkat isu nilai / sikap / moral yang terkait pada cara-cara itu.

f)     Memusatkan perhatian pada faktor. Manusia termassuk pengetahuan nilai / sikap / moral dalam menghadapi berbagi masalah yang terjadi dalam kehidupan manusia.

g)    Memberi penguasaan pentingnya unsur manusia khusus nilai, sikap,moral daiam memelihara kelangsungan hidup agar lebih baik danlebih menenangkan.

Keempat contoh pendekatn sosial, personal, dan peilaku pada dasarnya merupakan sarana pembelajaran yang dapat dipakai oleh guru dalam upaya mengembangkan dimensi sosial, personal, dan perilaku dalam pembelajaran IPS di SD. Pendekatan ini secara utuh saling melengkapi dengan pendekatan kognitif.

 

Latihan

Untuk memperdalam pemahaman anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut:

1)    Bagaimana kaitan antara pembinaan emosi, nilai dan sikap, serta perilaku social dengan tuntutan untuk menjadikan murid sebagai actor social?

2)    Diantara 4 model pembelajaran model dan sikap model mana (pilih satu model) yang menurut anda mudah digunakan dalam pembelajaran IPS kelas yang anda pegang (kelas 4 atau 5 atau 6).

No comments:

Post a Comment